Hukum Perikatan

Curhat Hukum mengenai perikatan dan perjanjian

0 Balasan pada Hukum Perikatan

  1. Agus Saeful ridho berkata:

    Asslmlkm wr wb,,pak ISMAIL MARZUKI,semoga kita semua dlm lindungan yg maha kuasa amin,,sy mau tanya pak,kronologi nya begini : ada seseorang kontractor memesan/order brg dan lengkap dengan pemasanganya(komplit)ke sy,dengan anggaran biaya atau bajaj total Rp=38.800.000,debgan termijn/DP Pertama 9.500.000 dan DP ke dua 5.000.000 dan brg tersebut sdh sy berikan dan pasang sesuai pesanan dan sy selesaikan,,akan tetapi susa pembayaran yg 24.800.000 tersebut blm jg di lunasi sampai akhirnya sy buatkan perjanjian hutang piutang dengan saksi 3 org dan bermatrei 6000,selanjutnya sy menulis perjanjian tersebut dengan memberi jangka waktu,,tetapi sampai jangka waktu tersebut telah lewat 20 hari blm jg di lunasi sedangkan perjanjian tersebut dia memberikan jaminan sertifikat hak milik tetapi sertifikat trsbt atas nama orang lain..tetapi tetap sertifikat tersebut milik dia yg dapat dari cara membeli,cuman blm di balik nama..
    Pertanyaan saya : apakah sertifikat dan tanahnya bisa sy jual walaupun atas nama org lain ?
    Apakah surat perjanjian tersebut bs di jadikan kuasa jual beli ?
    Semoga jawaban bpk bs membuat jera org2 yg berhutang.trksh wsslm

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Agus Saeful Ridho

      Wa’alaikumussalam

      Menanggapi pertanyaan Bapak Agus, khususnya mengenai keberadaan sertifikat tanah yang ada di tangan Bapak, bahwa keberadaan sertifikat tanah secara fisik (fisik sertifikat) di tangan Bapak secara hukum adalah sah karena Bapak menguasai sertifikat itu bukan hasil kejahatan.

      Akan tetapi, sertifikat adalah “hanya” bukti pemilikan atas tanah. Sertifikat itu sendiri bukanlah tanah. Sebagai bukti pemilikan atas tanah, maka nama yang tercantum di dalam sertifikat-lah sebagai nama yang berhak atas tanah tersebut.

      Dengan demikian, karena tidak tercantum nama Bapak Agus di sertifikat tersebut, Bapak Agus tidak berhak untuk menjual tanah meskipun fisik sertifkat ada di tangan Bapak Agus
      .
      Surat perjanjian yang telah Bapak buat tidak dapat dianggap sebagai kuasa jual beli. Surat Kuasa jual harus ditandatangani oleh orang yang namanya tercantum di sertifikat sebagai pemilik dan disetujui oleh isteri/suaminya.

      Jadi, meskipun mitra bisnis Bapak mengakui bahwa tanah tersebut adalah milik dia, tetapi karena di sertifkat masih tercantum milik orang lain, maka pengakuannya tidak memiliki landasan hukum.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Wassalam

      Ismail Marzuki

  2. yanti berkata:

    Assalamualaikum pak ismail,
    perkenalkan saya yanti, saya mau menanyakan ttg masalah pembayaran cicilan dan surat perikatan.

    Bulan agustus 2014 yg lalu saya mengambil kavling tanah dan sudah membayar DP 30%.
    Di bulan september, kami berniat untuk memulai membayar cicilan Pertama, namun saya masih ragu dan takut krn surat perikatan jual beli belum saya terima.
    Hingga bulan november ini surat yang dijanjikan oleh developer belum saya terima dan saya masih enggan membayar cicilan jika surat belum saya terima. Ketika saya tanyakan ke developer selalu dijawab belum jadi dan mereka meminta kami untuk mulai pembayaran cicilan. saya dan suami baru pertama kali dalam melakukan transaksi ini. sebaiknya bagaimana ya pak? Apakah kami bayar sajja cicilannya namun belum terima suratnya?

    Trims sebelumnya

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Ibu Yanti

      Wa’alaikumussalam

      Surat perikatan semestinya ditandataangani bersamaan waktunya antara pembeli dengan penjual. Dengan demikian, pada saat itu juga pemblei meyakini bahwa hak dan kewajibannya benar-benar telah disepakati juga oleh penjual. Jika salah satu pihak belum menandatangani, maka surat perikatan tersebut belum berlaku. Sebaiknya, ibu meminta agar surat itu segera diserahkan ke ibu, dan setelah itu membayar cicilan pertama.

      Agar ada bukti bahwa penjual telah lalai menyerahkan surat perikatan, maka ibu harus membuat permintaan secara tertulis kepada penjual disertai tanda terima surat.

      Dalam surat permintaan tersebut, cantumkan pula syarat bahwa ibu benar-benar berniat membayar cicilan pertama jika sudah ada kepastian diterimanya surat perikatan.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  3. alfon berkata:

    Pak mau nanya sedikit tentang PerjanjianJual Beli Tanah.
    Mr A Pembeli tanah, Mr B Penjual Tanah.
    Mr A memberikan jaminan berupa Cek giro asli sebanyak 2 lembar yang tanggalnya berbeda kepada Mr B dibuat tanda terima dan ada perjanjiannya.
    Sebelum Mr A melakukan pembayaran pertama atas cek tersebut, Mr B tidak diketahui keberadaannya, dan karena tidak diketahui keberadannnya maka Mr A melapor ke polisi telah kehilangan Cek Giro 2 lembar dan memblokir di bank.
    Beberapa lama kemudian Mr C yang tidak diketahui asal usulnya, mengirim somasi ke Mr A atas pemblokiran tersebut.

    Mohon saran atas kasus tersebut ya pak?

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Alfon

      Pada saat Mr A menyerahkan cek giro kepada Mr B, maka kewenangan atas cek gito tersebut ada pada Mr B. Laporan kehilangan (jika memang hilang) seharusnya dilakukan oleh Mr B. Jadi, jika laporan kehilangan itu dibuat oleh Mr A, pihak lain patut menduga ada indikasi itikad tidak baik dari Mr A.
      Apabila Mr A ingin menarik kembali cek-nya, maka penarikan hanya dapat dilakukan jika telah melebihi jangka waktu 70 hari sejak tanggal penarikan.

      Sebagai saran, mohon lihat kembali catatan kapan Mr A menerbitkan cek giro tersebut. Jika setelah 70 hari cek tersebut tidak digunakan, Mr A dapat menarik kembali cek tersebut.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  4. Anti berkata:

    Sebagai tambahan:

    Apakah kendala yang sekiranya bisa timbul atas transaksi jual beli ini? saya sangat awam sekali mengenai jual beli dan ini juga merupakan transaksi saya yang pertama.
    Trims

  5. Anti berkata:

    Assalamualaikum Bpk Ismail,

    Mohon saran dan tanggapannya pak,
    Saya berniat membeli rumah kavlingan secara cash bertahap dan posisi saat ini saya sudah DP 30% pada yang menjual (Mr. A). Namun, saya baru mengetahui jika orang yang menjual tersebut merupakan orang yang diberi kuasa untuk menjual tanah tersebut oleh yang mempunyai tanah (Ms. B).

    Mr. A & Ms. B mempunyai Perjanjian Kerjasama (PKS) tersendiri untuk menjual dan memasarkan tanah kavlingan + bangunan tsb. Posisi sertifikat sekarang masih dalam proses pemecahan. Notaris MR. A memang sudah mengeluarkan Cover note bahwa sertifikat atas Ms. B tersebut sedang dalam proses pemecahan di BPN dan memakan waktu hingga +/- 3 bulan.

    Selain itu menurut Notaris, Perikatan Jual Beli saya ini hanya bisa dibuat “Konfirmasi Penjualan” bukan “PPJB” dikarenakan progress bangunan belum dibangun sampai 20%.
    Sedangkan untuk AJB, notaris menginformasikan dapat dilakukan jika Sertifikat & PBB sudah dipecah dan saya telah melakukan pelunasan.
    yang saya ingin tanyakan, sekarang :

    1. Bagaimana kekuatan hukum atas “Konfirmasi Penjualan” ini dibanding dengan “PPJB” jika dua-duanya dibuat dihadapan notaris?? Apakah itu bisa dikatakan “aman” untuk saya??

    2. Untuk AJB nanti saya lakukan dengan Mr. A atau Ms. B? mengingat MR. A sudah mendapat kuasa dari Ms. B?

    3. Jika telah AJB, maka sertifikat dapat langsung di balik nama atau tidak?

    terima kasih atas waktunya.

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan
      Ibu Anti
      Wa’alaikumussalam
      1. Konfirmasi Penjualan berbeda dengan PPJB. Dalam PPJB terdapat janji-janji pembeli untuk membeli rumah pada suatu waktu tertentu jika syarat-syarat terpenuhi, juga ada janji-janji penjual untuk menjual rumah pada suatu waktu tertentu jika syarat-syarat terpenuhi. Dalam konfirmasi penjualan, hanya memaut penegasan atas barang yang akan dijual. Jadi lebih aman PPJB.
      2. Jika surat kuasa tersebut dibuat secara notaril maka jual beli dapat dilakukan dengan Mr. A. akan tetapi jika surat kuasa tersebut dibuat di bawah tangan, seharusnya yang menandatangani adalah Mr. B.
      3. Jika sertipikat pemecahan sudah ke atas nama Mr B, maka dibuat AJB, kemudian dibalik nama lagi ke atas nama Ibu Anti.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  6. anwar berkata:

    Assalamuaikum bapak ismail, sy mhn pencerahannya masalah aturan yayasan pendidikan. Yayasan membuat aturan al sbb : Bagi karywn/guru yg masa kerja lbh dari 2 th, bila daftar ke instansi lain atau pns , pd kesemptn pertama, dan diterima mk emberi infak ke yysn sebesar 5 x gj pokok. Bl tdk diterima dan baru kesempatan kedua ditrima mk memberi infak ke yysn sebesar10 x gj pokok terakhir.
    Pertanyaan : 1. Apakah pembebenan itu yg sifatnya memaksa itu dibenarkn me.urut hukum ?. 2. Istri sy sdh kerja selama 8 th d skrg pindah ke instansi lain dan diterima hrs membyr infak ke yysn 5 x gj pokok. Blhkah istri sy tdk memenuhi aturan yg disepakati secara terpaksa itu ? Bila tdk dibayar mk semua srt2 akan ditahan yysn. Trims.

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Anwar

      Mengacu pada Penjelasan Pasal 13 UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Zakat, infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Menurut hukum positif di Indonesia, pemberian infaq tidak wajib, oleh karena itu tidak ada satu pihakpun yang boleh memaksakan seseorang untuk memberikan infaq.

      Jika suatu organisasi ingin memungut infaq secara ruitn dari pegawainya, maka pemungutan tersebut harus berdasarkan persetujuan pegawai dan dilakukan secara sukarela. Akan tetapi mengingat posisi pegawai yang “lemah” persetujuan bisa terjadi karena terpaksa.
      Tindakan yayasan meminta infaq secara paksa tersebut tidak memiliki landasan hukum yang sah, dan termasuk perbuatan melawan hukum. Apabila yayasan secara sepihak menahan harta benda milik pegawai maka tindakan yayasan tersebut adalah perbuatan melawan hukum.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  7. Salam pak ismail, perkenalkan saya siwadi, saya ada kasus mengenai perjanjian pada thn 2011 sesorang memberikan saya modal rp 25 jt dan dikirimkan saya karyawan 2 org ponakannya sendiri utk bekerja. ponakannya yg 1 saya tempatkan di usaha saya utk menggantikan saya, dan yg 1 saya ajak utk membuka lahan baru untuk tempatnya di cairkan modal yg 25 jt tsb. dengan si pemberi modal bertanggung jawab atas perbuatan keponakannya ini di sampaikan secara lisan. setelah jadi lahan baru, setiap bulan sy transfer ke rekening BNI si pemberi modal kadang 2 jt, 2,3jt.sejumlah uang yg sdh sy kirim rp 31.900.000.00. beberapa bln kemudi keponakannya memakai uang tagihan, dan memalsukan pinjaman sebanyak 40 jt habis semua di lapangan seolah2 yg minjam kosumen ternyata dia yg make uangnnya. sy laporkan ke pemannya dan mengatakan keluarkan dia. setelah dua thn dia mengih saya agar sy membayar uang tsb yg 25 jt tambah bunga. kalau tidak dia menuntut saya. bagaimana langkah saya utk menghadapinya trms

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Bapak Siswadi

      Jika uang Rp 25 juta yang diberikan kepada Bapak berupa penanaman modal, maka tidak ada kewajiban bagi Bapak untuk mengembalikan uang tersebut sepanjang usaha yang Bapak jalankan sudah sesuai dengan prinsip usaha yang baik dan kehati-hatian. Dalam perjanjian penanaman modal, biasanya yang terjadi adalah pembagian bagi hasil antara pemberi modal dengan pelaksana. Bapak telah menyerahkan sekitar Rp 31.900.000,- merupakan bagi hasil atas usaha yang bapak jalankan.

      Berbeda halnya dengan pinjam meminjam uang. Jika yang Rp 25 juta tersebut dianggap sebagai pinjam uang, maka Bapak wajib mengembalikan pokoknya yang sebesar Rp 25 juta. Seandainya-pun uangtersebut dianggapn pinjaman, maka penyerahan uang yang Rp 31.900.000,- seharusnya dapat dijadikan sebagi pengembalian pinjaman.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  8. Rina berkata:

    malam pak..pd tgl 17 desember yl sy ada pertanyaan sm bapak tentang jual beli dg seorang teman dimana tanah sy yg dibeli akan dilunasi setelah selesai pemecahan pak…tp sampai hr ini tgl 2 ferbruari pemecahan tersebut belum selesai juga…sy dtg ke kantor bpn untuk menanyakan perkembangan pemecahan tsb…jawab bpn bahwasanya surat terrsebut tersangkut pada yg beli tanah..karena dia belum menyerahkan berkas batas2 yg seharusnya di tandatangani sebelah menyebelah org bpn bilang sudah 2 minggu berkas tsb berada di tangan pembeli pak…sy seperti membaca ada niat pembeli untuk memperlambat penyelesaian pemecahan tsb pak krn sewaktu sy hub pembeli dia membuat alasan macam2 yg tidak masuk diakal pak…sy bilang sm pembeli tsb pak klo susah x urusan penyelesaian surat2 tsb lebih baik kita batalkan saja perjanjian jual beli sy bilang ..dia jawab ya gitu pak..pertanyaan sy apakah memang bisa dibatalkan perjanjian jual beli sementara sertifikat sudah atas nama pembeli tsb pak?sy sangat mengharapkan jawaban bapak terima kasih sebelumnya pak marzuki….

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Ibu Rina

      Jual beli antara Ibu Rina dengan pembeli sudah selesai meskipun si pembeli belum melunasi kewajiban pembayaran. Tanah yang sudah dijual, saat ini sah sebagai milik pembeli.

      Jual beli yang demikian tidak dapat dibatalkan, tetapi Ibu dapat menuntut pembeli untuk memenuhi kewajiban pembayaran.

      Jika menurut ibu ada indikasi kesengajaan dari pembeli, maka ibu harus dapat membuktikan indikasi tersebut. Apabila kecurigaan ibu tidak ada bukti pendukungnya, maka ibu tidak dapat mengajukan gugatan apapun atas lambatnya penyelesaian surat-surat tanah.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  9. Assalammulaikum WR WB.
    Terima kasih ada forum ini sehingga saya bisa konsultasi thd masalah yg saya hadapi,
    Saya pada bulan oktober 2013 membeli rumah tepat disamping rumah saya over credit..sepakat krn tetangga pindah ke makassar maka rumahnya dijual over credit dengan harga 60juta, krn saya berminat akhirnya saya menyetujui dengan DP 10 juta bulan nov dibayarkan ke rek nya sisanya awal bulan januari 2014 akan diselesaikan di kendari. karena saya memegang prinsip itikad baik maka bulan nov saya transfer Rek mandirinya 14jt (DP), bulan nov transfer ke rek BTNnya 1,8jt (sebagai lanjutan cicilan rumah di bank BTN Bulan Nov2013-Jan2014) mengingat akan penyelesaian bulan jan 2014. singkat cerita saya telp tgl 3 januari krn sy kesulitan penuhi saya minta sampai 28 januari tp beliau tidak mau, akhirnya tgl 7 januari saya transfer 40 jt ke Rek mandirinya sisanya sepakat 6jt diselesaikan di kendari dirumah saya bulan ini. tetapi setelah dana sudah saya siapkan yg 6 jt dan notaris sudah saya siapkan(saya niat tanggung biaya notarisnya) tetapi dia tidak kunjung datang jika di telp masih mau minta cuti dgn bosnya dan terakhir dia minta kenaikkan harga 10jt jadi 70jt harganya jika tidak akan bibatalkan dan dikembalikan uangnya krn pendapat dia belum ada hitam diatas putih jd belum sah. saya tidak mau mengingat saya sudah itikad baik menyelesaikan pembayaran+cicilan sudah ditanggung+rumah disamping sudah saya cat dan bersihkan buat taman dan direnovasi sedikit ( krn waktu itu dia bilang krn rumah sudah jadi milik anda jd cicilan sudah harus saya yg lanjutkan walau administrasinya belum) jadi saya tidak ingin dibatalkan hanya ingin diselesaikan sesuai kesepakatan awal 60jt selesai bulan januari. Saya mohon infonya apakah secara hukum bisa dgn seenaknya menaikkan harga atau membatalkan mengingat saya dan dia tidak ada hitam diatas putih sebelumnya karena itikad baik prinsipnya saling percaya dan kekeluargaan.
    Mohon infonya pak…terima kasih sebelumnya…
    Wasslammulaikum WR Wb.

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Ibu Ayu Priyono Putri

      Wa’alaikumussalam

      Berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah:
      1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
      2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
      3. suatu pokok persoalan tertentu;
      4. suatu sebab yang tidak terlarang.

      Secara umum, perjanjian yang dibuat secara lisan adalah sah. Dengan perjanjian tersebut kedua pihak wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati.

      Dalam perjanjian jual beli, cukup dengan kata sepakat maka perjanjian itu sudah lahir.

      Pasal 1457 KUH Perdata

      Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

      Pasal 1458 KUH Perdata

      Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.

      Apabila para pihak bermaksud untuk mengubah perjanjian (termasuk masalah harga), maka perubahan tersebut harus atas persetujuan pihak lainnya.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  10. Rina berkata:

    terima kasih sekali lg pak marzuki mudah2an semua akn berjalan lancar amin…

  11. Rina berkata:

    terima kasih untuk jawaban bapak ini sangat bermanfaat untuk sy..sy mau tanya lg pak apabila setelah selesai pemecahan tp pembeli tidak membayar sisa pembelian tanah tersebut kemana sy harus mengadu untuk menuntut pembatalan jual beli tersebut pak marzuki…sekali lg terima kasih unut waktu bapak

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Ibu Rina

      Saya berharap semoga pembeli tergerak hatinya untuk membayar sisa harga pembelian. Apabila sampai dengan pemecahan belum juga ada pembayaran, maka Ibu Rina dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  12. Rina berkata:

    selamat malam pak sy mau konsultasi dg bapak…sy punya masalah yg cukup rumit sekitar 2 bulan yg lalau sy menjual sebidang tanah kpd seorang teman…dia sudah memberi panjar sepertiga dr harga tanah kami sepakat bahwa pelunasan akan dilakukan setelah selesai pemecahan sertifikat karena dia mau membuat tanah kaplingan..dua minggu y lalu sertifikat sudah selesai di balik nama ke atas nama pembeli tersebut..tp sampai hr ini dia belum memasukkan berkas untuk pemecahan ke BPN,.sy jd ragu pak sy takut dia sengaja memperlambat proses pelunasan,apakah perjanjian kami tersebut masih bs sy batalkan pak?atau apakah tanah yg sudah di balik nama tsb masih bisa sy gugat?atau apa yg harus sy lakukan agar dia tidak memperlambat pak?demikianlah pertanyaan sy pak marzuki terima kasih

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Ibu Rina

      Dalam jual beli terdapat hak dan kewajiban penjual maupun pembeli. Kewajiban Penjual dalah menyerahkan barang (tanah) sedangkan kewajiban pembeli adalah membayar harga tanah.

      Pasal 1474 KUH Perdata

      Penjual mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.

      Pasal 1513 KUH Perdata

      Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan.

      Jadi, apabila pembeli belum membayar harga tanah tersebut, jual beli tetap sah. Pembeli berkewajiban melunasi harga tanah sesuai dengan kesepakatan kedua pihak.

      Hak Ibu Rina selaku penjual adalah menuntut pembayaran dari pembeli. Akan tetapi mengingat ada syarat dan kondisi pelunasan yaitu setelah pemecahan selesai, maka pembeli berhak menahan pembayaran sampai dengan proses pemecahan sertipikat selesai.

      Yang harus ibu perhatikan adalah, apakah ada ketentuan dalam perjanjian yang ibu buat dengan pembeli mengenai jangka waktu bagi pembeli memasukkan berkas pemecahan ke BPN.

      Dengan adanya jangka waktu tersebut, maka jangka waktu tersebut dapat digunakan ibu Rina untuk menagih pembeli. Apabila tidak diperjanjiak sebelumnya mengenai jangka waktu memasukkan berkas ke BPN, maka asas kepatutan yang bisa diterapkan dalam hal ini. Artinya jika pembeli tidak memiliki alasan untuk menunda pemasukan berkas pemecahan ke BPN, maka pembeli dianggap telah beritikad tidak baik.

      Pasal 1517 KUH Perdata

      Jika pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan jual beli itu menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1266 dan 1267.

      Demikian, semoga bermanfaat.

      Ismail Marzuki

  13. Haidir berkata:

    Assalamualikum. wr. wb
    Perkenalkan nama saya Haidir, saya sangat berterimakasih atas forum ini karena memberikan manfaat kepada masyarakat yang awam hukum. semoga Bpk selalu sehat walafiat. Pertanyaan saya sebagai berikut: saya mengontrak rumah untuk 4 tahun kepada bpk A dengan menggunakan perjanjian bermaterai, kontrak baru berjalan 1 thn, Bapak A tersebut pinjam uang ke bank dan mengagunkan sertifikat rumah yang dikontrakan tersebut. Bapak A tersebut bermasalah dalam setoran ke Bank, sehingga pihak bank bilang bahwa Bank bisa ambil rumah ini kapan saja. Pertanyaannya: Bagaimana perlindungan hak saya atas kontrak 3 tahun lagi? Karena saya merasa di rugikan, bagaimana upaya hukum yang harus saya lakukan?
    Atas jawaban bapak Ismail Marzuki saya ucapkan terimakasih.

    • Ismail Marzuki berkata:

      Tanggapan

      Wa’alaikumussalam

      Bapak Haidir, terima kasih atas doanya, semoga kebaikan juga Allah limpahkan buat bapak dan keluarga.

      Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak (Pasal 1547 KUHPerdata)

      Dalam sewa menyewa diperjanjikan adanya waktu tertentu. Apabila antara pemilik rumah dan penyewa telah sepakat bahwa jangka waktu sewa adalah 4 tahun maka kedua pihak harus mentaati kesepakatan tersebut.

      Seorang penyewa dilindungi haknya oleh hukum untuk menempati rumah sewa sampai dengan berakhirnya jangka waktu sewa, bahkan meskipun rumah tersebut dijual oleh pemiliknya kepada pihak lain, hak sewa tidaklah hapus sampai hak sewa tersebut berakhir jangka waktunya, kecuali ada kesepakatan sebelumnya. Apabila dalam perjanjian sewa menyewa disepakati bahwa sewa menyewa berakhir bila rumahnya dijual, maka penyewa tidak dapat menuntut hak atas sisa jangka waktu sewa. Tetapi apabila dalam perjanjian tidak ada kesepakatan tersebut, maka meskipun barang/rumah dijual, penyewa tetap berhak untuk menempati rumah sewa sampai berakhirnya sewajangka waktu .

      Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Jika ada suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi (Pasal 1576 KUHPerdata)

      Pemindahan hak milik atas rumah yang sedang dalam hubungan sewa menyewa tidak mengakibatkan hapusnya atau terputusnya hubungan sewa menyewa rumah. (Pasal 13, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik)
      Jika rumah tersebut diambil alih oleh bank/sita, berarti ada pemindahan hak. Mengacu pada peraturan di atas, Bapak Haidir masih berhak atas rumah sewa tersebut atau dapat menuntut ganti rugi dari pemilik.

      Demikian, semoga bermanfaat

      Wassalam

      Ismail Marzuki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *