Assalamu’alaikum. Saya, Ismail Marzuki. Saat ini sebagai Partner sebuah konsultan hukum di Jakarta.
Memperoleh pendidikan hukum dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung dan dilanjutkan dengan pendidikan spesialis Notariat dan Pertanahan di Universitas Indonesia, Depok.
Dalam blog ini saya tidak hanya akan bicara masalah hukum, tapi juga bicara berbagai hal yang memang layak untuk dibicarakan. Blog ini juga sebagai media untuk memperbanyak teman.
Dalam blog saya ini terdapat informasi hukum secara interaktif juga memberikan tip singkat terhadap problem yang dihadapi dalam menjalani prosedur hukum dengan cara memberikan informasi yang cepat dan mudah diakses oleh pembaca blog ini.
Anda dapat menyiapkan pertanyaan mengenai permasalahan hukum secara singkat dan jelas melalui kolom “komentar” di bagian bawah masing-masing jenis hukum. (Misal untuk Hukum Keluarga, maka klik dibagian Hukum Keluarga dan pertanyaan ditulis di kolom komentar di bawahnya). Pertanyaan tidak diperkenankan menyinggung masalah suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Mengingat masing-masing pertanyaan bersifat spesifik dan umumnya penyelesaian masalah hukum hanya dapat dilakukan dengan bantuan penasehat hukum, maka penggunaan informasi hukum yang terdapat dalam menu ini terbatas dan tidak dapat digunakan atau diaplikasikan untuk pertanyaan-pertanyaan yang serupa. Seluruh informasi hukum dan tip yang ada BUKAN merupakan atau TIDAK dapat dianggap dan diintepretasikan sebagai pendapat hukum atau advis hukum kepada anda. Penggunaan informasi dan tip hukum ini sepenuhnya menjadi keputusan dan tanggung jawab anda.
Wassalam
Pak ismail, saya elpinopit mau nanya, saya kredit HP tanpa DP lewat mediator, mediator yminta KTP saya dan isi data, tanpa sepengetahuan saya dia ajuin dua HP vivo berbeda seri, di acc ma konter itc dan atome, saya di foto selfie dua kali megang HP vivo, saya tanya ma mediator, katanya numpang, byar cicilannya satu aja, sebulan berselang tgl jatuh tempo saya byar cicilan satu aja, yg di ambil mediator katanya ntar ni tp byarannya, sampai udah jalan 6 bulan cicilan mediator gak pernah byar cicilannya, saya yg diteror terus ma atome, saya udah tutupin 4 bln byaran si mediator, skarang saya udah gak kuat byar, apakah saya bisa dipidanakan ma atome, saya mau ngembalikan HP yg saya ambil ini ke atome, tp yg di ambil mediator dia udah kabur, gimana ya pak ismail solusinya
Tanggapan
Bapak Elpinopit
Tindakan mediator termasuk dalam tindak pidana penipuan karena menggunakan data bapak untuk kepentingan mediator.
Secara hukum, pihak atome tidak dapat mempidanakan bapak karena masalah kredit HP adalah masalah perdata.
Solusi hukum yang dapat dilakukan adalah membuat laporan ke kepolisian mengenai tindakan si mediator.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
assalaamualaikum…sy abdul muis dr probolinggo…mau tanya,istri sy kredit di bank jatim bulan april tahun 2018 dgn jaminan bpkb atas nama mantan istri sy…bulan januari 2019 sy terjadi perceraian….bulan april 2019 sy lunasi semua hutang bank…lantas sy mau ambil jaminan bank pakai akta cerai…kata pihak bank g bisa kalo bukan mantan istri sy yg ambil….apa memanag seperti itu aturannya pak….
Tanggapan
Bapak Abdul Muis
Wa’alaikumussalam
Dalam pemberian kredit, setidaknya ada dua perjanjian yang dibuat, yaitu:
1. Perjanjian Kredit: Ditandatangani oleh Bank dan Debitur
2. Perjanjian Pemberian jaminan: Ditandatangani oleh Bank dan Pemilik Jaminan. Jika jaminan berupa tanah/rumah, maka dokumennya berupa Akta Hak Tanggungan. Jika berupa kendaraan, dokumennya adalah Fidusia.
Apabila kredit telah dilunasi, maka pihak yang dapat mengambil dokumen jaminan (BPKB) adalah orang yang namanya tercantum dalam BPKB. Bank tidak akan memberikan BPKB kepada pihak lain selain orang yang namanya tercantum dalam BPKB dan perjanjian Fidusia. Terlebih lagi, status perkawinan Pemilik Jaminan dengan Pak Abdul Muis telah berakhir, maka Bank tidak akan memberikan BPKB kepada mantan suami karena nama di BPKB masih atas nama isteri.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum wr wb Pak Ismail,
Saya bekerja di sekolah yang aebenarnya tidak berpemilik. Sekolah ini didirikan dibawah nama Yayasan yang tidak berpemili. Orang-orangbdi Yayasan berganti-ganti terdiri dari orang tua murid dan komunitas sekutar sekolah saja. Sekolah ini pertama didirikan atas iniaiatif sekelompok orang asing karena anak-anak mereka memerlukan sekolah. Lalu dalam perjalanannya sekolah ini mendapatkan hibah dari perusahaan dll dan sekarang berdiri di atas tanah yang cukup luas dan di daerah yang sangat strategis.
Saat ini karena jumlah siswa menurun, pihaknyayasan memutuskan akan memPHK sejumlah pekerja lama san hampir 80% jumlahnya dan ada rencana lain juga awperinmencari investor dll.
Saya sebagai pegawai yang telah bekerja selama 16 tahun dan yang berada dalam posisi dewan sekolah sekarang adalah orang2 baru. Ada beberapa pertanyaan
1. Siapakah yang disebut dengan pemilik dalam kasus ini?
2. Siapa saja yang menjadi komponen Yayasan?
3. Apakah Yayasan yang notabene hanya volunter dan orang2 baru ini berhak melakukan tinfakan besar seperti menjual atau mencari inveator unuknsekolah?
4. Langkah apa sebenarnya yg harus dilakukan pihak Yayasan bila akan melakikan tindakan besar seperti itu?
5. Apakah karyawan memiliki atau dianggap stakeholder?
Terimakasih
Tanggapan
Bapak/Ibu LS
Wa’alaikumussalam
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang didirikan oleh suatu badan hukum, dalam hal ini yayasan. Maka mengacu pada informasi yang kami terima, tanggapan kami adalah sebagai berikut:
1. Pemilik sekolah, dalam kasus yang disampaikan, adalah Yayasan
2. Yang menjadi komponen yayasa adalah organ yayasan, yaitu Pembina, Pengawas, dan Pengurus Yayasan
3. Yayasan sebagai badan hukum berwenang melakukan tindakan untuk menjual kekayaan yayasan maupun mencari investor. Tindakan yayasan untuk menjual kekayaan yayasan, dilakukan oleh Pengurus dengan terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari Pembina.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
Pasal 37
(1) Pengurus tidak berwenang :
a. mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;
b. mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina; dan
c. membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.
(2) Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan.
4. Yang harus dilakukan yayasan adalah mengadakan Rapat Pembina dan mengeluarkan keputusan mengenai rencana berikutnya berkaitan dengan kesinambungan kegiatan sekolah.
5. Secara umum karyawan merupakan stakeholder dalam suatu organisasi karena keberadaan karyawan sangat penting bagi terlaksananya aktivitas organisasi, akan tetapi karyawan yayasan bukan sebagai pemilik.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Selamat Malam pak Ismail Marzuki,
Perkenalkan nama saya Ferry Susanto, saya sedang mengguat yayasan pendidikan ber profit, yang awal nya kakek saya bersama kakak nya dan 3 orang keluarga menjadi pendiri yayasan tersebut. Awal nya Yayasan berdiri tahun 1980an, kemudian kakek saya meninggal tahun 2004, tapi kemudian kami kehilangan data-data yayasan yang menerangkan kakek saya sebagai pendiri ( surat-surat hilang / dihilangkan ) kemudian dipalsukan data baru yang tidak mencantumkan nama kakek saya, hinngga pada saat ini baru kami ketahui data yayasan di daftarkan baru pada tahun 2010 di kemenkuham dengan di dalamnya pendiri-pendiri yayasan yang baru.
pertanyaan saya adalah :
1. Gimana dan dimana saya bisa mencari tahu data yayasan kami yang lama ( pendirian awal tahun 1980 ), sebelum yang diterbitkan yang baru di kemenkuham tahun 2010, karna menurut informasi kerabat saya di kemenkuham, bahwa yayasan pendidikan bisa saja didaftarkan hanya sampai di pemda setempat, apakah bisa seperti itu atau gimana ??
2. Apakah bentuk hukum yang saya akan ajukan jika terjadi penghilangan atau pemalsuan data yang diterbitkan sendiri bukan dasar pendirian aslinya ??
Terima kasih pak, semoga bapak bisa membantu memberikan masukan, sebagai penuntun kami.
Tanggapan
Bapak Ferry Susanto
Saya akan langsung menanggapi sesuai pertanyaan:
1. Untuk Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, maka ada kemungkinan data bisa dicari di pengadilan negeri di tempat kedudukan Yayasan. Hal ini dapat terjadi karena pada masa itu untuk Yayasan yang baru didirikan didaftarkan ke pengadilan negeri.
2. Saya tidak memahami maksud pertanyaan nomor 2 ini.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
assalammualikum pak…mohon pencerahannya…beberapa hari yang lalu saya melakukan over kontrak sebuah kendaraan…saya melakukannya di leasing…pihak leasing membuatkan surat permohonan pengalihan hak dan kewajiban yang kemudian saya dan calon pembeli tandatangani…setelah itu saya dan pembeli melakukan transaksi..dimana uang saya dapatkan dan pembeli mendapatkan mobilnya ….keesokan harinya saya dihubungi leasing bahwa pembeli terkena BI Checking ( black list )…akhirnya saya mendatangi leasing..dan hanya diberi saran untuk mencari dahulu mobil dan pembelinya…apa yang seharusnya atau langkah apa yang harus saya tempuh…mohon arahan dan penjelasannya pak..terimakasih.
Tanggapan
Bapak Hairil Yaman
Wa’alaikumussalam
Berdasarkan informasi yang bapak sampaikan, maka ter;ebih dahulu kami akan urai kembali perbuatan hukum yang telah terjadi.
Bahwa sebelumnya status bapak berkaitan dengan kendaraan adalah pak Hairil selaku pemilik kendaraan. Kendaraan tersebut diperoleh pak Hairil melalui pembiayaan dari perusahaan leasing.
Sebelum utang pak Hairil kepada Leasing lunas, Pak Hairil mengalihkan utang berikut kendaraannya kepada pihak lain. Dalam transaksi baru ini, Pak Hairil menerima pembayaran sedangkan Pembeli menerima kendaraan serta berkewajiban melanjutkan utang pak Hairil yang masih tersisa pada Leasing.
Permasalahn muncul setelah transaksi peralihan utang (over kontrak) terjadi, yaitu ternyata Pembeli memiliki catatan tertentu berdasarkan BI Checking. Asumsi kami dari BI checking terdapat informasi bahwa kualitas kredit Pembeli pada pihak lain (bank atau leasing) tidak lancar. Atau dalam bahasa yang sederhana, Pembeli mengalami masalah utang dengan bank/leasing lain sehingga tidak memenuhi syarat untuk melakuan over kontrak.
Mengingat hasil BI Checking terhadap Pembeli tidak memenuhi syarat untuk over kontrak, maka kemungkinan antara Leasing dengan Pembeli belum menandatangani perjanjian Utang baru.
Jika perjanjian utang baru belum ditandatangani oleh Pembeli, maka kedudukan Pak Hairil masih sebagai orang yang berutang pada Leasing.
Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan menemui Pembeli dengan pilihan sebagai berikut:
1. Pembeli melunasi semua sisa utang Pak Hairil pada Leasing; atau
2. Pak Hairil mengembalikan uang yang telah diterima dari Pembeli, dan kendaraan diserahkan kembali kepada Pak Hairil
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Ass.. Pak,saya mau tanya ,apakah bila masa berlaku kredit sudah habis/ lewat dari kontrak ,tapi motor tidak lunas ,apakah lesing bisa melaporkan konsumen ke polisi dan polisi bisa .emangil konsumen dan polisi meminta konsumen mengembalikan motor nya dan bila tsk memenuhi pangilan polisi maka konsumen akan di pidana.,bagai mana ini pak?
Tanggapan
Bapak Abdul Karim
Apabila jangka waktu perjanjian kredit sudah berakhir sedangkan pinjaman atau utang belum lunas, maka perusahaan Leasing berhak melakukan penagihan kepada Bapak.
Secara hukum, karena ini adalah masalah utang piutang, perusahaan leasing tidak dapat membawa persoalan utang kepada polisi. Yang dapat dilakukan perusahaan leasing adalah mengajukan sita dan lelang atas kendaraan. Perusahaan leasing harus mengajukan permohonan sita ke pengadilan negeri.
Kadang-kadang, perusahaan leasing menggunakan jalan pintas menggunakan debt collector untuk melakukan sita kendaraan. Cara seperti ini tidak dibenarkan secara hukum. Akan tetapi jika debitur tidak menolak kendaraannya disita, maka perusahaan leasing dapat mengambil kendaraan untuk dilelang.
Saran kami, jika memang Bapak benar-benar merasa berutang, maka utang harus dilunasi. Jika tidak ada uang untuk melunasi, maka Bapak dapat meminta persetujuan Leasing agar Bapak dapat menjual kendaraan kepada pihak lain, hasil penjualan digunakan untuk melunasi utang dan jika ada sisa maka sisanya boleh bapak ambil.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wasalam
Ismail Marzuki
Selamat Sore Pak,..maaf saya mau bertanya..
Sekitar tahun 2011 (8 Tahun Lalu) saya mengajukan kredit untuk pengambilan laptop di salah satu finance yang salesnya adalah kenalan saya,..Tapi sebelum di konfirmasi apakah pengajuan saya ditolak atau diterima saya sudah membatalkan pengajuan kredit kepada sales tersebut,tetapi ternyata pengajuan kredit laptop saya di terima,tapi saya tidak mengambil laptop tersebut dan ternyata sudah diambil oleh si sales memakai kredit dengan nama saya.karena sudah terlanjur dia ambil saya hanya mengiyakan dengan percaya bahwa pasti akan dia lunasi di finance dan akhirnya si sales ini berangkat ke luar kota dan pindah tempat kerja,..tapi tahun ini semuanya ketahuan pas saya mau ambil KPR dan ternyata nama saya masuk daftar blacklist BI checking karena hal tersebut,karena si sales gak bayar angsurannya ternyata,..kata teman saya di bagian marketing,coba saja jika saya datang langsung ke finance tersebut dan mengkonfirmasi kalau saya tidak pernah menerima barang tersebut dan mungkin ada cara lain agar nama saya bisa bersih kembali..atau apakah bapak punya solusi lain?mohon batuannya pak terima kasih banyak…
Tanggapan
Bapak/Ibu Egy Silvana Koagouw
Menurut kami, cara terbaik adalah dengan menghadap atau datang ke perusahaan (finance company) tersebut untuk klarifikasi.
Di kantor finance tersebut, Bapak/Ibu minta agar Perusahaan finance memperlihatkan bukti perjanjian kredit laptop. Jika bapak/ibu tidak pernah menandatangani perjanjian kredit laptop dan perjanjian tersebut tidak pernah ada, berarti perusahaan finance tidak dapat memkasa bapak/ibu untuk melunasi pinjaman, dan konsekuensinya perusahaan finance harus membersihkan nama bapak/ibu di BI
Jika ada perjanjian kredit sedangkan bapak/ibu tidak pernah menandatangani perjanjian kredit, berarti telah terjadi pemalsuan tanda tangan, maka bapak/ibu dapat melaporkan terjadinya tindak pidana pemalsuan ke kepolisian.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Jika rapat pembina kedua yayasan tidak memenuhi kourum….apa yang harus dilakukan
Tanggapan
Ibu Sri Dewi Susilawati
Dalam UU Yayasan tidak diatur mengenai rapat pembina ketiga dan seterusnya. Menurut kami, apabila dalam rapat kedua tidak mencapai korum, maka pihak yang berkepentingan agar mengajukan permohonan penetapan korum rapat pembina ke Pengadilan Negeri di tempat Yayasan berkedudukan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Terimakasih pak atas jawabannya…..
Maaf pak Ismail….jika PT diambil alih oleh perorangan dgn cara mengambil alih seluruh saham yg ditempatkan apakah prosesnya sama klo diambil alih oleh bdn hukum ya…atau bgmana ya pak …
Tanggapan
Ibu Sri Dewi Susilawati
Ada perbedaan proses pengambilalihan saham PT dalam hal saham PT diambil alih oleh perseorangan.
Dalam Pasal 125 ayat (2) dan ayat (4) UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, disebutkan:
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
(4) Dalam hal Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS
yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
Jika pihak yang akan mengambil alih adalah badan hukum (PT) maka badan hukum yang akan mengambil alih tersebut harus berdasarkan keputusan RUPS. Tetapi jika perseorangan, maka tidak diperlukan keputusan RUPS dari pihak yang akan mengambil alih, karena perseroangan berhak memutukan sendiri perbuatan hukum yang akan dilakukan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Yang terhormat Pak Ismail,
Sehubungan dengan adanya perubahan manajemen dalam kepengurusan Yayasan kami, maka ada perbedaan pendapat tentang ketentuan Pasal 5 UU No.28 tahun 2004; pertanyaan kami adalah sebagai berikut:
UU Yayasan secara tegas membatasi penggunaan keuangan yayasan.
Pasal 5 UU No.28 tahun 2004 :
(1) Kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.
(2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus, menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan :
a. Bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas; dan
b. Melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
Pertanyaannya:
– Kalau diberikan dalam bentuk Fasilitas kepada Pengurus yang terafiliasi yaitu, seperti sewa mobil, sewa rumah dan lain sebagainya apakah bertentangan dengan Pasal 5 ayat 1 dan 2 ?.
– Seandainya diijinkan apakah ada ketentuan mengenai jumlah kewajaran terhadap besaran fasilitas tersebut ?. (Direncanakan besaran fasilitas tersebut +/- 200juta / bulan).
– Mengenai Fasilitas ini menjadi pertanyaan karena tidak secara jelas disebutkan dalam Pasal 5 UU no. 28 tahun 2004 tersebut.
Apabila pemberian fasilitas tersebut memang tidak sesuai dengan Undang-Undang Yayasan, direncanakan Pengurus Yayasan akan menjadi Pelaksana Kegiatan.
Pertanyaannya:
– Bagaimana luasan kewenangan dan tanggung jawab dari Pelaksana kegiatan Yayasan dibandingkan dengan Pengurus Yayasan?.
– Apakah Pelaksana Kegiatan Yayasan dalam melaksanakan kegiatannya dapat menggunakan atau disebut sebagai Ketua Yayasan, mengingat sebenarnya Pelaksana Kegiatan tersebut adalah orang-orang yang mempunyai peranan penting dan /bekerja aktif untuk Yayasan?.
– Apakah dengan adanya Pelaksana Kegiatan Yayasan maka Pengurus menjadi tidak berfungsi sama sekali ?.
Demikian beberapa pertanyaan kami, mohon saran dari bapak.
Atas bantuan Bapak sebelumnya kami ucapkan terima kasih.
Salam,
Esty Kawilarang
Tanggapan
Ibu Esty Kawilarang
Tanggapan saya adalah sebagai berikut:
1. Kalau diberikan dalam bentuk Fasilitas kepada Pengurus yang terafiliasi yaitu, seperti sewa mobil, sewa rumah dan lain sebagainya apakah
bertentangan dengan Pasal 5 ayat 1 dan 2 ?.
Tanggapan:
Dalam UU Yayasan sudah sangat tegas disebutkan bahwa “Kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak
langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang” Larangan tersebut meliputi
unsur-unsur:
a. Dilarang dialihkan
b. Dilarang dibagikan
c. Secara langsung atau tidak langsung
d. Dalam bentuk gaji
e. Dalam bentuk upah
f. Dalam bentuk honorarium
g. Atau dalam bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang.
Fasilitas sewa mobil dan sewa rumah merupakan “bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang”, karena transaksi sewa menyewa menggunakan
penilaian uang.
Kesimpulan:pemberian fasilitas sewa mobil dan rumah kepada pengurus yang terafiliasi, melanggar ketentuan Pasal 5 UU Yayasan.
2. Seandainya diijinkan apakah ada ketentuan mengenai jumlah kewajaran terhadap besaran fasilitas tersebut ?. (Direncanakan besaran
fasilitas tersebut +/- 200juta / bulan).
Tanggapan: Tidak diijinkan
3. Mengenai Fasilitas ini menjadi pertanyaan karena tidak secara jelas disebutkan dalam Pasal 5 UU no. 28 tahun 2004 tersebut.
Tanggapan:
Tidak ada rincian bukan berarti dibolehkan. Sepanjang fasilitas tersebut dapat dinilai dengan uang, maka dilarang dialihkan.
4. Bagaimana luasan kewenangan dan tanggung jawab dari Pelaksana kegiatan Yayasan dibandingkan dengan Pengurus Yayasan?
Tanggapan:
Yang dimaksud dengan “pelaksana kegiatan” adalah Pengurus harian Yayasan yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari. Pelaksana
kegiatan adalah orang yang diangkat oleh Pengurus yayasan. Pelaksana kegiatan bekerja berdasarkan tugas yang diberikan oleh Pengurus
Yayasan, dan tanggung jawabnya terbatas pada bidang pekerjaan yang ditentukan oleh Pengurus yayasan.
5. Apakah Pelaksana Kegiatan Yayasan dalam melaksanakan kegiatannya dapat menggunakan atau disebut sebagai Ketua Yayasan, mengingat
sebenarnya Pelaksana Kegiatan tersebut adalah orang-orang yang mempunyai peranan penting dan /bekerja aktif untuk Yayasan?
Tanggapan:
Pelaksana kegiatan berbeda dengan Ketua Yayasan. Ketua Yayasan adalah salah satu dari Pengurus Yayasan yang merupakan organ yayasan,
sedangkan pelaksana kegiatan bukan organ yayasan.
6. Apakah dengan adanya Pelaksana Kegiatan Yayasan maka Pengurus menjadi tidak berfungsi sama sekali ?
Tanggapan:
Lihat tanggapan nomor 5
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Ass wr wb pak Ismail,
Mohon bantuan solusi u masalah sy, 2bln lalu sy menjual rumah krn butuh biaya, A berminat membeli, dan sepakat dgn harganya, sy sdh bilang akan kebutuhan sy mengapa sy hrs menjual rumah tsb, dan A meyakinkan sy bahwa A siap dana 30% krn akan proses pembelian secara KPR, lalu A memberikan sy uang tanda jadi, dan sy kami sdh menandatangani surat perjanjian (yg dibuat sendiri). Setelah proses KPR, ternyata nilai appraisalnya dibawah harga jual, padahal.sebelumnya A mengatakan mampu, lalu A membatalkan sepihak pembelian tsb dan meminta uang tanda jadi.kembali 100%, saya sangat tertekan.dgn kep.A yg batal sepihak, padahal ada pembeli lain yg mau bayar cash selama proses kpr A berjalan, namun sy tolak krn komitmen sy dgn A, apalagi.proses kpr A sangat lama, lalu.A.mencoba lagi.di bank lain hasilnya justru lebih rendah appraisalnya dibanding bank sebelumnya, dan A mohon.agar sy mengembalikan uang tanda jadinya.100%, sy sudah sangat merugi.pak ismail, krn sy menjual.rumah ini untuk suatu keperluan, dan uang tanda jadinya sdh sy pakai, pun sy jual ke org lain tdk akan mengcover kerugian sy, malah sy hilang aset dan menambah hutang jika sy hrs kembalikan uang tanda jadi tsb, mohon solusinya pak
terimakasih
Tanggapan
Humaira
Calon pembeli yang telah menyerahkan uang tanda jadi, tidak dapat menuntut pengembalian uang apabila ia secara sepiahk membatalkan rencana pembelian.
Pasal 1464 Kitab UU Hukum Perdata
Jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Ass.. Agus Sukabumi, saya mau tanya kpd pa Ismail, bagaimana mekanisme pelimpahan wewenang lembaga pendidikan Madrasah Ibtidiyah yang sudah di naungi Yayasan A dan Yayasan baru /B ? Mohon d jawab pa karna d sini ada persoalan itu dan belum terpecahkan. Trimakasih. Wass
Tanggapan
Bapak Agus Kadarusman
untuk melimpahkan “pemilikan” dan pengelolaan sekolah kepada yayasan lainnya, maka terlebih dahulu harus diadakan Rapat Pembina dari masing-masing yayasan. Rapat Pembina pada intinya berupa persetujuan dari Pembina untuk mengalihkan lembaga pendidikan (dari A) dan menerima lembaga pendidikan (di B).
Kemudian, berdasarkan persetujuan Rapat Pembina, dibuat perjanjian pengalihan lembaga pendidikan yang ditandatangani oleh masing-masing pengurus yayasan A dan B.
Yang harus diperhatikan adalah, harus ada persetujuan dari instansi pemberi izin lembaga pendidikan. Jika berupa madrasah, persetujuan diberikan oleh kementerian agama.
Demikian semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
ass pak marzuki .
saya minta pencarahan dari bapak dalam permaslaahan saya ini . duduk permasalahanya seperti ini pak . ;
di awal bulan delapan , tahun 2014,, saya di berikan kepercayaan untuk mengelola sebuah koperasi ,tapi bergerak di bidang dana tunai , selama 5 bulan itu hingga hari ini koperasi yang saya sebut xxx itu tidak memiliki SIUP atau semacamnya .. yang memiliki kantor /ruko awal di daerah kalimalang . yang dimana ber angotakan itu hanya 9 orang , ya itu 1 kakak saya perempuan (selaku pemilik dana ) dana 2 kakak saya laki” (selaku pelaksana di jakarta selatan ) dan 3saya pun selaku pelaksana di jakarta timur . yang dimana pelaksana jakarta selatan memiliki 3 anak buah , dan di jakarta timur saya peibadi memiliki 2 naka buah , dan dia di bekasi 9 kakak saya selaku owner/CEO memiliki 1 anak buah .
Permalsahanya … selama saya menjalankan 9 selaku (pengurus di wilayah timur) saya di suruh mengatur pencairan, penyetoran dan penyurvaian serta penagihan , dan singkat cerita , ada beberapa data yang salah ,dan terjadinya keterlambatan laporan ke kakak saya yang di bekasi (owner) , dan kakak saya bertingkah seperti seseorang yang tak mengenal pendidikan ,, yaiitu dia menfitnah saya membawa kabur uang 300 juta, dan ada omongan pula saya menggunakan bahan narkotika, dan lebih parahnya lagi , dia ingin menghancurkan rumah tangga saya di karenakan maslaah sepele keterlambatan laporan dan penyetoran dana kwitansi ,
nah ,,, saat saya menerima pekerjaan ini tidak pernah ada tanda tangan kontrak, kerja atau semcamnya ,,, di waktu itu pula dia mengatakan ,, seluruh nasabah yang ada di wilayah timur , bukan tanggung jawab saya lagi , dan kamu tidak ada sangkut pautnya lagi terhadap koprasi XXX ,
pertanyaan saya yang pertama pak .
1 . semua nasabah dari alamat serta yang pindah rumah dan kabur dia gak akan tau keberadaanya pak . apakah saya jika di tuntut di kemudian hari mengembalikan semua dana yang pernah saya kelola tersebut yang saat ini masih berada pada nasabah, serta nasabah-nasabah yang sudah tidak pada jelas kebradaanya pak ?
2 apakah jika ada kerugian dan penjumlahan modal yang dikeluarkan ssaat saya mengelola koprasi itu ada selisih sedangkan saat in saya sudah tidak dipekerjakan lagi , apakah harus saya ganti juga pak ?
3 ada2 unit kendaraan yang sudah dikasihkan secara pribadi kesaya ,dan sudah menjadi hak saya meski tidak didasari dengan bukti tertulis asa kepercayaan kakak sama adik , tetapi semua itu diminta lagi yang dimana ke 2 unit motor itu sudah agak rusak, sampai saat benarin hingga bagus dan modif yang mengeluarkan modal hingga 7 juta rupiah , apakah saya berhak untuk tidak memulangkanya saat dia meminta 2 unit itu ?
4. jika saya di tuntut di luar jalur hukum, (jatuhnya fitnah) seperti penipuan,,, perampokan, pemalsuan tanda tanagn yang dimana saya tidak pernah melakukanya dan menjadi unsur pencemran nama baik ,apa tindakan yang harus saya lakukan pak ?
5 saya bisa menyerang dia balik atas dasar pelanggaran yg berlapis, menjalankan usaha tanpa siup. fitnah , menjadikan tempat /ruko itu sebagai perbuatan asusila dikarenakan kami mengetahui memiliki hubungan terlarang dengn keryawan dia yg satu itu. , smentara dia memiliki suami yang berada di luar negri , dan tiap harinya karyawan dia itu nginap, makan tidur di ruko itu .
tolong pencerahan dan jalan keluarnya pak , jangn sampai saya mengambil tindakan yang gegabah , karena sampai hari ini , rasa sakit hati, malu dan ke Arogan nya itu masi terbayang di muka saya , yang menjadikan sy kehilangn seorang kakak yg dulu saya hormati .
Tanggapan
Mr XXX
Pada dasarnya setiap orang bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukannya. Jika Bapak dapat membuktikan bahwa nasabah-nasabah tersebut benar-benar telah menikmati uang koperasi dan saat ini melarikan diri, maka Bapak tidak dapat dituntut pidana.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
asalamualaikum wr wb.
Pak mohon solusinya. Ayah saya punya 2 istri. istri 1 ayah saya sudah meninggal tahun 1995. Saya anak pertama dari istri ke 2. pada tahun 2013 terjadi hal yg membuat shock ayah saya karna anak-anak dari istri 1 ayah saya menjual aset berupa tanah dan bangunan(dari pernikahan dengan istri 1) dengan cara yg membuat ayah terpaksa menurut. Dan kami anak2 dari istri ke 2 tidak mendapat bagian karena menurut anak2 dr istri 1, kami anak dari istri ke 2 tidak punya hak atas tanah tersebut. Sekarang ayah saya sudah renta dan sakit sakitan karna shock. Namun kami khawatir karna tanah yg kami tinggali saat ini masih berupa AJB atas nama ayah saya. Pada saat kami menuntut hak kami dari tanah yg sudah dijual terlebih dahulu, anak2 dr istri 1 selalu mengancam bahwa tanah yg kami tempati saat ini suatu saat bisa mereka tuntut karena mereka(anak dr istri 1) jg punya hak atas tanah tersebut. Pertanyaan saya:
1. apa yg harus kami lakukan untuk ,melindungi hak kami atas tanah yg sekarang kami tempati.?
2. Apakah anak dari istri 1 masih punya hak atas tanah yg kami tempati padahal mereka sudah mendapat bagian yg lebih besar?
3. apakah bukti video yg merekam pernyataan ayah tentang hak kami atas tanah yg kami tinggali dapat dijadikan bukti?
Terimakasih atas jawaban Bapak Jazakallah khoiron katsiroon.
Tanggapan
Bapak Nopriansyah
Wa’alaikumussalam
Mengenai perkawinan yang didalamnya terdapat 2 orang isteri, maka saya mengacu pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan mengenai harta perkawinan adalah sebagai berikut:
Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 65
(1) Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan berikut:
a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada semua isteri dan anaknya;
b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau berikutnya itu terjadi;
c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing.
Dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b tersebut, seorang isteri kedua tidak berhak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua. Jadi, jika rumah itu dibeli sebelum ayah menikah dengan isteri kedua, maka isteri kedua tidak berhak atas rumah tersebut.
Isteri kedua hanya berhak atas harta bersama yang diperoleh sejak pernikahan isteri kedua dengan suaminya.
Sebaliknya, isteri pertama berhak atas seluruh harta bersama yng diperoleh sejak pernikahannya.
Contoh:
i. A (perempuan) menikah dengan B (laki-laki) pada tahun 2000. Dari perkawinan tersebut A dan B memiliki harta sebuah rumah di jalan Jambu.
ii. B kemudian menikah lagi dengan C (perempuan) pada tahun 2010. Sejak menikah dengan C, B membeli rumah di Jalan Mangga.
Dalam hal ini, A berhak atas rumah di Jalan Jambu sebesar 50%, dan berhak atas rumah di Jalan Mangga sebesar 33,3%. Tetapi C hanya berhak atas rumah jalan Mangga sebesar 33%.
Jika A meninggal dunia, maka harta warisan A adalah 50% rumah jalan Jambu dan 33% rumah Jalan Mangga. Sebaliknya, C dan anak-anak C tidak berhak atas rumah jalan Jambu.
C dan anak-anak C hanya berhak atas rumah Jalan Jambu Jika B meninggal dunia. Jumlah yang diperoleh pun berasal dari 50% hak B atas rumah di Jalan Jambu. Hak B atas rumah di Jalan Jambu ini, dibagi ke anak-anak A, dan juga dibagi ke C dan anak-anak C.
Apapun yang diucapkan oleh ayah melalui video tidak boleh bertentangan dengan UU yang berlaku.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Assalamualaikum….
saya mau minta pendapatnya thdp persoalan yang kami hadapi pak….
November 2011 kami beli rumah di salah satu developer dan pembiayayan melalui salah satu bank BUMN dengan sertifikat rmh sebagai jaminannya dan belum saya tempatin karena harus tugas keluar kota selama 2 tahun lebih…. tahun 2014 kami renovasi rumah…. dan di bulan Desember 2014 Developer kami di gugat kepengadilan atas kepemilikan tanah yang di jadikan kompleks perumahan kami…
yang mau kami tanyakan perlindungan kepemilikan atas rmh kami yang bersertifikat bagaimana…? perlindungan/kepastian hukum atas hak milik yang telah kami beli…. ? kalau ternyata developer kami kalah di pengadilan, apakah kami bisa menuntut DEveloper, Bank dan BPN untuk mengganti biaya pembelian dan renovasi rmh kami…?
terima kasih pak
Tanggapan
Bapak Syarif
Wa’alaikumussalam
Jika terjadi hal yang demikian, maka Bapak dapat menggugat Developer selaku penjual. Bank tidak dapat diminta pertanggungjawaban karena bank hanya pemberi fasilitas kredit.
Pasal 1491 Kitab UU Hukum Perdata
Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu: pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; kedua, tiadanya cacat yang tersembunyi pada barang tersebut, atau yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan
pembelian.
Pasal 1492 Kitab UU Hukum Perdata
Meskipun pada waktu penjualan dilakukan tidak dibuat janji tentang penanggungan, penjual demi hukum wajib menanggung pembeli terhadap tuntutan hak melalui hukum untuk menyerahkan seluruh atau sebagian barang yang dijual itu kepada pihak ketiga, atau terhadap beban yang menurut keterangan pihak ketiga dimilikinya atas barang tersebut tetapi tidak diberitahukan sewaktu pembelian dilakukan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Selamat malam bapak. Suami saya membeli tanah karyawannya dengan harga rp 150jt. Tanah tsb blm ada setifikan, pbb dan imb. Kami sudah dp sekitar 40jt. “Surat tanah” nya ada di bank yg rencananya akan kami tebus. Pbb, imb sudah dibuat atas nama suami saya. Pihak penjual jg sdh membuat pernyataan kl tanah itu sudah dijual ke kami. Seiring dgn waktu, kami kesulitan keuangan jd tidak bs menebus surat tanah tsb di bank.
Baru2 ini, pemilik tanah menjual tanah tersebut ke pihak lain dan sudah deal.
Pertanyaan saya,
1. Bagaimana status tanah itu sekarang, sudah milik kami atau masih milik si penjual.
2. Bagaimana kekuatan hukum kami sebagai pembeli yg cm beri dp 40jt n persiapan surat2 u/ kepemilikan tanah sudah berjalan dan sudah dibuat oleh notaris dan pbb, imb sudah resmi an
nama kami.
Tanggapan
Ibu Erika Pangestu
Jual beli tanah dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan pejabat Pembuat Akta Tanah. Jika suami ibu belum menandatangani AJB maka hak milik atas tanah belum beralih ke suami ibu.
Kekuatan hukum yang dimiliki suami adalah hak unntuk menagih janji si karyawan untuk menjual tanah tersebut ke suami ibu. Jika si karyawan tidak dapat memenuhi kewajibannya karena tanahnya sudah dijual ke pihak lain, maka suami ibu dapat meminta pengembalian uang disertai kerugian akibat pembatalan sepihak tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
pak, maaf mengganggu, saya ingin menanyakan . jika masa jabatan pengurus,pembina,pengawas yayasan habis masa jabatan tetapi masih ada hutang yayasan . siapa yang bertanggung jawab?
Tanggapan
Ibu Patricia Dian Ferissa
Yayasan merupakan badan hukum yang kekayaannyaa terpisah dari kekayaan pendiri, pengurus, pengawas, dan pembina. Sebagai sebuah badan hukum, yayasan memiliki kekayaan dan juga utang. Oleh karena itu jika yayasan memiliki utang, maka utang tersebut adalah utang yayasan.
Jika pengawas, pembina, pengurus habis masa jabatan maka harus diangkat yang baru. Pengurus, Pengawas dan Pembina tidak bertanggung jawab secara pribadi atas utang yayasan sepanjang Pengurus, Pengawas dan Pembina telah menjalankan tugasnya dengan benar dan tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi yang bertentangan dengan hukum.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Assalamualaikum Pak Ismail,
Saya mempunyai kasus terlibat dalam perjanjian hutang mobil dengan teman saya dengan jaminan sebuah mobil dimana ternyata mobil tersebut masih dimiliki oleh perusahaan leasing. Mobil tersebut juga sudah saya gadaikan ke teman saya yang lain untuk keperluan bisnis. Memang ini kesalahan saya karena tidak berhati2 dalam memeriksa kepemilikan mobil berhubung saya kenal baik dengan teman saya. Sekarang hutang saya belum kembali dan teman saya menghilang tanpa jejak. Mobil pun tidak tahu kemana perginya. Pihak leasing juga mencari teman saya karena mobil tersebut belum lunas dan teman saya dituduh pasal penggelapan. Pertanyaannya apakah saya bisa tersangkut dengan tuduhan penggelapan ini mengingat ketidaktahuan saya?
Wassalam,
Bony
Tanggapan
Bapak Batara
Wa’alaikumussalam
Dalam peristiwa ini, meskipun bapak menyatakan tidak mengetahui bahwa mobil tersebut adalah milik perusahaan leasing, secara hukum bapak dapat terancam dianggap sebagai penadah. Sesuai dengan kebiasaan di masyarakat, seseorang yang akan membeli kendaraan sudah selayaknya meminta STNK dan BPKB. Jika penjual tidak dapat menunjukkan BPKB maka penjualan tersebut patut dicurigai. Oleh karena itu yang harus bapak lakukan adalah meminta pertanggungjawaban dari teman Bapak dan meminta pernyataan tertulis bahwa Bapak tidak tersangkut dengan penggelapan mobil tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Ass pak ismail yth
Mohon pencerahaannya
Status saya saat ini sudah mwnjkah namun di ktp saya dan istri masih single saya info juga saat ini masuk dalam BLBI salah satu bank tapi saya berniat untuk mengajukan kpr karena status ktp yg masih single pihak sales defloper saran pake nama istri dengan status single dan saat ini berkas sudah masuk bank hny tinggal menunggu keputusan bank..
Pertanyaannya apa resiko terburuk akan pemalsuan status tsb dan mohon petunjuknya yg terbaik yang harus kami lakukan karena jujur kami takut akan segala konsikuensi yang terjadi…
Apakah kami bisa ganti berkas yang sudah masuk? Kami sepertinya lebih baik tidak di acc asalakan istri saya tdk bermasaah hukum.
Terima kasih atas penjelasannya wss
Tanggapan
Bapak Heru
Agar hati menjadi tenang, sebaiknya mengganti berkas formulir dengan status menikah. Akan tetapi jika sudah terlanjur diproses, maka sebagai solusi adalah ketika isteri akan menandatangani perjanjian kredit di bank, bapak harus ikut serta tanda tangan sebagai suami dan menjelaskan statrus yang sebenarnya.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Salam Kenal Pak,
Saya Mau bertanya Apakah masalah utang piutang yang sedah sebagian dibayar masih masuk dalam pasal 378 dan pasal 372 KUHP dan apakah dimungkinkan petugas kepoliasian menahan pelaku. mohon penjelasannya
Tanggapan
Ibu Atika
Utang Piutang adalah termasuk dalam hukum perdata, sedangkan Pasal 372 dan 378 adalah pasal-pasal dalam hukum pidana yaitu penggelapan dan penipuan.
Suatu utang piutang dapat dijadikan perkara pidana jika pada saat pembuatan perjanjian utang telah terjadi penipuan. Misal A meminjam uang kepada B dengan alasan untuk membangun rumah sakit disertai data-data. Ternyata setelah pinjaman diberikan, uang tidak digunakan untuk rumah sakit, dan data-datanya adalah palsu.
Berdasarkan Kitab UU Hukum Acara Pidana, seseorang yang disangka melakukan perbuatan yang termasuk dalam pasal 372 dan 378, dapat ditahan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Assalamualikum pak Ismail
Sy mnta tlg kasih solosi bt masalah yg kami hadapi sekeluarga
Km 9 bersaudara,ayah sy meninggal pd th 2005,pd th 2007 kakak sy nomer 5 pinjem sertifikat an ibu utk anggunan d bank,tanpa sepengetahuan y lain ibu memberi ijin dan ikut tt d bank,th 2010 kita semua terkejut coz ada peringatan dr bank kl rmh mau d lelang coz kakak sy menunggak ang krn usaha pailit,yg membuat kita terkejut plafond kreditnya lumayan besar sekitar 700jt,pdhl kl d liat usaha kakak saat itu tdk begitu besar tp bank berani memberi kredit y bnyak.krn kakak sdh tdk sanggup membyr kita semua bingung akhirnya bank memberi opsi oper kredit an nama kakak sy y pertama,kebetulan usaha kakak sy memenuhi syarat,kita meneruskan RK kakak.kita bayar ang k bank patungan.2th berjalan rasanya kita sdh tdk mmpu lg tiap bln hanyabyr bunga ,pokok g pernah berkurang.akhirnya sy mnta keringanan pd bank coz kl terlambat slalu ancaman lelang.y ingin sy tanyakan benarkan pinjaman kakak sy nomer 5 cacat hukum krn harusnya ada persetujuan saudara2 y lain sbg ahli waris, ?
oper kredit y d sarankan bank k kakak nomer 1 apa sesuai prosedur krn usaha pailit bolehkah d oper kredit .?
Kita sklg berjanji akan melunasi kl aset terjual,sampai saat ini aset blm terjual,pdhl desember ini km berjanji akan menyelesaikn,apa yg mesti kami lakukan?
Mohon solosinya,terima kasih pak Ismail,km benar2 membutuhkan bantuan bpk,dl km pernah mencoba pakai pengacara tp bank mengancam kami ktnya bank lbh kaya,lbh kuat bayar pengacara milyaran,mrk mnta scr kekelurgaan,akhirnya km bersedia kekelurgaan.
Selama ini uang yg kita setor sdh lbh dr 200jt
Tanggapan
Ibu Erna
Wa’alaikumussalam
Dalam kasus yang Ibu Erna sampaikan, setidaknya ada dua perjanjian yang dibuat yaitu:
1. Perjanjian Kredit antara kakak nomor 5 dengan Bank
2. Perjanjian Jaminan antara pemilik tanah dengan bank
Syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah:
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang
Dalam menilai perjanjian kredit yang dibuat oleh Kakak Nomor 5 dan bank, sepanjang syarat sahnya perjanjian terpenuhi maka perjanjian tersebut sah. Kakak nomor 5 tidak memerlukan persetujuan dari saudara-saudara yang lain untuk menandatangani perjanjian kredit.
Mengenai perjanjian jaminan, maka terlebih dahulu harus dilihat status pemilikan atas tanah yang dijadikan jaminan.
Dalam hukum perkawinan ada dua jenis harta benda, yaitu:
1. harta bersama suami siteri yang diperoleh selama perkawinan. Terhadap harta ini, setiap tindakan hukum yang berkaitan dengan harta ini harus dengan persetujuan suami dan isteri; dan
2. harta bawaan masing-masing, misalnya hadiah atau warisan. Terhadap harta ini masing-masing suami atau isteri dapat bertindak tanpa persetujuan pihak lainnya.
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain
.
Pasal 36
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Yang harus diketahui terlebih dahulu adalah, termasuk dalam jenis harta yang manakah tanah yang dijadikan jaminan ke bank itu? Apabila termasuk harta bersama, maka Ibunda harus memperoleh persetujuan suami atau ahli warisnya jika akan menjadikan jaminan atas tanah tersebut.
Jika termasuk harta bawaan, maka ibunda dapat bertindak sendiri tanpa persetujuan siapapun juga.
Jadi, untuk menilai sah atau tidaknya perjanjian pemberian jaminan (Hak Tanggungan), teliti dahulu jenis hartanya dan siapa yang menandatanganinya.
Mengenai take over atas kredit, bank berhak menerima atau menolak take over tersebut dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak akan merugikan
bank. Adanya informasi bahwa Kakak nomor 1 telah pailit, secara hukum harus dibuktikan dengan putusan pengadilan (UU No. 37 Tahun 2004).
Jadi sepanjang tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan pailit, maka seseorang belum dinyatakan pailit. Bank dalam menerima permohonan take over harus berlandaskan perhitungan-perhitungan yang matang.
Jadi, yang dapat Ibu Erna lakukan adalah:
1. memastikan apakah tanah tersebut harta bersama (harta gono gini) atau bukan. Jika harta tersebut harta bersama maka para ahli waris harus ikut menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan.
2. Jika harta tersebut harta bersama tetapi tidak ada persetujuan atau tanda tangan ahli waris yang lain, maka Pembeian Hak Tanggungan tersebut cacat hukum.
3. Apabila pemberian hak tanggungan cacat hukum, maka ibu dapat memilih:
a. Menggugat di pengadilan; atau
b. Mengikuti saran bank untuk bermusyawarah. Dalam musyawarah tentunya diharapkan hasilnya tidak memberatkabn keluarga Ibu Erna.
Mengenai pengacara milyaran yang dibayar bank, perlu ibu ketahui bahwa dalam memutus perkara, majelis hakim akan memutus perkara berdasarkan fakta dan bukti di persidangan, bukan berdasarkan mahalnya bayaran seorang pengacara.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum..
Pak isi blognya gak nambah-nambah?
Wassalamualaikum..
‘Afuwwun
===
wa’alaikumussalam
Iya, saya masih belum sempat nulis…akhir-akhir ini sering tugas ke Kaltim dan Sulbar. Meskipun sekadar tulisan ringan, saya berusaha nulis dengan serius…karena apa yang tertulis harus dapat saya pertanggungjawabkan secara vertikal dan horizontal. Insya Allah sebentar lagi mau nulis lagi,,,
Wassalam
Ismail Marzuki