selamat malam,
sebelumnya saya minta maaf kalau pertanyaan saya salah tempat
saya adalah pedagang,saya mendpat kepercayaan dari wali murid untuk mengumpulkan tabungan,semakin lama makin banyak yg nabung ke tempat saya,orang umum,sedang tabungan yg terkumpul saya gunakan untuk memperbesar usaha saya,agar dapat semakin berkembang,untuk antisipasi,sewaktu2 penabung mengambil tabunganya,apakah tindakan yg saya ambil salah di mata hukum,karna saya jd bingung ada teman bilang,sebagai pemegang tabungan masyarakat harus memiliki badan hukum,sedangkan tabungan di tempat saya istilahnya hanya menyisihkan uang jajan untuk pendaftaran kenaikan sekolah.
apakah ada batasan nominal dana yg harus memiliki badan hukum/pengawasan ojk?
tindakan apa yg harus saya ambil?
Mengacu pada UU Perbankan, setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, harus memiliki izin.
Pasal 16 UU Nomor 10 Tahun 1998.
(1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
Pasal 1 angka 5 UU No. 10 Tahun 1998
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
Selain itu, menggunakan dana tabungan untuk digunakan sebagai usaha dapat berisiko apabila terjadi kerugian pada usaha yang dijalani yang berakibat bapak tidak dapat mengembalikan uang masyarakat. Jika itu yang terjadi, bapak dapat dikenakan pidana penggelapan.
Jika niatnya hanya sebagai uang titipan, maka sebaiknya uang simpanan tersebut tidak digunakan untuk kegiatan usaha agar tidak dianggap lembaga keuangan.
Saya mohon bantuan Bapak untuk memberikan masukan mengenai permasalahan yang terjadi di sekolah anak saya.
Di suatu sekolah SMP (nama saya samarkan, SMP ABCD), ada mata pelajaran Al-Qur’an yang diajar oleh seorang guru laki-laki (bernama Bpk A). Di SMP ABCD kelas murid perempuan terpisah dengan murid laki-laki.
Ketika Bapak A ini mengajar pelajaran Al-Qur’an di kelas perempuan, Bapak A mengeluarkan ucapan yang tidak pantas diucapkan oleh seorang guru, terlebih lagi guru pelajaran Al-Qur’an. Bapak A mengatakan bahwa bibir murid-murid perempuan itu sexy saat sedang membaca Al-Qur’an. Mendengar ucapan Bapak A tersebut, murid-murid yang berusia remaja tersebut merasa terganggu dan menjadi tidak nyaman. Selain itu ucapan tersebut tidak pantas diucapkan oleh guru terhadap muridnya.
Dalam kasus lain, ada murid perempuan melambaikan tangan ke taman lainnya sebagai tanda berpisah, si anak murid mengatakan :”da..da..”. Ucapan ini adalah ucapan yang biasa diucapkan setiap orang ketika berpisah. Tetapi Bapak A berkata kepada si murid bahwa kalau mengucapkan “da..da” harusnya tidak memakai tangan, lalu Bapak A mengatakan: “eehh ini kelas anak perempuan yaa.. Bapak nggak boleh bilang”.
Menurut saya, ucapan-ucapan Bapak A tersebut sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa murid dan sudah bersifat pelecehan.
Pertanyaan saya adalah:
1. Apakah tindakan atau ucapan bapak A tersebut (mengenai bibir sexy) pantas dilakukan terhadap murid-murid perempuan?
2. Apakah hanya di kelas perempuan saja seorang guru tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menjurus pelecehan (dalam kasus “da…da”)
3. Apakah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum atau tidak?
Mohon penjelasan dari bapak Ismail Marzuki
Terima kasih atas kesediaan Bapak meluangkan waktu menjawabnya.
Membaca permasalahan yang Bu Santi ajukan, saya sempat terhenyak dengan informasi yang Ibu sampaikan. Meskipun latar belakang saya adalah dalam bidang hukum dan pemahaman keagamaan saya terbatas, tetapi saya memiliki pandangan ideal tentang seorang guru agama.
1. Mengenai pantas dan tidak pantas atas apa yang dilakukan guru tersebut, sebenarnya kita kembalikan pada adat istiadat serta nilai-nilai agama yang dianut masyarakat sekitarnya. Akan tetapi secara umum dapat saya sampaikan bahwa nilai-nilai yang hidup di masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah sangat menjunjung tinggi sopan santun terutama antara guru dan murid.
2. Suatu ucapan yang secara umum diketahui sebagai ucapan yang bersifat tidak sopan, tidak hanya “terlarang” dilakukan dihadapan satu golongan orang tertentu saja (golongan kelamin jenis kelamin perempuan) tetapi juga terlarang diucapakn di hadapan murid laki-laki. Terlebih lagi jika dalam hubungannya antara guru dan murid.
3. Dari sudut pandang hukum positif, maka tindakan atau ucapan yang dilakukan seorang guru (Bapak A) telah termasuk perbuatan melawan hukum, bahkan masuk dalam ranah hukum pidana.
Mengacu pada UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dapat ditemukan pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan terhadap anak, termasuk perlindungan ketika anak berada di lingkungan sekolah.
Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2002 “(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.”
Penjelasan atas Pasal 13 ayat 1 huruf f:
“Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak.”
Pasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
“Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”
Pasal 54 tersebut secara jelas dan tegas telah menyebutkan adanya kewajiban untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan yang dilakukan guru dan pengelola sekolah. Dengan demikian, jika ada guru yang melakukan tindakan kekerasan terhadap murid, maka murid tersebut harus mendapat perlindungan.
Apa yang dimaksud dengan kekerasan?
Dalam Penjelasan Pasal 13 ayat 1 huruf d UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perlakuan kekerasan dan penganiayaan, misalnya perbuatan melukai dan/atau mencederai anak, dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan sosial.
Dengan demikian, ucapan yang dapat melukai kondisi mental murid dapat dikategorikan sebagai kekerasan. Mempermalukan murid juga bagian dari tindakan kekerasan secara non fisik.
Ancaman Hukuman:
Pasal 80 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
“(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalamayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.”
saya ingin bertanya mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang kartu uang elektronik / e-money, pada dasarnya tidak dijelaskan secara tegas mengenai perlindungan terhadap pemegang kartu berdasarkan PBI No. 11/12/PBI/2009, sepengetahuan saya bahwa pemegang kartu khususnya yang dikeluarkan oleh Bank, tidak harus menjadi nasabah. ketika kartu hilang, penerbit tidak bertanggung jawab atas kehilangan kartu dan saldo yang ada di dalamnya. pertanyaan saya, bagaimanakah perlindungan dan upaya hukum yang dapat diberikan kepada pemegang kartu berdasarkan PBI tersebut? karena menurut saya masih ada kekosongan hukum. terimakasih
Uang Elektronik merupakan alat pembayaran yang bersifat tunai. Dalam fungsinya sebagai alat pembayaran, maka uang eletronik dapat digunakan oleh siapa saja sepanjang kartu atau medianya dipegang oleh orang tersebut. Berbeda dengan kartu ATM yang merupakan alat penarikan uang simpanan, pada uang elektronik tidak menggunakan PIN. Dengan demikian, berkurangnya dana akibat penggunaan kartu uang eletronik sepenuhnya tanggung jawab pemegang uang eletronik. Pada kartu ATM, setiap orang bisa menggunakan kartu ATM milik orang lain sepanjang dia mengetahui nomor PIN ATM tersebut.
Jadi, jika kartu uang elektronik hilang, maka Penerbit/bank tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas berkurangnya dana tersebut, karena fungsi uang elektronik yang sama dengan uang biasa sebagai alat pembayaran. Upaya yang dapat dilakukan jika uang elektronik hilang adalah dengan melaporkannya ke pihak penerbit untuk memblokir dana tersebut, tetapi Penerbit tidak bertanggung jawab mengganti dana yang telah digunakan sebelumnya.
Selamat malam pak saya hendro dari kupang ntt
beberapa bulan lalu saya punya sahabat dia membatu saya pada waktu susah dengan dia memberikan saya sejumlah uang tanpa menyebutnya sebagai pinjaman dan sekarang ketika hubungan kami tidak sebaik dulu (tidak bersahabat lagi) dia menuduh saya meminjam uang ke dia dan menuduh saya menipu dia. padahal saya tidak pernah meminjam uang ke dia, dan dia sendiri yg berinisiatif membantu saya.
mohon solusinya secara hukum pak.
terimakasih.
Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
Berdasarkan ketentuan pasal 1865 tersebut, jika sahabat Bapak Leander menuduh bahwa Bapak Leander berutang kepada dia, maka dia harus membuktikan tuduhannya.
Jadi, sepanjang dia belum mengajukan bukti apapun, sebaiknya Bapak Leander bersikap menunggu.
apa kabar pak Ismail Marzuki..
saya pernah memperbaiki hp, di counter hp. setelah di perbaiki dan slesai ternyata upahnya mahal sekali,(beda dgn counter hp yg lainya mereka bilang itu terlalu mahal) kemungkinanan karna sya tdk bertnya brpa upahnya namun sya kira itu tidak msalah. sya sempat berdebat disana, bgaimana tanggapan bpk…
Dalam setiap transaksi, konsumen berhak mengetahui harga dari suatu jasa terlebih dahulu. Konsumen juga wajib membayar harga berdasarkan harga yang telah disepakati sebelumnya. Kesepakatan tersebut dapat dibuktikan dengan kesediaan konsumen untuk menggunakan jasa setelah melihat tarif yang tercantum.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah:
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Terima kasih atas jawabanya di atas pak Ismail, lalu bagaimana cara process kelanjutannya supaya uang saya dapat kembali, apakah saya harus mengirimkan surat somasi atau langsung melaporkannya ke pihak kepolisian? terima kasih.
Selamat sore Pak Ismail. Saya sudah kirim beberapa surat somasi dan sampai saat ini belom ada tangkapan atau pengembalian dana. Apa yg saya harus lakukan sekarang pak? bagaimana supaya saya bisa menegakkan “UU No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”? mohon advicenya. Terima kasih banyak.
Mengacu pada ketentuan UU Perlindungan Konsumen, maka bapak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 45
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
1.Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
2.Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang, bersengketa.
Dear Pak Ismail, saya sudah mengirimkan dia somasi dan sampai sekarang belom ada balasan yg baik dari mereka, apa yg saya harus lakukan selanjutnya supaya uang saya bisa kembali? terima kasih.
Mengacu pada ketentuan UU Perlindungan Konsumen, maka bapak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 45
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
1.Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
2.Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang, bersengketa.
Dear Pak Ismail, terima kasih atas jawaban atas pertanyaan saya sebelumnya. Pertanyaan saya berikutnya terkait dgn satu perusahaan franchise yg menawarkan jasa seminar. Saya bayar untuk seminar itu dan di janjikan guarantee uang kembali apabila saya tidak mau ikut. Dan benar, saya tidak mau ikut, setelah beberapa bulan mereka tidak kasih saya jawaban/uang kembali, sekarang mereka bilang saya tidak bisa mendapatkan uangnya kembali karena alasan2 kondisi uang kembali tidak terpenuhi. Tetapi kondisi2 itu baru muncul sekarang dan tidak pernah di jelaskannya kepada saya dari dulu. Apa yg saya harus lakukan dan bagaimana caranya supaya konsumen lain tidak terjebak juga pak? kalau di kirim surat somasi, pasal apa saja yg sudah di langar oleh perusahaan ini pak ? terima kasih.
Setiap konsumen berhak atas pemenuhan janji-janji yang telah diucapkan oleh Pelaku Usaha.
UU No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Berikut ini beberapa kutipan pasal UU tersebut.
Pasal 4
“Hak konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”
Pasal 7
“Kewajiban pelaku usaha adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”
Pasal 10
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahwa penggunaan barang dan/atau jasa.”
Pasal 62
“1. Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2. Pelaku usaha yang, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.”
Sepanjang BPKB tersebut benar-benar hilang, maka tanggungjawab ibu adalah memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Ganti rugi tersebut dapat berupa penggantian dengan BPKB sejenis aatau dalam bentuk uang.
Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
“setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juta atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.”
kpada yg terhormat pak Ismail Marzuki, saya ingin curhat sedikit dan minta tanggapan bpak karna saya sdikit awam ..
suatu waktu saya buat perjanjian sama orang yg mengajarkan saya berenang dan saya telah membayar lunas Rp 300.000 untuk pelatihan berenang sampai lancar(bisa) dengan metode 2 gaya berenang, yaitu gaya dada,dan gaya bebas , tetapi di saat baru 3x saya mengikuti pelatihan kolam renangnya di rombak(dipercantik) samapi saat ini saya belum pintar dlam berenang karna hambatan kolam yg di rombak …
si pengajar brenang hanya mau mengajarkan pola brenang kpda saya jika di tempat yg rombak ini slesai di karenakan jika ia yg berenang di tempat tersebut ia tidak usah membayar uang berenang sperti para member lainnya karena bkerja di situ ..
saya bingung harus bgaimana sekarang , jika saya berhasil jumpai dia … saya akan minta uang kembali? tapi jika dia menolak karna uang telah habis atau di beralasan sesuai janji ngajar renang saya harus buat perjanjian yg bgaimana yg bisa menjadi pegangan saya di jalur hukum jika dia menipu saya karena faktor lain ? saya ingin waktu jumpa dia membuat perjanjian tertulis di surat perjanjian dnganpegangan yg kuat agar dia serius menaggapi saya…??
mhon pencerahannya pak ! terima kasih
Suatu perjanjian berawal dari adanya kesepakatan antara pihak-pihak. Dalam hal ini, jika kesepakatannya adalah membayar Rp 300.000,- sampai lancar berenang, maka kewajiban pelatih adalah memberi pelajaran sampai muridnya lancar.
Jika dalam perjanjian tidak diatur mengenai tempat belajar, maka pilihan pelatih untuk mengajar di kolam yang sedang diperbaiki tidak dapat disalahkan. Apalagi selama ini latihan berlangsung di kolam tersebut. Selain itu, jika batasannya adalah kemahiran renang, maka perjanjian tersebut masih berlaku.
Apabila anda ingin meminta uang kembali, hal itu tidak bersifat memaksa karena pelatih berhak menolak mengembalikan uang.
Jika ingin dibuat perjanjian, hal itu lebih baik, tetapi rasanya tidak lazin membuat perjanjian khusus secara tertulis untuk transaksi seperti ini.
Saran saya, sebaiknya buat saja kwitansi tanda terima pembayaran yang isinya antara lain : “pembayaran biaya latihan renang sampai lancar”.
saya pernah bekerja di salah satu toko milik perorangan selama 6 ulan
di bulan ke 3 saya sudah di tunjuk seagai ADM toko yang mengatur keuangan dan data data toko (secara lisan),setelah 6 bulan saya bekerja saya keluar karna gaji yang saya terima harus di potong karna pembengkakan telpon toko (saya ga merasa banyak menggunakan telpon tsb,)
trus saya dapat info bahwa selama uang yg saya pegang hilang nya sekitar 12 jt(sudah termasuk beban barang yang hilang) padahal saya tidak merasa uang saya ambil untuk keperluan pribadi istri saya pun tidak pernah berani mengambilnya karna tahu itu uang toko (uang harian sales di bawa kerumah karna tidak ada brangkas)
padahal sebelumnya saya pernah gadai BPKB motor sebesar 3jt untuk nutupin uang yg hilang selama saya bekerja(tidak ada saksi karyawan lain pas penggantian uang terseut yg tahu cuma istri saya) dan sekarang saya di minta sertifikat rumah oleh pihak toko untuk di jadikan jamina aggar saya bisa melunasi yg 12 jt tsb
kalau saya tidak memberikan sertifikat tsb apakah saya bisa di jerat hukum?padahal demi allah saya tidak pernah memakai uang terseut
dan apabila tidak terjerat apakah saya bisa tuntut balik?
Dalam hukum, jika seseorang menuduh orang lain telah menghilangkan suatu barang, maka tuduhan tersebut harusa didukung bukti-bukti.
Apakah pemilik toko mempunyai bukti bahwa Bapak telah menghilangkan uang tersebut?
Apakah ada bukti bahwa uang dan barang yang Bapak pegang, dan kemudian dianggap hilang, nilainya adalah 12 Juta?
Jika pemilik toko menuduh Bapak telah menghilangkan uang Rp 12 juta, adakah bukti yang menunjukkan bahwa bapak memegang uang sebesar Rp 12 juta dan kemudian uang tersebut hilang.
Jadi, meskipun setiap orang berhak melaporkan orang lain ke kepolisian, tetapi laporan atau pengaduan tersebut harus berdasarkan bukti.
Pemberian sertipikat sebagai jaminan adalah untuk keperluan hutang piutang. Jika bapak tidak pernah berhutang, maka jangan menyerahkan sertipikat tersebut.
siang pak ismail..^^
nama saya olivia..saya mau tanya pak..dulu ortu saya kredit rmh karena dulu ortu saya masih ada kredit kendaraan jadi pihak bank tidak memperbolehkan utk kpr rumah jadi setelah diputuskan karena wkt itu saya sulit untuk izin klr kantor saya memakai nama pacar saya yg wkt itu kami jg mau menikah cm syg nya skr kami putuss..dan skr dia mau mengancam over kredit rmh itu apabila saya tdk membyr uang yg dia minta dg alasan rmh itu memakai nama dia pihak bank pasti akan menyetujui apabila dia akan mengover kreditkan rmh itu..rmh itu udh jalan 5 thn dan saya bnr2 gak ikhlas bgt apabila dia mengover kreditkan secara saya yg membayar nya..apakah ada hukum yg bs membantu atau apakah bapak ada solusi untuk saya..karena itu rmh hasil prjuangan saya..
Biasanya dalam pembelian rumah dengan fasilitas KPR, nama debitur (nama yang berhutang pada bank) adalah sama dengan nama yang tercantum di sertipikat tanah yang dibeli dengan KPR tersebut.
Dari informasi yang ibu Olivia sampaikan, KPR tersebut adalah atas nama Tuan X (mantan pacar) sebagai debitur/peminjam, dan rumah juga atas nama Tuan X tersebut.
Jika keadaannya demikian, maka secara hukum rumah tersebut adalah milik Tuan X sehingga tidak diperlukan lagi take over di bank.
Jadi sebagai orang yang namanya tercantum di sertipikat tanah, Tuan X berhak untuk melakukan tindakan apapun, termasuk menjualnya.
Jika cara musyawarah tidak dapat menghasilkan mufakat, maka satu-satunya jalan adalah menggugat Tuan X di pengadilan setelah hutang bank lunas. Gugatannya adalah meminta agar Tuan X menyerahkan setipikat tanah karena uang untuk membeli tanah tersebut dibayar dari uang ibu Olivia.
saya subchan,pelajar di bandung dan tahun ini insyaallah saya ingin meneruskan ke fakultas hukum.
tapi yang masih saya pertimbangkan adalah potensi saya berbisnis di jalur hukum.
saya sangat tertarik dengan hukum , namun saya juga tertarik dengan bisnis dan saya ingin menggabungkan keduanya.
saya minta pendapat tentang hal tersebut . terima kasih…
Profesi di bidang hukum merupakan profesi mulya dan terhormat. Seseorang yang telah memilih profesi hukum dalam hidupnya tidak hanya memikirkan aspek materi/ekonomi semata-mata tetapi juga telah siap “mengabdikan” diri dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.
Istilah “berbisnis di jalur hukum” dapat berkonotasi negatif jika kita salah menempatkan kalimat tersebut. Akan tetapi jika kalimat tersebut dimaksudkan sebagai “menjalankan profesi dengan manajamen profesional” maka hal tersebut dapat diterima, maksudnya ketika seseorang membuka kantor hukum sendiri, ia mengelola dengan sikap profesional dalam melayani klien, memberikan layanan terbaik kepada klien dari sisi ketepatan waktu, kualitas legal opinion (pendapat hukum) dan semua hal yang selayaknya diterima oleh klien sebagai penerima jasa diberikan dengan baik tanpa menghilangkan aspek hukumnya. Dalam pengertian positif, “bisnis di jalur hukum” adalah membuka kantor hukum sebagai advokat, atau sebagai notaris yang pengelolaannya menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang baik.
Jika anda memiliki naluri bisnis yang baik, naluri tersebut dapat diterapkan dalam menangani profesi hukum. Seorang lawyer/advokat dituntut menguasa bidang bisnis agar dapat memahami transaksi bisnis yang sedang ditanganinya. Misalnya anda sedang menangani transaksi kerjasama dalam mendirikan perusahaan TV swasta, sebagai lawyer, anda harus memahami terlebih dahulu jenis transaksi tersebut berikut aspek bisnisnya agar dapat dituangkan dalam “bahasa hukum” dalam suatu Perjanjian.
selamat malam,
sebelumnya saya minta maaf kalau pertanyaan saya salah tempat
saya adalah pedagang,saya mendpat kepercayaan dari wali murid untuk mengumpulkan tabungan,semakin lama makin banyak yg nabung ke tempat saya,orang umum,sedang tabungan yg terkumpul saya gunakan untuk memperbesar usaha saya,agar dapat semakin berkembang,untuk antisipasi,sewaktu2 penabung mengambil tabunganya,apakah tindakan yg saya ambil salah di mata hukum,karna saya jd bingung ada teman bilang,sebagai pemegang tabungan masyarakat harus memiliki badan hukum,sedangkan tabungan di tempat saya istilahnya hanya menyisihkan uang jajan untuk pendaftaran kenaikan sekolah.
apakah ada batasan nominal dana yg harus memiliki badan hukum/pengawasan ojk?
tindakan apa yg harus saya ambil?
Tanggapan
Bapak Ghiden Sarro
Mengacu pada UU Perbankan, setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, harus memiliki izin.
Pasal 16 UU Nomor 10 Tahun 1998.
(1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
Pasal 1 angka 5 UU No. 10 Tahun 1998
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
Selain itu, menggunakan dana tabungan untuk digunakan sebagai usaha dapat berisiko apabila terjadi kerugian pada usaha yang dijalani yang berakibat bapak tidak dapat mengembalikan uang masyarakat. Jika itu yang terjadi, bapak dapat dikenakan pidana penggelapan.
Jika niatnya hanya sebagai uang titipan, maka sebaiknya uang simpanan tersebut tidak digunakan untuk kegiatan usaha agar tidak dianggap lembaga keuangan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Assalamualaikum
Selamat malam Bpk Ismail Marzuki
Saya mohon bantuan Bapak untuk memberikan masukan mengenai permasalahan yang terjadi di sekolah anak saya.
Di suatu sekolah SMP (nama saya samarkan, SMP ABCD), ada mata pelajaran Al-Qur’an yang diajar oleh seorang guru laki-laki (bernama Bpk A). Di SMP ABCD kelas murid perempuan terpisah dengan murid laki-laki.
Ketika Bapak A ini mengajar pelajaran Al-Qur’an di kelas perempuan, Bapak A mengeluarkan ucapan yang tidak pantas diucapkan oleh seorang guru, terlebih lagi guru pelajaran Al-Qur’an. Bapak A mengatakan bahwa bibir murid-murid perempuan itu sexy saat sedang membaca Al-Qur’an. Mendengar ucapan Bapak A tersebut, murid-murid yang berusia remaja tersebut merasa terganggu dan menjadi tidak nyaman. Selain itu ucapan tersebut tidak pantas diucapkan oleh guru terhadap muridnya.
Dalam kasus lain, ada murid perempuan melambaikan tangan ke taman lainnya sebagai tanda berpisah, si anak murid mengatakan :”da..da..”. Ucapan ini adalah ucapan yang biasa diucapkan setiap orang ketika berpisah. Tetapi Bapak A berkata kepada si murid bahwa kalau mengucapkan “da..da” harusnya tidak memakai tangan, lalu Bapak A mengatakan: “eehh ini kelas anak perempuan yaa.. Bapak nggak boleh bilang”.
Menurut saya, ucapan-ucapan Bapak A tersebut sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa murid dan sudah bersifat pelecehan.
Pertanyaan saya adalah:
1. Apakah tindakan atau ucapan bapak A tersebut (mengenai bibir sexy) pantas dilakukan terhadap murid-murid perempuan?
2. Apakah hanya di kelas perempuan saja seorang guru tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menjurus pelecehan (dalam kasus “da…da”)
3. Apakah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum atau tidak?
Mohon penjelasan dari bapak Ismail Marzuki
Terima kasih atas kesediaan Bapak meluangkan waktu menjawabnya.
Tanggapan
Ibu Santi
Wa’alaikumussalam
Membaca permasalahan yang Bu Santi ajukan, saya sempat terhenyak dengan informasi yang Ibu sampaikan. Meskipun latar belakang saya adalah dalam bidang hukum dan pemahaman keagamaan saya terbatas, tetapi saya memiliki pandangan ideal tentang seorang guru agama.
1. Mengenai pantas dan tidak pantas atas apa yang dilakukan guru tersebut, sebenarnya kita kembalikan pada adat istiadat serta nilai-nilai agama yang dianut masyarakat sekitarnya. Akan tetapi secara umum dapat saya sampaikan bahwa nilai-nilai yang hidup di masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah sangat menjunjung tinggi sopan santun terutama antara guru dan murid.
2. Suatu ucapan yang secara umum diketahui sebagai ucapan yang bersifat tidak sopan, tidak hanya “terlarang” dilakukan dihadapan satu golongan orang tertentu saja (golongan kelamin jenis kelamin perempuan) tetapi juga terlarang diucapakn di hadapan murid laki-laki. Terlebih lagi jika dalam hubungannya antara guru dan murid.
3. Dari sudut pandang hukum positif, maka tindakan atau ucapan yang dilakukan seorang guru (Bapak A) telah termasuk perbuatan melawan hukum, bahkan masuk dalam ranah hukum pidana.
Mengacu pada UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dapat ditemukan pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan terhadap anak, termasuk perlindungan ketika anak berada di lingkungan sekolah.
Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2002
“(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.”
Penjelasan atas Pasal 13 ayat 1 huruf f:
“Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak.”
Pasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
“Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”
Pasal 54 tersebut secara jelas dan tegas telah menyebutkan adanya kewajiban untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan yang dilakukan guru dan pengelola sekolah. Dengan demikian, jika ada guru yang melakukan tindakan kekerasan terhadap murid, maka murid tersebut harus mendapat perlindungan.
Apa yang dimaksud dengan kekerasan?
Dalam Penjelasan Pasal 13 ayat 1 huruf d UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perlakuan kekerasan dan penganiayaan, misalnya perbuatan melukai dan/atau mencederai anak, dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan sosial.
Dengan demikian, ucapan yang dapat melukai kondisi mental murid dapat dikategorikan sebagai kekerasan. Mempermalukan murid juga bagian dari tindakan kekerasan secara non fisik.
Ancaman Hukuman:
Pasal 80 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
“(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalamayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.”
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
saya ingin bertanya mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang kartu uang elektronik / e-money, pada dasarnya tidak dijelaskan secara tegas mengenai perlindungan terhadap pemegang kartu berdasarkan PBI No. 11/12/PBI/2009, sepengetahuan saya bahwa pemegang kartu khususnya yang dikeluarkan oleh Bank, tidak harus menjadi nasabah. ketika kartu hilang, penerbit tidak bertanggung jawab atas kehilangan kartu dan saldo yang ada di dalamnya. pertanyaan saya, bagaimanakah perlindungan dan upaya hukum yang dapat diberikan kepada pemegang kartu berdasarkan PBI tersebut? karena menurut saya masih ada kekosongan hukum. terimakasih
Tanggapan
Bapak Rioco
Uang Elektronik merupakan alat pembayaran yang bersifat tunai. Dalam fungsinya sebagai alat pembayaran, maka uang eletronik dapat digunakan oleh siapa saja sepanjang kartu atau medianya dipegang oleh orang tersebut. Berbeda dengan kartu ATM yang merupakan alat penarikan uang simpanan, pada uang elektronik tidak menggunakan PIN. Dengan demikian, berkurangnya dana akibat penggunaan kartu uang eletronik sepenuhnya tanggung jawab pemegang uang eletronik. Pada kartu ATM, setiap orang bisa menggunakan kartu ATM milik orang lain sepanjang dia mengetahui nomor PIN ATM tersebut.
Jadi, jika kartu uang elektronik hilang, maka Penerbit/bank tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas berkurangnya dana tersebut, karena fungsi uang elektronik yang sama dengan uang biasa sebagai alat pembayaran. Upaya yang dapat dilakukan jika uang elektronik hilang adalah dengan melaporkannya ke pihak penerbit untuk memblokir dana tersebut, tetapi Penerbit tidak bertanggung jawab mengganti dana yang telah digunakan sebelumnya.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Selamat malam pak saya hendro dari kupang ntt
beberapa bulan lalu saya punya sahabat dia membatu saya pada waktu susah dengan dia memberikan saya sejumlah uang tanpa menyebutnya sebagai pinjaman dan sekarang ketika hubungan kami tidak sebaik dulu (tidak bersahabat lagi) dia menuduh saya meminjam uang ke dia dan menuduh saya menipu dia. padahal saya tidak pernah meminjam uang ke dia, dan dia sendiri yg berinisiatif membantu saya.
mohon solusinya secara hukum pak.
terimakasih.
Tanggapan
Bapak Leander Endo Djami Raga
Pasal 1865 Kitab UU Hukum Perdata:
Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
Berdasarkan ketentuan pasal 1865 tersebut, jika sahabat Bapak Leander menuduh bahwa Bapak Leander berutang kepada dia, maka dia harus membuktikan tuduhannya.
Jadi, sepanjang dia belum mengajukan bukti apapun, sebaiknya Bapak Leander bersikap menunggu.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
apa kabar pak Ismail Marzuki..
saya pernah memperbaiki hp, di counter hp. setelah di perbaiki dan slesai ternyata upahnya mahal sekali,(beda dgn counter hp yg lainya mereka bilang itu terlalu mahal) kemungkinanan karna sya tdk bertnya brpa upahnya namun sya kira itu tidak msalah. sya sempat berdebat disana, bgaimana tanggapan bpk…
Tanggapan
Bapak Indra
Dalam setiap transaksi, konsumen berhak mengetahui harga dari suatu jasa terlebih dahulu. Konsumen juga wajib membayar harga berdasarkan harga yang telah disepakati sebelumnya. Kesepakatan tersebut dapat dibuktikan dengan kesediaan konsumen untuk menggunakan jasa setelah melihat tarif yang tercantum.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah:
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Demikian semoga bermanfaat
Ismail Marzuki
Terima kasih atas jawabanya di atas pak Ismail, lalu bagaimana cara process kelanjutannya supaya uang saya dapat kembali, apakah saya harus mengirimkan surat somasi atau langsung melaporkannya ke pihak kepolisian? terima kasih.
Tanggapan
Bapak Adrian
Bapak dapat mengirimkan somasi terlebih dahulu.
Demikian, semoga bermanfaat
Ismail Marzuki
Selamat sore Pak Ismail. Saya sudah kirim beberapa surat somasi dan sampai saat ini belom ada tangkapan atau pengembalian dana. Apa yg saya harus lakukan sekarang pak? bagaimana supaya saya bisa menegakkan “UU No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”? mohon advicenya. Terima kasih banyak.
Tanggapan
Bapak Adrian
Mengacu pada ketentuan UU Perlindungan Konsumen, maka bapak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 45
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
1.Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
2.Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang, bersengketa.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Dear Pak Ismail, saya sudah mengirimkan dia somasi dan sampai sekarang belom ada balasan yg baik dari mereka, apa yg saya harus lakukan selanjutnya supaya uang saya bisa kembali? terima kasih.
Tanggapan
Bapak Adrian
Mengacu pada ketentuan UU Perlindungan Konsumen, maka bapak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 45
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
1.Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
2.Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang, bersengketa.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Dear Pak Ismail, terima kasih atas jawaban atas pertanyaan saya sebelumnya. Pertanyaan saya berikutnya terkait dgn satu perusahaan franchise yg menawarkan jasa seminar. Saya bayar untuk seminar itu dan di janjikan guarantee uang kembali apabila saya tidak mau ikut. Dan benar, saya tidak mau ikut, setelah beberapa bulan mereka tidak kasih saya jawaban/uang kembali, sekarang mereka bilang saya tidak bisa mendapatkan uangnya kembali karena alasan2 kondisi uang kembali tidak terpenuhi. Tetapi kondisi2 itu baru muncul sekarang dan tidak pernah di jelaskannya kepada saya dari dulu. Apa yg saya harus lakukan dan bagaimana caranya supaya konsumen lain tidak terjebak juga pak? kalau di kirim surat somasi, pasal apa saja yg sudah di langar oleh perusahaan ini pak ? terima kasih.
Tanggapan
Bapak Adrian
Setiap konsumen berhak atas pemenuhan janji-janji yang telah diucapkan oleh Pelaku Usaha.
UU No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Berikut ini beberapa kutipan pasal UU tersebut.
Pasal 4
“Hak konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”
Pasal 7
“Kewajiban pelaku usaha adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”
Pasal 10
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahwa penggunaan barang dan/atau jasa.”
Pasal 62
“1. Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2. Pelaku usaha yang, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.”
Demikian, semoga bermanfaat
Ismail Marzuki
Pak. Apa tuntutan hukum jika menghilangkan bpkb mobil? Sy tdk sengaja jatuh di jalan bpkb(milik pembeli)
Tanggapaan
Ibu Zizilia
Sepanjang BPKB tersebut benar-benar hilang, maka tanggungjawab ibu adalah memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Ganti rugi tersebut dapat berupa penggantian dengan BPKB sejenis aatau dalam bentuk uang.
Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
“setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juta atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.”
Demikian, semoga bermanfaat
Ismail Marzuki
kpada yg terhormat pak Ismail Marzuki, saya ingin curhat sedikit dan minta tanggapan bpak karna saya sdikit awam ..
suatu waktu saya buat perjanjian sama orang yg mengajarkan saya berenang dan saya telah membayar lunas Rp 300.000 untuk pelatihan berenang sampai lancar(bisa) dengan metode 2 gaya berenang, yaitu gaya dada,dan gaya bebas , tetapi di saat baru 3x saya mengikuti pelatihan kolam renangnya di rombak(dipercantik) samapi saat ini saya belum pintar dlam berenang karna hambatan kolam yg di rombak …
si pengajar brenang hanya mau mengajarkan pola brenang kpda saya jika di tempat yg rombak ini slesai di karenakan jika ia yg berenang di tempat tersebut ia tidak usah membayar uang berenang sperti para member lainnya karena bkerja di situ ..
saya bingung harus bgaimana sekarang , jika saya berhasil jumpai dia … saya akan minta uang kembali? tapi jika dia menolak karna uang telah habis atau di beralasan sesuai janji ngajar renang saya harus buat perjanjian yg bgaimana yg bisa menjadi pegangan saya di jalur hukum jika dia menipu saya karena faktor lain ? saya ingin waktu jumpa dia membuat perjanjian tertulis di surat perjanjian dnganpegangan yg kuat agar dia serius menaggapi saya…??
mhon pencerahannya pak ! terima kasih
Tanggapan
Sansan
Suatu perjanjian berawal dari adanya kesepakatan antara pihak-pihak. Dalam hal ini, jika kesepakatannya adalah membayar Rp 300.000,- sampai lancar berenang, maka kewajiban pelatih adalah memberi pelajaran sampai muridnya lancar.
Jika dalam perjanjian tidak diatur mengenai tempat belajar, maka pilihan pelatih untuk mengajar di kolam yang sedang diperbaiki tidak dapat disalahkan. Apalagi selama ini latihan berlangsung di kolam tersebut. Selain itu, jika batasannya adalah kemahiran renang, maka perjanjian tersebut masih berlaku.
Apabila anda ingin meminta uang kembali, hal itu tidak bersifat memaksa karena pelatih berhak menolak mengembalikan uang.
Jika ingin dibuat perjanjian, hal itu lebih baik, tetapi rasanya tidak lazin membuat perjanjian khusus secara tertulis untuk transaksi seperti ini.
Saran saya, sebaiknya buat saja kwitansi tanda terima pembayaran yang isinya antara lain : “pembayaran biaya latihan renang sampai lancar”.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
assalamualaikum pa
saya pernah bekerja di salah satu toko milik perorangan selama 6 ulan
di bulan ke 3 saya sudah di tunjuk seagai ADM toko yang mengatur keuangan dan data data toko (secara lisan),setelah 6 bulan saya bekerja saya keluar karna gaji yang saya terima harus di potong karna pembengkakan telpon toko (saya ga merasa banyak menggunakan telpon tsb,)
trus saya dapat info bahwa selama uang yg saya pegang hilang nya sekitar 12 jt(sudah termasuk beban barang yang hilang) padahal saya tidak merasa uang saya ambil untuk keperluan pribadi istri saya pun tidak pernah berani mengambilnya karna tahu itu uang toko (uang harian sales di bawa kerumah karna tidak ada brangkas)
padahal sebelumnya saya pernah gadai BPKB motor sebesar 3jt untuk nutupin uang yg hilang selama saya bekerja(tidak ada saksi karyawan lain pas penggantian uang terseut yg tahu cuma istri saya) dan sekarang saya di minta sertifikat rumah oleh pihak toko untuk di jadikan jamina aggar saya bisa melunasi yg 12 jt tsb
kalau saya tidak memberikan sertifikat tsb apakah saya bisa di jerat hukum?padahal demi allah saya tidak pernah memakai uang terseut
dan apabila tidak terjerat apakah saya bisa tuntut balik?
terimakasih wasalamualikum
Tanggapan
Bapak Menzun Demon
Wa’alaykumussalam
Dalam hukum, jika seseorang menuduh orang lain telah menghilangkan suatu barang, maka tuduhan tersebut harusa didukung bukti-bukti.
Apakah pemilik toko mempunyai bukti bahwa Bapak telah menghilangkan uang tersebut?
Apakah ada bukti bahwa uang dan barang yang Bapak pegang, dan kemudian dianggap hilang, nilainya adalah 12 Juta?
Jika pemilik toko menuduh Bapak telah menghilangkan uang Rp 12 juta, adakah bukti yang menunjukkan bahwa bapak memegang uang sebesar Rp 12 juta dan kemudian uang tersebut hilang.
Jadi, meskipun setiap orang berhak melaporkan orang lain ke kepolisian, tetapi laporan atau pengaduan tersebut harus berdasarkan bukti.
Pemberian sertipikat sebagai jaminan adalah untuk keperluan hutang piutang. Jika bapak tidak pernah berhutang, maka jangan menyerahkan sertipikat tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
siang pak ismail..^^
nama saya olivia..saya mau tanya pak..dulu ortu saya kredit rmh karena dulu ortu saya masih ada kredit kendaraan jadi pihak bank tidak memperbolehkan utk kpr rumah jadi setelah diputuskan karena wkt itu saya sulit untuk izin klr kantor saya memakai nama pacar saya yg wkt itu kami jg mau menikah cm syg nya skr kami putuss..dan skr dia mau mengancam over kredit rmh itu apabila saya tdk membyr uang yg dia minta dg alasan rmh itu memakai nama dia pihak bank pasti akan menyetujui apabila dia akan mengover kreditkan rmh itu..rmh itu udh jalan 5 thn dan saya bnr2 gak ikhlas bgt apabila dia mengover kreditkan secara saya yg membayar nya..apakah ada hukum yg bs membantu atau apakah bapak ada solusi untuk saya..karena itu rmh hasil prjuangan saya..
Tanggapan
Ibu Olivia
Biasanya dalam pembelian rumah dengan fasilitas KPR, nama debitur (nama yang berhutang pada bank) adalah sama dengan nama yang tercantum di sertipikat tanah yang dibeli dengan KPR tersebut.
Dari informasi yang ibu Olivia sampaikan, KPR tersebut adalah atas nama Tuan X (mantan pacar) sebagai debitur/peminjam, dan rumah juga atas nama Tuan X tersebut.
Jika keadaannya demikian, maka secara hukum rumah tersebut adalah milik Tuan X sehingga tidak diperlukan lagi take over di bank.
Jadi sebagai orang yang namanya tercantum di sertipikat tanah, Tuan X berhak untuk melakukan tindakan apapun, termasuk menjualnya.
Jika cara musyawarah tidak dapat menghasilkan mufakat, maka satu-satunya jalan adalah menggugat Tuan X di pengadilan setelah hutang bank lunas. Gugatannya adalah meminta agar Tuan X menyerahkan setipikat tanah karena uang untuk membeli tanah tersebut dibayar dari uang ibu Olivia.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Antara Sekolah Hukum dan Bisnis
asslamualaikum
saya subchan,pelajar di bandung dan tahun ini insyaallah saya ingin meneruskan ke fakultas hukum.
tapi yang masih saya pertimbangkan adalah potensi saya berbisnis di jalur hukum.
saya sangat tertarik dengan hukum , namun saya juga tertarik dengan bisnis dan saya ingin menggabungkan keduanya.
saya minta pendapat tentang hal tersebut . terima kasih…
TANGGAPAN:
Antara Sekolah Hukum dan Bisnis
Mas Subchan
Wa’alaikumussalam
Profesi di bidang hukum merupakan profesi mulya dan terhormat. Seseorang yang telah memilih profesi hukum dalam hidupnya tidak hanya memikirkan aspek materi/ekonomi semata-mata tetapi juga telah siap “mengabdikan” diri dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.
Istilah “berbisnis di jalur hukum” dapat berkonotasi negatif jika kita salah menempatkan kalimat tersebut. Akan tetapi jika kalimat tersebut dimaksudkan sebagai “menjalankan profesi dengan manajamen profesional” maka hal tersebut dapat diterima, maksudnya ketika seseorang membuka kantor hukum sendiri, ia mengelola dengan sikap profesional dalam melayani klien, memberikan layanan terbaik kepada klien dari sisi ketepatan waktu, kualitas legal opinion (pendapat hukum) dan semua hal yang selayaknya diterima oleh klien sebagai penerima jasa diberikan dengan baik tanpa menghilangkan aspek hukumnya. Dalam pengertian positif, “bisnis di jalur hukum” adalah membuka kantor hukum sebagai advokat, atau sebagai notaris yang pengelolaannya menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang baik.
Jika anda memiliki naluri bisnis yang baik, naluri tersebut dapat diterapkan dalam menangani profesi hukum. Seorang lawyer/advokat dituntut menguasa bidang bisnis agar dapat memahami transaksi bisnis yang sedang ditanganinya. Misalnya anda sedang menangani transaksi kerjasama dalam mendirikan perusahaan TV swasta, sebagai lawyer, anda harus memahami terlebih dahulu jenis transaksi tersebut berikut aspek bisnisnya agar dapat dituangkan dalam “bahasa hukum” dalam suatu Perjanjian.
Demikian, semoga bermanfaat
Ismail Marzuki