Perjanjian-Perjanjian

under construction

0 Balasan pada Perjanjian-Perjanjian

  1. Aslamualaikm pak,saya mw tnya.. bapak mertua sayakn ada jual tanah perkebunan kelapa harganya 5jt.. tpi yang membeli tanah itu bru bisa kasih uang 3jt sisanya dia bisa bayar 1 bln lagi.. waktu transaksi jual beli itu memakai kuitansi beserta matrai. Setelah lebih 1 bln kmi k tempat pembeli itu,dia blum mampu bayar pak..
    pertanyaan saya
    1) bisa tidak pak klau tanah itu kmi ambil lagi ?
    2) klau kmi kembalikan uang 3jt itu apakah kmi mendapatkan hak tanah kmi lagi ?

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Hardimansyah

      Wa’alaikumussalam

      Dalam hukum pertanahan kita, jual beli tanah harus dilakukan secara tunai dan terang. Jika salah satu pihak (pembeli) belum membayar harga tanah, maka juaal beli belum terjadi. Selain itu karena jual beli tersebut belum dibuat dalam betuk Akta Jual Beli, maka jika calon pembeli tidak memberikan sisa harga jual, jual beli dapat dibatalkan. Tanah kembali ke pemiliknya dan uang dikembalikan ke pembeli,

      Demikian, semoga beramnfaat.

      Ismail Marzuki

  2. dewi yuani berkata:

    Assalamualaikum bpk ismail marzuki
    pak saya mw bertny,saya membeli sebuah rumah perumahan secara kredit dg Dp sebesar 30jt dengan cicillan 2jt per bulan slm 10thn dg KPR in house dmn untuk pembayaran uang muka dan cicilan per bln nya di bayar di kantor pemasaran, tp sdh setahun ini rumah saya blm selesai pembangunannya bahkan sdh terhenti selama 5bln,kantor pemasaran tutup dan sertifikat tanah perumahan itu di ketahui tlh di balik nama atas orang lain tanpa sepengetahuan kami para user2 yg sdh membeli perumahan tersebut,saat kami bertanya kpd notaris yg mengurus ppjb kami notaris itu bilang klo ppjb kami cm warkmaking dan tidak berkekuatan hukum,mohon bantuannya pak apa yg hrs kami para user2 lakukan krn kami semua tdk bgt paham tntng hukum pertanahan

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Ibu Dewi Yuani

      Wa’alaikumussalam

      Penjualan tanah seperti yang ibu alami lazim didahului dengan PPJB. PPJB dapat dibuat dihadapan Notaris yang disebut akta notaris, atau dibuat secara di bawah tangan.

      PPJB yang dibuat di bawah tangan artinya dalam pembuatannya tidak menggunakan akta notaris. Suatu dokumen disebut waarmerking artinya, dokumen PPJB yang dibuat di bawah tangan tersebut dicatat oleh notaris.

      Dari segi kekuatan hukum, maka PPJB yang ibu buat memiliki kekuatan hukum dan dapat dijadikan alat bukti. Dalam pembuktian di pengadilan, perbedaan antara PPJB yang di waarmerking dengan PPJB Notaril adalah, untuk PPJB waarmerking masih dibutuhkan saksi-saksi untuk mendukung kebenaran adanya PPJB tersebut. Sedangkan PPJB notaril tidak memerlukan saksi-saksi lagi.

      Dengan bekal PPJB tersebut, para user dapat menggugat developer ke pengadilan.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  3. Chrismilu berkata:

    Selamat malam, pak..! Saya bekerja sebagai seorang PNS dan saat ini saya memiliki masalah terhadap jual beli rumah KPR.
    Saya membeli sebuah rumah KPR tipe 50 dengan cara kredit. Dan harga cash tipe tersebut 160 juta melalui seorang developer perumahan.
    Uang muka rumah tersebut adalah 30% dari harga cash.
    Dan saya menyerahkan uang sebesar 31 juta kepada developer tersebut.
    Kemudian sisanya akan diselesaikan melalui Bank menurut pihak developer.
    Tetapi setelah di Bank, ternyata kredit saya hanya sebesar 100 juta untuk perumahan tersebut.
    Setelah dihitung dan dipotong biaya provisi dan kebakaran serta lainnya, sisanya hanya sebesar 92 juta.
    Jadi menurut pihak developer total uang sejumlah 31 juta + 92 juta = 123 juta
    Hal ini kemudian menjadi masalah karena saya menghadapi double credit yakni dengan pihak bank dan dengan pihak developer.
    Karena menurut pihak developer saya masih memiliki utang sebesar 37 juta kepada mereka terkait harga cash rumah tersebut.

    Sedangkan setahu saya bahwa apabila kita melakukan pembelian perumahan KPR dengan uang muka, sisanya akan diselesaikan oleh pihak Bank dan kita tinggal dipotong gaji sesuai berapa besar angsuran setiap bulannya.
    Dan ternyata sampai saat inipun pihak developer belum dapat menyelesaikan kewajibannya berupa :
    1. Membuat Drainase untuk semua rumah dikawasan tersebut;
    2. Membuat batas rumah dengan jalan ;
    3. IMB sudah dibuat atas nama saya, tetapi sertifikat masih atas nama beliau selaku pihak developer dan alasan beliau bahwa notaris lupa membuat sertifikat rumah atas nama saya berdasarkan sertifikat pemecahan atas tanah tersebut. Dan janji beliau bahwa sertifikat rumah nantinya akan dibuat atas nama saya dan itu sudah include dengan harga rumah.
    Dan sepengetahuan saya pula, ada beberapa tetangga yang sudah melunasi uang sisa jual beli rumah tersebut tetapi sertifikatnya masih atas nama pihak developer dan ada juga tetangga yang diminta uang untuk balik nama sertifikatnya.
    Jujur, dalam hal jual beli atas rumah KPR tersebut kami dengan pihak developer tidak ada perjanjian secara tertulis tetapi menurut beliau selaku developer karena saling kenal bahwa uang sisa utang sebesar 37 juta tersebut dapat diangsur sesuai kemampuan dan bisa kapanpun waktunya bisa diselesaikan secara cicilan.
    Tetapi pada kenyataannya pada saat saya ingin membayar dengan cara mencicil sebesar 5 juta, beliau menolak dan meminta kepada saya untuk menyelesaikan sisa hutang sebesar 37 juta tersebut secara tunai dengan alasan beliau ingin menyekolahkan anaknya.

    Yang menjadi pertanyaan saya :
    1. Bagaimana isi perjanjian yang harus saya buat dalam hal penyelesaian masalah jual beli rumah KPR tersebut?
    2. Perlukah saya masukan kewajiban developer tersebut kedalam isi perjanjian?
    3. Untuk sertifikat rumah, apakah itu menjadi tanggung jawab pembeli untuk melakukan balik nama? atau tanggung jawab developer?
    4. Hal apa saja yang harus saya perbuat terkait permasalahan ini?
    Mohon bantuan penyelesaiannya, pak Ismail..
    Saya jadi bingung dengan permasalahan yang saya hadapi.
    Sebelum dan sesudahnya saya dan keluarga banyak mengucapkan terima kasih.

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Chrismilu

      Dalam jual beli rumah melalui KPR bank, bank tidak harus mengabulkan seluruh permohonan kredit calon debitur. Jika harga rumah Rp 160 juta, dan bank hanya memberikan Rp 100 juta, maka sisa harga rumah menjadi kewajiban pembeli.

      1. untuk membuat perjanjian dengan developer dalam rangka penyelesaian masalah, maka pastikan terlebih dahulu berapa rupoah uang yang ditransfer bank kepada developer. Jika bank benar-benar mentransfer Rp 92 Juta, maka sisa sebesar Rp 37 juta adalah hutang Bapak kepada developer. Dalam perjanjian tersebut, tentukan jangka waktu pemabayaran tanpa bunga.
      2. seluruh kewajiban developer harus dimasukkan dalam perjanjian.
      3. balik nama sertipikat semestinya tanggung jawab developer. Dalam jual beli rumah dari developer terlebih dahulu dilakukan pemecahan sertipikat, pemecahan sertipikat ini dilakukan oleh kantor pertanahan atas permohonan developer.
      4. jika ada beberapa tetangga yang bernasib sama, maka secara bersama-sama dapat meminta developer menyelesaikan kewajibannya. Jika musyawarah tidak tercapai, maka ajukan gugatan ingkar janji ke pengadilan negeri.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  4. Nasir Pati berkata:

    Aslkum Pak_saya mau tanya,,!!
    Ini ttg utang piutang, Mama saya pinjam uang salah seorang di kampung_sebut saja is A. Peminjaman uang tersebut tidak dibuat perjanjian scra trtulis,namun dgan lisan; bahwa uang yg di pinjam trsbut dlm jangka waktu 1 tahun bunganya penuh/full,misalkn kita pinjam 3 juta_1 tahun kemudian bayar 6 jta. Dan Mama ini dlam jgan waktu 2 tahun tdk mengmbalikan uang trsebut krna alasan blu ada uang. Trus Is A tadi membuat suatu perjanjian dgn sebidang tanah sebagai jaminannya_! Dalm isi prjanjian trsbut jika Mama tdk mengmbalikan uang 2 tahun sebsr 12 juta trsebut maka;tanah ityu akan mnjdi milik is A,namun saat itu is A dalm bahsa lisannya mengatakn bhwa setlh jatuh tempo tdk dikmbalikan uang trsbut dia bisa memberikan kelonggaran selama 3 bulan’ dan pd saat itu Mama saya sudah mndaptkan uang trsebut namun jganka waktu pelunsaan sudah lewat 14 hari dri kelonggarn 3 bulan trsebut.Disini is A tidak mau lgi mberikan tanah trsebut,namu ttp menguasai tanah itu n memanfaatkan tanahnya.
    Yg mnjdi pertanyaan saya adalah:
    1. Apakah perbuatan is A dgn tdk mengbalikan tanah trsebut adalh sah mnurt huku atau tidak.
    2. Apakah keabsahan surat perjanjian trsebut adalah sah atua tisak_semntra penandatganan surat trsub dalm keadaan trintimidasi mama saya.
    3. Bagaiman caranya suapay saya bisa mngambil kemabli hak tanah saya tesebut
    Terimaksih;;atas bantuan hulkmnya!!

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Nasir

      Jika suatu tanah dijadikan jaminan hutang, maka terhadap tanah tersebut harus diikat dengan Hak Tanggungan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996. Jika tidak diikat dengan Hak Tanggungan, maka tidak tersebut secara hukum tidak dapat dieksekusi sebagai pelunasan hutang.

      Demikian, semoga bermanfaat

      Wassalam

      Ismail Marzuki

  5. herry berkata:

    saya anak ahli waris mempunyai warisan tanah yang sudah di waris 5 saudara bapak saya (akta waris berupa surat tanpa di ketahui ppat), empat saudara bapak tersebut menjual ke orangtua saya dengan bukti penjualan secarik kertas yang ditandatangani (dibawah tangan ) dan tidak ada kwitansi, surat sertifikat leter D dari desa. Saat menjual anak anak nya tidak mengetahui. Selang beberapa lama masing waris sudah meninggal termasuk orangtua saya, sekarang tinggal satu waris pakde yang belum meninggal.Perlu kami tanyakan sebagai berikut :
    1. Bisakan anak dari keluarga paman/pakde menuntut dan minta bagian tanah yang sudah dijual tersebut.
    2. Bagimana langkah langkahnya mengurus tanah tersebut sampai ke AJB dengan nama ahli waris dari saya.
    3. Berapa perkira biaya pengurusan sampai ke AJB.
    Sekian terima kasih atas bantuan

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Herry

      Jika tanah sudah dijual, maka anak-anak dari keluarga paman tidak dapat menuntut bagian tanah tersebut sepanjang ada bukti-bukti dan saksi yang membuktikan bahwa tanah tersebut sudah dijual.

      Tanah yang belum bersertipikat (disebut juga tanah yang belum terdaftar) dapat diajukan pendaftaran tanahnya ke Kantor Pertanahan.
      Jika tanah yang Bapak Herry maksudkan belum bersertipikat tetapi sudah menjadi hak Bapak Herry berdasarkan warisan, maka atas tanah tersebut dapat langsung dilakukan pendaftaran tanahnya tanap AJB lagi.

      Pendaftaran Tanah berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997

      Pasal 24

      “(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

      (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluanpendahulunya, dengan syarat:

      a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

      b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.”

      Penjelasan Pasal 24

      “Ayat (1)
      Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.

      Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa:

      a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27),
      yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau

      b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27)
      sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor
      10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau

      c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau

      d. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau

      e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau

      f. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau

      g. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau

      h. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau

      i. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau

      j. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah
      Daerah; atau

      k. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau

      l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau

      m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

      Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian pemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
      sporadik.

      Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.

      Ayat (2)
      Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana
      dimaksud ayat (1), baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya. Dalam hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik
      yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.

      Pembukuan hak menurut ayat ini harus memenuhi syarat sebagai berikut :

      a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikat baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;

      b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;

      c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

      d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26;

      e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas;

      f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.”
      Mengenai biaya, mohon maaf, saya tidak dapat memberikan jawabannya.

      Demikian, semoga bermanfaat

      Ismail Marzuki

  6. utomo berkata:

    Terimakasih Pak Is, berarti judul surat perjanjiannya nanti SURAT PERJANJIAN JUAL BELI atau SURAT PERJANJIAN HUTANG PIUTANG Pak? Dan pada surat itu nanti sahnya perlu Saksi2 atau tidak perlu Pak? Trimakasih sekali bantuannya Pak Ismail.

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tangapan

      Bapak Utomo

      Judulnya sebaiknya Perjanjian Hutang.Jika surat perjanjian tersebut di buat di bawah tangan, lebih baik jika disertai saksi dalam perjanjian tersebut.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  7. utomo berkata:

    Assalamu’alaikum wr.wb Pak ismail yth trimakasih atas jawaban pencerahan bpk beberapa waktu lalu. Selanjutnya sehubungan dg pertanyaan sy yg lalu kini tetap masih belum bisa terselesaikan dan belum juga sy buat perjanjian karena dia selalu janji hanya dekat sekitar 1 minggu terus dan sy pikir akan terbayar ,namun tetap tidak terbayar sampai sekarang. Niatan sy sekarang akan sy buatkan surat perjanjian untuk supaya dia bisa berkomitmen untuk membayar. Tapi sy bingung ini judul perjanjiannya termasuk JUAL BELI apa HUTANG PIUTANG Pak? Singkat Kronologinya begini Pak, dan ini terjadi dua transaksi penjualan barang komoditi saya pada 2 orang yg berbeda namun kronologinya hampir sama. Mereka beli barang saya(waktu tidak bersamaan) janji lisan,bayar 2 minggu di bayar lunas. Karena sy anggap dua duanya teman lama kenal baik maka saya serahkan itu barang tanpa surat perjanjian tertulis(hanya lisan), dan saat itu juga barang langsung di muat, tapi sampai sekarang/ setahun lebih belum terlunasi . Apakah bisa surat perjanjian menyusul? Tolong berikan conton /kerangka surat perjanjiannya Pak terima kasih.

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Utomo

      Untuk mengatasi hal tersebut, bapak dan pembeli membuat perjanjian tertulis. Dalam perjanjian tersebut harus memuat adanya pengakuan berhutang dari si pembeli.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  8. dony indra pratama berkata:

    permisi pak, sya mau minta solusi nih. saya punya maslah dgn rekan krj, tadinya rekan skrg musuh. awalnya kita buka usaha dan usaha itu berjalan dengan lancar. kita udah sepakat bahwa klo usaha itu berjalan lancar kita sepakat untuk bikin MoU, tpi knyataannya sampai berjalan 3 tahun tidak ada niatan dia untuk segera membuat MoU tersebut. sampai akhirnya sya ada sedikit masalah dgn dia, dan kebetulan BPKB motor saya ada di dia, dan dia melaporkan ke pihak berwajib, dgn tuduhan penggelapan ranmor dan uang sebesar 9jt. suatu hari ada polisi yg datang menjemput saya. dan sya akhirnya harus ngaku bahwa sya menggelapkan motor dan uang tersebut. akhirnya saya menandatangani surat perjanjian bahwa saya harus mengembalikan pada bulan januari tgl 20ah, sementara sampai sekarang belum bisa bayar, karena kondisi keuangan saya blm memungkinkan untuk bayar. kira kira bagaimana solusinya pak? makasih sarannya.

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Dony Indra Pratama

      Pada dasarnya kesepakatan lisan yang telah dibuat mengikat para pihak yang membuatnya. Agar kesepakatan lisan itu mempunyai nilai pembuktian untuk kedua pihak, diperlukan bukti tertulis berupa perjanjian atau MoU.

      Informasi yang bapak sampaikan kepada saya masih belum jelas, yaitu mengapa BPKB motor Bapak ada pada teman Bapak. Selain itu mengapa tiba-tiba ada tuduhan penggelapan.

      Jika memang bapak merasa menggelapkan, maka solusinya adalah Bapak harus mengembalikan ranmor dan uang sesuai yang diperjanjikan. Tetapi jika
      Bapak tidak merasa, Bapak dapat melaporkan perbuatan teman bapak tersebut ke polisi.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  9. Ardede berkata:

    Aslamualaikm pak,saya mw tnya,kk saya pnya seorang teman sbg pngusha rkok sebut saja si A,dn kk sya mmbeli rokok ke si A sbsar 500juta tp dgn syarat uang dlu bru 2 hr slnjut ny rkok tsb dtang di antar lngsng k rmh kk sya,stlh 3 bln usha ini lncr2 sja di tekuni kk sya dn si A.setelah itu ad seorng tmn kk sya sebut saja si B dy ingin ikut bermain rkok bersama tp dy menitip kan uang ny ke kk sya bkan ke si A,dn kk sya mnerima ny dgn syarat 5% keuntngan buat kk sya,dgn modal 500 juta tdi d tmbh uang si B 300 juta total 800 juta kk sy mnyetor kn uang ke si A,slma 2blan lncr 2 sja.suatu saat kk sya mnitipkan uang ny lgi sbsar 800 juta tdi ke si A,stlh brpa hri rkok tsb tddk dtng2 dn si A berlsan jika uang itu hilng.stlah it kk sy mlporkn ksus ini ke plisi dn si A pun d proses dn d than sdngkan uang itu stiap bulan di cicil dn d blikan oleh keluarga si A ke kk sya sbesar 2 juta stiap blan ny,
    Pertnyaan ny,bagaimana pak uang si B 300 juta ?apa kah kk saya yg hrus brtnggung jawab?atas hal tsb,sdngkan si B tw klo uang it emng tertipu dn hilang,?Pda saat it tdk ad prjjian apapun hanya selmbar kwitansi kecil dn brmatraikan 6000 yg mnyatakan bhwa kk sya menerima pnjman uang 300 juta,stlh kjdian itu kk sya tlah mngblikan uang 100 juta ke si B,sedangkan uang 2 juta prbulan juga kk sya ksih ke si B,smpe skrng sdh 4 bulan.kk sya tdk mndptkan apa2,smpe skrng si B trs mndesak mnta uang ny d kmblikan semua sisa ny,kk sya brkras dn si B ingn mnmpuh jlur hkum,jd gmn pak,?apa yg kk sya hrus lkukan?apkh kk sy brslh atas hal ini?bgaimna solusi ny jka di B mmbawa hal ini ke hukum?apa bisa? Tlong pak tangggepan ny,saya tnggu trima ksih

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Ardede

      Wa’alaikumussalam

      Dari sudut perjanjian, B hanya terikat perjanjian dengan Kakak, tidak terikat perjanjian dengan A. jadi, yang bertanggung jawab terhadap B adalah Kakak. Meskipun demikian, bentuk tanggung jawab tersebut tidak mutlak berupa pengembalian uang yang Rp 300 juta.
      Bentuk tanggung jawab Kakak kepada B bergantung pada perjanjian antara kakak dan B pada saat penyerahan uang yang Rp 300 juta. Jika perjanjiannya adalah pinjam meminjam uang, maka kakak wajib mengembalikan uang tersebut kepada B pada saat jatuh tempo. Jika perjanjian itu adalah investasi (penanaman modal) dengan system bagi hasil dan disepakati bahwa B siap menanggung kerugian, maka B tidak berhak atas pengembalian uang investasi. Jika berupa investasi, dan disepakati bahwa Kakak yang akan bertanggung jawab atas kerugian, maka kakak bertanggung jawab mengembalikan uang.

      Jadi, harus jelas terlebih dahulu perjanjian yang telah disepakati.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *