Kuntilanak dan Sundel Bolong

Suzzanna Marth Frederika Van Osh atau yang lebih dikenal dengan panggilan Suzanna, Rabu (15/10) sekitar pukul 23.00 WIB telah pergi untuk selamanya, demikian berita sebuah situs yang saya baca. Ketika mendengar nama Suzaana, dengan segera ingatan saya menuju sosok yang horor, …ya apalagi kalau bukan kuntilanak atau sundel bolong dan sejenisnya. Lhooo ..Suzzana jadi kuntilanak? Bukan, …bukan itu maksud saya. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa Suzzana, setelah wafat, berubah jadi kuntilanak. Justru saat hidupnyalah Suzzana menjadi kuntilanak dan sundel bolong dalam dalam film-film yang diperankannya. Sejak saya SD, film-film bertemakan kuntilanak sudah akrab di tengah-tengah masyarakat kita, dan semakin ramai ketika film itu dibintangi Suzzana.

Entah dengan maksud untuk menghormati Suzzana atau memang demi meraih rating, beberapa stasiun TV menayangkan kembali film-film bertemakan horor bertepatan dengan kematian Suzzana. Kemarin malam (19 Oktober 2008) bahkan Indosiar menayangkan film terakhir Suzzana yang berjudul Hantu Ambulance. Lagi-lagi, mungkin hanya kebetulan, pekan kemarin di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat heboh dengan berita pemunculan kuntilanak. Menurut info, kuntilanak Tanah Tinggi sempat terpotret dan sering mengeluarkan suara khasnya terutama saat maghrib. Demikian pentingnya pemunculan kuntilanak tersebut, polisi-pun diturunkan untuk mengamankan dan menyelidiki kejadian tersebut. Maklum, katanya banyak masyarakat yang ingin menyaksikan rumah tersebut termasuk mereka yang datang dari luar kota. Mungkin saja masyarakat luar kota ingin melihat kuntilanak versi Jakarta yang metropolitan ini. Bayangkan, di Jakarta, hari gini masih ada kuntilanak? Setelah melalui penyelidikan, akhirnya diketahui bahwa suara itu keluar dari mulut bayi si tuan rumah yang memang sedang sakit.

Yang dapat saya tangkap dari fenomena kuntilanak, sundel bolong dan sejenisnya adalah betapa sebagian masyarakat kita masih hidup bergelimang dengan hal-hal tahayul. Kuntilanak dan hantu adalah bagian dari sosok yang selalu muncul tatkala masyarakat belum mampu menyerap pengetahuan yang layak tentang hakikat mahluk gaib. Ketidakmampuan ini lalu dimanfaatkan oleh media hiburan yang membuat tayangan mistik dengan dalih “cerita legenda”. Media informasi, seperti televisi, koran dan lain-lain seharusnya mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang hal-hal gaib berdasarkan sumber informasi yang benar menurut keyakinan yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

Mayoritas masyarakat Indonesia itu beragama Islam, bukan kejawen dan juga bukan animisme. Dengan demikian rujukan yang harus diambil dalam menerangkan tentang hal gaib harus mengacu pada sumber yang dianut oleh mayoritas yaitu Al-Qur’an, Hadits dan penjelasan para ulama yang shahih. “Lhooo tapi ini kan negara pancasila mas, bukan negara Islam, ambil dong keyakinan dari leluhur kita”…begitu kira-kira komentar bagi orang yang sinis terhadap Islam dan memberhalakan nilai-nilai leluhur yang bersumber pada primbon. Meskipun Indonesai bukan negara Islam, faktanya mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga korban terbanyak dari cerita-cerita tahayul dan mistik itu adalah umat Islam. Oleh karena itu wajar saja jika untuk menyelamatkan umat Islam digunakan alat penyelamat yang berasal dari Islam sendiri. Kalangan yang alergi terhadap Islam mungkin saja mengatakan, “memang di Indonesia ini mayoritas Islam tapi Islam Indonesia kan tetap mengacu pada nilai-nilai tradisional, Islam Indonesia harus membumi, tetap menghormati keyakinan leluhur bangsa, dan juga masih banyak umat Islam Indonesia yang meyakini dan mempraktekkan ajaran leluhur nenek moyang.” Apapun alasannya, Islam itu satu, tidak ada Islam Arab, Islam Eropa atau Islam Indonesia. Hukum dan ajarannya sama sehingga semua pihak, termasuk media, harus menggunakan rujukan yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadits serta penjelasan ulama untuk menerangkan masalah hal gaib pada masyarakat.

Dalam Islam tidak dikenal yang namanya hantu, kuntilanak, sundel bolong sebagaimana yang diyakini sebagian orang melalui tayangan media. Dalam cerita rakyat yang kemudian di filmkan, kuntilanak merupakan penjelmaan wujud dari manusia yang sudah meninggal dunia. Cerita rakyat juga menggambarkan bahwa seseorang yang mati dengan cara tertentu arwahnya akan bergentayangan di dunia untuk menuntut balas pada orang-orang yang dulu membencinya. Arwah gentayaangan tersebut bisa berwujud kuntilanak.

Sebelum kita menggunakan”pisau” agama sebagai bahan analisis, coba kita gunakan logika yang sederhana saja (tidak perlu mengerutkan dahi) mengenai hukum sebab akibat. Ilustrasinya kita ambil dari cerita dimana ada seorang wanita misalnya bernama Wanitawati korban kejahatan (diperkosa dan dibunuh oleh laki-laki bernama Prialanang), Wanitawati tersebut mati dan arwahnya gentayangan (berbentuk kuntilanak) mencari Prialanang untuk balas dendam. Setelah kuntilanak (Wanitawati) bertemu pelaku pembunuhan (Prialanang), akhirnya Prialanang itupun mati oleh tangan Wanitawati. Nah…disinilah letak masalahnya, jika Prialanang sudah mati karena dicekik kuntilanak berarti si Prialanang juga punya hak dan kesempatan yang sama untuk jadi genderuwo atau pocong (tidak mungkin jadi kuntilanak, karena kuntilanak biasanya wanita). Berarti di alam gaib, seharusnya Prialanang (genderuwo) masih bisa bertempur dengan Wanitawati (kuntilanak) untuk membalas dendam kembali..dan…seterusnya. Lalu kapan berakhirnya?

Dari kacamata Islam, ketahuilah bahwa orang yang sudah mati itu cuma punya dua pilihan ketika mereka ada di alam kubur yaitu (1) mengalami siksa kubur, bagi yang banyak dosa di dunia; atau (2) menunggu saat kiamat datang tanpa disiksa kubur, bagi yang orang yang shalih. Jika manusia yang sudah mati tetap ada di alam kubur, lalu siapa yang bergentayangan di dunia? Yang bergentayangan di dunia sebagai kuntilanak dan sebagainya adalah setan dari kalangan Jin yang menyerupai bentuk tertentu seperti kuntilanak dengan tujuan untuk menyesatkan manusia agar manusia takut kepada hantu sehingga rela mengirimkan sesajen. Setan dari kalangan Jin juga kadang menyerupai rupa asli orang yang meninggal dan mengunjungi tempat yang biasa didatangi orang yang meninggal. Pilihan cuma, dua; jika ketika hidup dia banyak dosa maka sambil menunggu kiamat dia akan disiksa di alam kubur tanpa ada kesempatan untuk cuti jalan-jalan ke dunia mengunjungi sanak saudara. Jika ketika hidup dia adalah orang yang shalih maka sambil menunggu kiamat dia akan tenang di alam kubur tanpa ada keinginan kembali ke dunia. Bagi orang shalih, jika sudah tenang di alam kubur, untuk apa jalan-jalan ke dunia yang penuh dengan berbagai persoalan ini, BBM naik, banyak bencana, global warming dan lain-lain. Lagipula setiap orang yang meninggal dunia putuslah amalnya kecuali tiga hal: (1) amal jariyah; (2) ilmu yang bermanfaat; (3) anak shalih yang mendoakan. Jadi, tidak ada orang yang setelah meninggal dunia berubah atau menjelma menjadi hantu, kuntilanak, sundel bolong dan sebagainya.

Dengan pemahaman yang benar tentang alam gaib, di masa yang akan datang masyarakat tidak akan heboh dengan isu kuntilanak, bangkit dari kubur, penampakkan dan lain-lain. Dengan meyakini hal-hal gaib secara benar, masyarakat tidak akan tertipu oleh iklan-iklan primbon yang marak ditelevisi.

 

Tulisan ini dipublikasikan di Peristiwa Kita. Tandai permalink.

One Response to Kuntilanak dan Sundel Bolong

  1. ngambokgerot berkata:

    setuju

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *