Untuk mendirikan suatu sekolah/institusi pendidikan yang berorientasi komersial, dalam hal pendiri dan pengurus mendapatkan keuntungan atau gaji institusi tersebut, badan hukum apa sajakah yang tepat untuk mendirikannya? Karena jika berbentuk yayasan maka hal tersebut tentulah melanggar hukum.
Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Pendidikan Dan Kebudayaan Pelaku Usaha yang akan melakukan usaha di sektor pendidikan dan kebudayaan terdiri dari:
1. Pelaku Usaha perseorangan; dan
2. Pelaku Usaha nonperseorangan.
Pelaku Usaha Perseorangan hanya dapat melakukan usaha:
1. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal; dan
2. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dengan modal asing
Pelaku Usaha berupa yayasan dan badan usaha bersifat nirlaba menjalankan usaha:
1. satuan Pendidikan Formal yang diselenggarakan oleh masyarakat;
2. penambahan dan perubahan program keahlian pada SMK;
3. Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK);
4. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal; dan
5. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dengan modal asing
Pelaku usaha berupa Perseroan Terbatas, hanya dapat melakukan usaha:
1. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal; dan
2. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dengan modal asing
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013 Tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal, satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
a. Lembaga Kursus dan Pelatihan;
b. Kelompok Belajar;
c. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
d. Majelis Taklim
e. Rumah pintar, balai belajar bersama, Lembaga bimbingan belajar.
Pelaku usaha yang dapat menjalan kegiatan komersial adalah pelaku usaha perseorangan dan Perseroan Terbatas. Bidaang usaha yang dapat dilakukan Perseorangan dan Perseroan Terbatas adalah penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dan penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dengan modal asing.
Assalamu’alaikum, bagaimana mekanisme pengunduran diri seorang pembina yayasan yang tunggal (artinya kondisi hanya ada satu orang pembina, tidak ada anggota pembina)? Jika mengundurkan diri, kepada siapa surat pengunduran diri ditujukan?
Pada awal pendirian yayasan, Pembina diangkat oleh Pendiri yayasan. Setelah yayasan terbentuk dan berbadan hukum maka setiap perubahan susunan anggota pembina dilakukan berdasarkan Rapat Pembina.
Apabila Pembina hanya 1 (satu) orang, dan pembina tersebut bermaksud mengundurkan diri, maka pengunduran diri dapat diajukan dalam rapat gabungan yang dihadiri oleh Pengurus dan Pengawas yayasan (Pasal 28 ayat UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004)
Korum rapat gabungan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah pengurus dan pengawas. Keputusan rapat gabungan ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Dalam hal keputusan rapat berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah yang hadir.
Assalamu’alaikum Wr.wb.
Mohon ijin bertanya. Di sekolah kami kepala sekolahnya sudah menjabat selama 14 tahun. Pengurus yayasan ingin melakukan regenerasi yayasan termasuk pergantian kepala sekolah. Rapat yayasan pertama semua anggota hadir dan disepakati tambal sulam untuk pengurus yang sudah meninggal dunia. Rapat kedua direncanakan membicarakan pergantian kepala sekolah tetapi beberapa anggota tidak hadir termasuk kepala sekolah yang akan diganti. Perlu diketahui kepala sekolah juga menjabat sekretaris di yayasan. Rapat ketiga dan keempat juga hanya dihadiri beberapa anggota saja dan kepala sekolah yang akan diganti tetap tidak pernah hadir.
Akta notaris disimpan oleh sekretaris dan diminta oleh ketua yayasan dan pembina tetapi tidak diserahkan dengan alasan macam2. Hingga akhirnya ketua yayasan meninggal dunia. Lalu pembina mengambil keputusan untuk memberhentikan kepala sekolah tersebut dalam rapat terakhir yang dihadiri oleh 3 orang pengurus dari 7 orang pengurus yang masih hidup. Dalam rapat terakhir wakil ketua yayasan tidak dapat hadir. Pertanyaan saya, apakah SK pemberhentian kepala sekolah yang di tanda tangani oleh pembina itu cacat hukum karena hanya dihadiri 3 orang saja? Karena selama ini anggota yang tidak hadir itu adalah orang-orangnya kepala sekolah atau istilahnya pro kepala sekolah. Padahal selama ini kami sudah mengundang mereka untuk hadir di dalam rapat tetapi mereka tetap tidak hadir. Mohon pencerahannya. Terimakasih.
Mengenai masa jabatan Kepala Sekolah swasta, dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah disebutkan bahwa:
Pasal 9
Jangka waktu penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat
dituangkan dalam perjanjian kerja.
Oleh karena itu, silakan Bapak periksa kembali, apakah ada perjanjian kerja yang pernah dibuat ketika mengangkat seseorang sebagai Kepala Sekolah?
Mengenai Surat Keputusan Yayasan yang hanya ditandatangani oleh 3 orang, pada dasarnya harus diperiksa kembali isi anggaran dasar yayasan. Pada umumnya, dalam anggaran dasar disebutkan bahwa 2 orang pengurus sudah dapat bertindak mewakili yayasan. Misalnya, Ketua bersama-sama dengan salah seorang anggota Pengurus lainnya berwenang bertindak untuk dan atas nama pengurus serta mewakili Yayasan.
Apabila Ketua berhalangan tetap (wafat) bisa digantikan pengurus yang lain.
Assalamualaikum Bapak Ismail Marzuki, perkenalkan saya wulan.
Maaf bapak saya ketua yayasan di yayasan CS, yg bergerak dibidang sosial.
Bulan depan saya mendapatkan kepercayaan unt menjadi wakil yayasan di yayasan TP yg mana pembina dan pendirinya berbeda dari yayasan yg 1.
Pertanyaan saya, apakah ada pelanggaran hukum disitu pak?
Tadinya saya mau dijadikan ketua , tetapi saya bilang jangan.
Mohon petunjuk ya Bapak Ismail yang baik.
Di Yayasan CS, ibu Wulan sebagai Ketua Yayasan. Ketua Yayasan merupakan Pengurus Yayasan.
Ibu Wulan ditawari jabatan sebagai Wakil di Yayasan TP. Kami berasumsi bahwa yang bu Wulan maksudkan adalah Wakil Ketua Yayasan. Dalam suatu yayasan yang mempunyai jabatan wakil ketua, maka wakil ketua tersebut merupakan pengurus yayasan.
Dalam UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004, terdapat larangan rangkap jabatan bagi Organ Yayasan.
Larangan rangkap jabatan tersebut adalah:
1. Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas (Pasal 29 UU Yayasan)
2. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas (Pasal 31 ayat [3] UU Yayasan)
3. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus (Pasal 40 ayat [4] UU Yayasan)
Larangan Rangkap Jabatan dalam nomor 1,2, dan 3 diatas adalah berlaku untuk jabatan dalam satu yayasan. Sebagai contoh Pembina di Yayasan ABC tidak boleh merangkap sebagai pengurus atau pengawas di Yayasan ABC juga. Pengurus di Yaysan ABC tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengawas di Yayasan ABC. Pengawas di Yayasan ABC tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengurus di Yayasan ABC. Jadi, larangan tersebut belaku hanya untuk rangkap jabatan di Yayasan ABC. Larangan tidak berlaku jika Pengurus Yayasan ABC menjadi Pembina atau Pengurus di Yayasan DEF
Selain dari laranagn yang tercantum dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 40 UU Yayasan, terdapat larangan rangkap jabatan dalam suatu yayasan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (3). larangan tersebut memuat ketentuan bahwa Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha yang didirikan oleh yayasan dan badan usaha tempat yayasan melakukan penyertaan modal.
Dengan demikian, berdasarkan UU Yayasan, tidak ada larangan jika Ketua Yayasan CS menjabat sebagai Ketua Yayasan TP. Akan tetapi, bu Wulan perlu memeriksa isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Yayasan CS. Yang perlu diperiksa adalah apakah dalam AD/ART Yayasan CS memuat larangan tersebut atau tidak?
Asslammualikum pak salam sehat untuk kita semua
Mohon izin bertanya pak
Bagaimana mekanisme nya perubahan akta notaris apabila seluruh pembina meninggal dunia dan ketua pengurus juga telah meninggal dunia
1. Siapakah yang akan bertindak atau membuka rapat gabungan tersebut ? (Mengingat Seluruh pembina telah meninggal dunia dan dlm yayasan tersebt hanya memiliki 1 orang ketua pengurus yang telah meninggal dunia juga)
2.Apakah boleh dalam satu rapat gabungan tersebut di agendakan perubahan anggaran dasar yaitu penunjukan pembina dan penunjukan ketua pengurus ?
Mohon pencerahaanya pak terima kasih
1. Mengacu pada ketentuan Pasal 28 ayat (4) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004, Dalam hal Yayasan karena sebab apapun tidak lagi mempunyai Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina.
UU Tentang Yayasan tidak secara tegas mengatur mengenai mekanisme rapat gabungan. Meskipun UU Tentang Yayasan tidak mengatur mekanisme rapat gabungan, mekanisme rapat gabungan ini dimuat dalam anggaran dasar Yayasan. Dalam anggaran dasar biasanya tercantum proses pelaksanaan rapat gabungan. Rapatgabungan ini dhadiri oelh pengurus dan pengawas Yayasan. Rapat gabungan dipimpin oleh Ketua Pengurus
2. Sebagaimana dijelaskan dalam butir 1 di atas, rapat gabungan diadakan hanya untuk mengangkat Pembina baru.
Salam kenal Pak Ismail
Semoga selalu dalm keadaan sehat, aamiin
Saya Wahyu dari Masjid Al Barkah Bantargebang Kota Bekasi
Yang ingin saya tanyakan sbb :
1. Apakah diperbolehkan Masjid mendirikan Yayasan namun Anggaran dasarnya
dgn menggunakan
2. Bagaimana seharusnya keberadaan yayasan apabila tidak pernah ada kegiatan,
tidak melaporkan pajak dan juga tidak ada kontribusinya terhadap Masjid?
3. Bagaimana posisi keorganisasian masjid, apakah di atas Yayasan atau berada di
bawah Yayasan?
4. Apabila masa jabatan kepengurusan DKM masjid, kemanakah pengajuan
Pengurus DKM yg baru?
5. Peberbitan SK pengurus DKM yg baru, apakah dari Yayasan ataukah dari Kelurahan setempat?
Demikian pertanyaan dari saya, mohon pencerahannya
Terima kasih atas perhatian dan banruannya
Terima kasih
Wassalamu’alaikum wr wb
dana Kas Operasional Masjid
Salam kenal juga, semoga Bapak Wahyu dalam keadaan sehat
Saya akan memberikan tanggapan satu persatu seuai dengan pertanyaan.
1. Apakah diperbolehkan Masjid mendirikan Yayasan namun Anggaran dasarnya
dengan menggunakan dana kas operasional masjid.
Jawab:
Berdasarkan ketentuan UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebaagaimana diubah dengan UU Noor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (selanjutnya disebut UU Yayasan”), yayasan didirikan oleh1 (satu) orang atau lebih. Yang dimaksud dengan “orang” sebagai pendiri yayasan adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Jika yang Bapak Wahyu maksudkan Masjid yang mendirikan yayasan, maka masjid bukanlah badan hukum sehingga masjid tidak dapat mendirikan yayasan. Akan tetapi jika masjid berada di bawah yayasan (misal Yayasan Masjid Al-Barkah) maka Yayasan Al-Barkah dapat mendirikan yayasan baru dengan menggunakan dana Yayasan Al-Barkah untuk mendirikan yayasan baru.
Jadi, untuk memastikan siapa pendiri yayasan yang Bapak Wahyu tanyakan, terlebih dahulu agar Bapak Wahyu mengecek akta pendirian yayasan tersebut untuk mengetahui nama pendirinya.
2. Bagaimana seharusnya keberadaan yayasan apabila tidak pernah ada kegiatan,tidak melaporkan pajak dan juga tidak ada kontribusinya terhadap Masjid?
Jawab:
Melaporkan Pajak merupakan kewajiban yang harus dilakukan yayasan. Jika tidak melaporkan pajak akan terkena sanksi hukum berupa denda dan pidana. Jika yayasan tidak ada kegiatan, Pembina yayasan dapat membubarkan yayasan dan meminta pencabutan NPWP.
3. Bagaimana posisi keorganisasian masjid, apakah di atas Yayasan atau berada di bawah Yayasan?
Jawab:
Untuk mengetahui posisi keorganisasian, Silakan Bapak memeriksa anggaran dasar yayasan serta struktur organisasi yang telah dibuat masjid dan yayasan
4. Apabila masa jabatan kepengurusan DKM masjid, kemanakah pengajuan Pengurus DKM yg baru?
5. Peberbitan SK pengurus DKM yg baru, apakah dari Yayasan ataukah dari Kelurahan setempat?
Jawab 4 dan 5:
Jawaban atas pertanyaan 4 dan 5 harus melihat anggaran dasar Yayasan dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga masjid.
Aturan mengenai larangan rangkap jabatan, secara tidak langsung tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah
Pasal 20 Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018:
Pasal 20
Kepala Sekolah tidak dapat merangkap sebagai pelaksana tugas jabatan lain lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut.
Dalam Pasal 20 tersebut disebutkan bahwa Kepala Sekolah tidak dapat merangkap jabatan lain lebih dari 6 bulan berturut-turut. Jabatan lain dapat dartikan pula sebagai pengurus Yayasan.
Selain itu dalam Pasal 7 UU Yayasan juga ada ketentuan larangan rangkap jabatan:
“Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).”
Sekolah merupakan badan usaha dari Yayasan, dan seorang kepala sekolah adalah pengurus dari sekolah/badan usaha tersebut.
Pak mau tanya, bisakah suatu yayasan yang sudah ada sebelum adanya UU Yayasan dibubarkan tanpa proses likuidasi. mengingat kekayaan yayasan berasal dari harta wakaf. dan yayasan tersebut sudah tidak lagi beroperasi ketika tidak mendaftarkannya ke pengadilan dan anggaran dasarnya tidak menyesuaikan UU Yayasan terhitung sejak 2002.
Yayasan yang tidak menyesuaikan dengan undang-undang yayasan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Pasal 71 ayat (4) UU Nomor 16 Tahun 2001 juncto UU Nomor 28 Tahun 2004:
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata ‘Yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.”
Yayasan yang dibubarkan ditindaklanjuti dengan likuidasi.
Pasal 64 UU Nomor 16 Tahun 2001 juncto UU Nomor 28 Tahun 2004:
(1) Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator.
Mengenai kekayaan yayasan yang dibubarkan, ketentuannya ada salami Pasal 68.
Pasal 68 UU Nomor 16 Tahun 2001 juncto UU Nomor 28 Tahun 2004
(1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar.
(2) Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam Undang-undang mengenai badan hukum tersebut.
(3) Dalam hal kekayaan sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain atau kepada badan hukum lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan Yayasan yang bubar.
Assalamualaikum Bapak Ismail yg terhormat, kami ingin menanyakan bbrp hal :
1. Bagaimana bila pengalihan yayasan dikarenakan pembina yg lama tidak aktif lebih dari 5 tahun bisa dilakukan? Dengan pertimbangan demi berjalannya lembaga pendidikan pendidikan yg dinaunginya
2. Perizinan terhadap dinas terkait sdh didapatkan apakah masih bisa dipermasalahkan?
3. Terkait asset berupa gedung sekolah & lahannya juga belum atas nama yayasan sebelumnya atau belum dibalik nama & sdh diurus ke yayasan yg baru, apakah jg TDK masalah?
Mohon arahannya pak, terimakasih banyak.
Apabila yayasan akan mengalihkan aset berupa izin penyelenggaraan pendidikan dan kekayaan lainnya, maka hal yang harus ditempuh adalah:
a. Lakukan Rapat Pembina yayasan lama untuk memberikan persetujuan pengalihan izin dan kekayaan.
b. harus ada persetujuan dari instansi yang menerbitkan izin pendidikan
c. Mengenai gedung yang belum atas nama yayasan lama, maka harus dipastikan terlebih dahulu dalam pembukuan yayasan lama, apakah sudah dimasukan dalam kekayaan yayasan lama.
Bapak saya mau menanyakan apakah pendiri boleh sewaktu – waktu mengaudit yayasan tanpa ada alasan, dan mengaudit setiap tahun selain akuntan publik. Kemudian apakah yayasan ada kewajiban untuk selalu melaporkan kinerja kepada pendiri secara rutin.
atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Sebelum menjawab pertanyaan Ibu, perlu kami sampaikan bahwa di dalam yayasan hanya ada 3 (tiga) organ yayasan, yaitu: Pembina, Pengawas, dan Pengurus. Setelah yayasan sah sebagai badan hukum maka tidak ada lagi yang disebut Pendiri.
Ketentuan dalam UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2004 yang berkaitan dengan Laporan adalah sebagai berikut:
Pasal 48
(1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha Yayasan.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan
berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.
Pasal 49
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun
laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurangkurangnya:
a. laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai;
b. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan
catatan laporan keuangan.
(2) Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi
tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan.
Pasal 50
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas sesuai dengan ketentuan Anggaran
Dasar.
(2) Dalam hal terdapat anggota Pengurus atau Pengawas tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh rapat Pembina.
Pasal 52:
(1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan.
(2) Ikhtisar laporan keuangan yang merupakan bagian dari ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang:
a. memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau
lebih, dalam I (satu) tahun buku; atau
b. mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.
(3) Laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib diaudit oleh Akuntan Publik.
(4) Hasil audit terhadap laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada Pembina Yayasan yang
bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait.
(5) Laporan keuangan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalammu’alaikum wr.wb.
mohon izin bertanya pak, dalam sebuah yayasan apakah diperbolehkan jika suami istri sama-sama menjadi pengurus? dalam hal pemberian gaji apakah dua-duanya bisa mendapatkannya atau bagaimana pak? terima kasih.
Malam pak.
1. Bolehkah sebuah lembaga pendidikan (perguruan tinggi) berganti yayasan yg menaunginya?
2. Jika boleh, bagaimanakah tatalaksananya?
3. Tks
Berkaitan dengan pertanyaan bapak, dapat saya tanggapi sebagai berikut:
1. Perguruan Tinggi adalah lembaga pendidikan yang berada di bawah yayasan pendidikan. Untuk menjalankan
perguruan tinggi, yayasan harus memperoleh izin-izin dari instansi yang berwenang, terutama kementerian
Pendidikan.
Mengacu pada Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi
Negeri, Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta, yaitu dalam Pasal 17 huruf d,
Perguruan Tinggi Swasta dapat dialihkan penyelenggaraannya kepada badan penyelenggara baru (yayasan baru).
Pasal 17
Perubahan PTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dapat terdiri atas:
a. perubahan nama PTS;
b. perubahan lokasi PTS;
c. perubahan bentuk PTS;
d. pengalihan pengelolaan PTS dari Badan Penyelenggara lama ke Badan Penyelenggara baru;
e. penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru; dan/atau
f. penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain.
2. Pelaksanaan peralihan dapat dilakukan dalam dua tahapan, yaitu:
A. Tahapan Yayasan: masing-masing yayasan melakukan Rapat Pembina yang intinya:
– Yayasan lama: persetujuan Pembina untuk mengalihkan perguruan tinggi kepada yayasan lain
(yayasan baru)
– Yayasan baru: adalah persetujuan Pembina untuk menerima pengalihan perguruan tinggia dari
yayasan lain.
B. Tahapan di Kementerian Pendidikan
Berdasarkan Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020, proses yang dilakukan adalah:
Pasal 11
(1). Pendirian PTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a harus memenuhi syarat minimum
akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
Tinggi.
(2). Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. kurikulum disusun berdasarkan kompetensi lulusan sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan Tinggi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Dosen untuk 1 (satu) Program Studi, paling sedikit berjumlah:
1. 5 (lima) orang pada program diploma atau program sarjana untuk universitas,
institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi;
2. 2 (dua) orang pada akademi komunitas, dengan ketentuan:
1. memenuhi usia dan kualifikasi akademik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
2. dapat bekerja penuh waktu berdasarkan EWMP;
3. belum memiliki Nomor Induk Dosen Nasional atau Nomor Induk Dosen Khusus;
4. bukan guru yang telah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan;
5. bukan pegawai tetap pada instansi lain; dan
6. bukan Aparatur Sipil Negara;
c. 3 (tiga) instruktur untuk 1 (satu) Program Studi pada akademi komunitas dengan
kualifikasi yang ditentukan dalam pedoman pendirian;
d. tenaga kependidikan paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang untuk melayani Program Studi
pada program diploma atau program sarjana, dan 1 (satu) orang untuk melayani
perpustakaan, dengan ketentuan:
1. paling rendah berijazah diploma tiga;
2. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;
3. bersedia bekerja penuh waktu selama 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam per
minggu;
e. organisasi dan tata kerja PTS disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
f. lahan untuk kampus PTS yang akan didirikan memiliki luas paling sedikit:
1. 10.000 (sepuluh ribu) meter persegi untuk universitas;
2. 8.000 (delapan ribu) meter persegi untuk institut; atau
3. 5.000 (lima ribu) meter persegi untuk sekolah tinggi, politeknik, akademi, atau
akademi komunitas, dengan status Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai atas
nama Badan Penyelenggara, sebagaimana dibuktikan dengan Sertipikat Hak Milik, Hak
Guna Bangunan, atau Hak Pakai dalam 1 (satu) wilayah kecamatan;
g. telah tersedia sarana dan prasarana terdiri atas:
1. ruang kuliah paling sedikit 1 (satu) meter persegi per Mahasiswa;
2. ruang Dosen tetap paling sedikit 4 (empat) meter persegi per orang;
3. ruang administrasi dan kantor paling sedikit 4 (empat) meter persegi per orang;
4. ruang perpustakaan paling sedikit 200 (dua ratus) meter persegi termasuk ruang
baca yang harus dikembangkan sesuai dengan pertambahan jumlah Mahasiswa;
5. ruang laboratorium, komputer, dan sarana praktikum dan/atau penelitian sesuai dengan
kebutuhan setiap Program Studi;
6. buku paling sedikit 200 (dua ratus) judul per Program Studi sesuai dengan bidang
keilmuan pada Program Studi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
(3). Dalam hal luas lahan untuk kampus PTS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f tidak dapat
dipenuhi, Menteri dapat menentukan berdasarkan luas bangunan.
(4). Pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dimuat dalam dokumen yang relevan
untuk Pendirian PTS, yang terdiri atas:
a. studi kelayakan;
b. usul pembukaan setiap Program Studi;
c. rekomendasi LLDIKTI di wilayah PTS yang akan didirikan;
d. berita acara dan daftar hadir rapat persetujuan Pendirian PTS dari
organ Badan Penyelenggara;
e. fotokopi yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang:
1. Akta Notaris pendirian Badan Penyelenggara dan perubahannya;
2. keputusan pengesahan Badan Penyelenggara sebagai badan hukum dari pejabat yang berwenang;
3. surat pencatatan pemberitahuan berbagai perubahan Akta Notaris pendirian Badan
Penyelenggara yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
4. sertipikat lahan yang akan digunakan untuk PTS yang akan didirikan;
f. laporan keuangan Badan Penyelenggara:
1. tanpa audit oleh akuntan publik apabila Badan Penyelenggara tersebut telah beroperasi
kurang dari 3 (tiga) tahun; atau
2. dengan audit oleh akuntan publik apabila Badan Penyelenggara tersebut telah beroperasi
lebih dari 3 (tiga) tahun;
g. surat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan dana investasi dan dana operasional dari PTS
yang akan didirikan, yang ditandatangani oleh semua anggota organ Badan Penyelenggara.
(5). Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus membuat surat pernyataan kesediaan
menjadi Dosen tetap PTS yang akan didirikan.
(6). Rekomendasi LLDIKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c berisi:
a. rekam jejak Badan Penyelenggara yang berdomisili di wilayah LLDIKTI tempat PTS akan
didirikan, atau apabila domisili Badan Penyelenggara berbeda dengan domisili PTS yang akan
didirikan, rekomendasi diminta dari LLDIKTI di wilayah Badan Penyelenggara berdomisili;
b. tingkat kejenuhan berbagai Program Studi yang akan dibuka dalam Pendirian PTS tersebut di
wilayah LLDIKTI; dan
c. tingkat keberlanjutan PTS yang akan didirikan beserta semua Program Studi yang akan
dibuka.
(7). Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur Pendirian PTS ditetapkan oleh
direktur jenderal terkait sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 18
(1). Perubahan PTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus memenuhi syarat Pendirian PTS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2). Pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimuat dalam dokumen perubahan PTS,
yang terdiri atas:
a. studi kelayakan perubahan PTS;
b. usul pembukaan setiap Program Studi PTS yang baru; dan
c. rekomendasi LLDIKTI di wilayah PTS yang akan berubah.
(3). Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada direktur jenderal terkait sesuai
dengan kewenangannya dengan melampirkan statuta, rencana strategis, dan Sistem Penjaminan Mutu
Internal PTS yang akan berubah.
(4). Status dan peringkat terakreditasi Program Studi dari PTS yang diubah tetap berlaku sampai
dengan berakhir masa berlakunya.
(5). Rekomendasi LLDIKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berisi: a. rekam jejak PTS yang
akan berubah di wilayah LLDIKTI; dan b. tingkat kejenuhan Program Studi pada PTS yang akan
berubah di wilayah LLDIKTI.
(6). Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur perubahan PTS ditetapkan oleh
direktur jenderal terkait sesuai kewenangannya.
Demikian, semoga bermaanfaat.
Salam Ismail Marzuki
Sepanjang yang kami ketahui, terdapat perbedaan dalam proses perubahan badan penyenggara pendidikan tinggi dengan sekolah menengah.
Akan tetapi, terdapat kesamaan proses di tingkat yayasan yaitu tetap harus dibuat keputusan Rapat Pembina untuk mengalihkan penyelenggaraan sekolah ke yayasan lain.
Selain itu, untuk perubahan badan penyelenggara, terdapat kewajiban pemenuhan perizinan yang harus dipenuhi oleh yayasan yang akan menerima pengalihan sekolah.
Mohon maaf BP mohon arahannyA, Jika sekolah swasta dlm pengelolaan nya dilahkan ke yayasan baru, apakah sekolah tsb harus melakukan permohonan ijin operasional lagi ke Pemda setempat?
Menjawab pertanyaan Bapak, sebagai bahan perbandingan saya menggunakan peraturan yang terdapat di Jawa Barat. Untuk perubahan badan penyelenggara, harus melampirkan izin operasional yang telah ada sebelumnya.
Tanggapan kami adalah sebagai berikut:
1. Terkait dg nama TK/ Paud Kartika Jaya ada di setiap daerah krn milik TNI secara nasional. Bisakah menggunakan
angka dlm nama yayasan tersebut, misalnya Yayasan Kartika Jaya koordinator XI yonif 123, Krn angka tersebut
adalah yg membedakan dgn yayasan Kartika Jaya yg lain.
Pada dasarnya, cukup ada 1 (satu) yayasan saja dengan nama (misal) Yayasan Kartika Jaya. Yayasan Kartika Jaya
berkedudukan di Jakarta, dan dapat membuka cabang di seluruh daerah Indonesia. Untuk setiap cabang, dipimpin
oleh kepala cabang yayasan, misal Yayasan Kartika Jaya cabang XI Jakarta dipimpin oleh kepala cabang yayasan.
Untuk nama TK/PAUD ditentukan sendiri oleh pengurus yayasan Kartika Jaya, misal TK/PAUD Kartika Jaya XI
Yonif 123 Jakarta dan TK/PAUD Kartika Jaya XI Yonif 222 Jakarta yang secara administratif berada di bawah
cabang Jakarta, kemudian TK/PAUD Yonif 333 Bandung yang secara administratif berada di bawah cabang Bandung.
Seluruh TK/PAUD tersebut berada di bawah satu yayasan yaitu Yayasan Kartika Jaya yang berpusat di Jakarta
2. Apakah si A yg berstatus sbg TNI aktif boleh menjadi pembina dlm yayasan tersebut?
Mengacu pada UU Yayasan, setiap orang boleh menjabat sebagai Pembina, pengurus dan pengawas yayasan tanpa
membedakan status pekerjaan dan jabatan orang tersebut Swasta, PNS, TNI/Polri). Jika ada pembatasan, maka
pembatasan tersebut bergantung pada institusinya masing-masing.
Sepanjang yang kami ketahui, mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI, dalam Pasal 39 tercantum
larangan:
Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. kegiatan politik praktis;
3. kegiatan bisnis; dan
4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Berdasarkan pasal 39 tersebut, yayasan bukan termasuk kegiatan yang dilarang bagi prajurit.
3. Apakah istri si A boleh sebagai ketua pengurus dlm yayasan tersebut?
Jika A (suami) sebagai Pembina, maka isteri A dapat menjadi Pengurus, akan tetapi isteri A tidak boleh menerima
gaji dari yayasan.
Pasal 5 UU Yayasan
(1) Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-
undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji,
upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan
Pengawas.
(2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar
Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:
a. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan Pengawas; dan
b. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
(3) Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Pembina
sesuai dengan kemampuan kekayaan Yayasan.”
4. Apakah bisa istri si A sebagai ketua pengurus tdk menyerahkan NPWPnya
Mengacu pada peraturan yayasan, tidak dipersyaratkan adanya NPWP untuk mejadi pengurus yayasan.
Menanggapi pertanyaan Bapak, berkaitan dengan perizinan sekolah bergantung pada jenis penddikan yang akan didirikan.
Mengacu pada PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN sebagaimana diubah dengan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN, bahwa perizinannya adalah sebagai berikut:
1. Izin pendirian untuk TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi standar pelayanan minimal sampai dengan Standar Nasional Pendidikan, diberikan oleh bupati/walikota.
2. Izin pendirian untuk RA, MI, MTs, MA, MAK, dan pendidikan keagamaan dikeluarkan oleh Menteri Agama.
Untuk memperoleh perizinan, penyelenggara harus mengajukan melalui Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Eelektronik (Online Single Submission).
Dari sudut hukum yayasan, tidak ada larangan jika yayasan akan mendirikan dua jenis sekolah/pendidikan berbeda. Akan tetapi berkaitan dengan perizinan, sebaiknya bisa ditanyakan langsung ke instansi terkait.
Assalamualaikum pak. Saya mau bertanya, di akta notaris dan SK Kemenkumham, Si A, B, dan C disebutkan sebagai Wakil Ketua Pengurus Yayasan XX. Nah di kemudian hari, Yayasan XX bermaksud untuk membuka 3 Cabang Yayasan di Kota 1,2, dan 3. Karna keterbatasan sumber daya di kota yg akan jadi cabang, yayasan bermaksud, menjadi kan Si A,B dan C masing masing sebagai ketua pengurus cabang di kota 1,2 dan 3 dengan mengangkat ketiganya menggunakan SK Pengurus Yayasan.
Pertanyaannya,
1. Apakah boleh Si A, B dan C yg saat ini menjadi Wakil Ketua pengurus Yayasan Pusat menjadi Ketua Pengurua di tingkat cabang?
2. Apakah boleh, misal Yayasan XX mendapat dana hibah program kesehata dari Yayasan AA yg didonori oleh Luar negeri?
3. Apakah boleh pengurus Yayasan XX langsung mengelola dana hibah program kesehatan ini, tanpa mengangkat pelaksana kegiatan?
Terimakasih sebelumnya
1. Wakil ketua pengurus yayasan adalah jabatan yang diangkat oleh Pembina yayasan, sedangkan Kepala Cabang yayasan diangkat oleh pengurus yayasan. Jadi, Kepala cabang yayasan berada di bawah Ketua pengurus/Wakil Ketua Pengurus Yayasan sehingga jangan dirangkap jabatannya.
2. Yayasan dapat menerima bantuan dari pihak manapun sepanjang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan
3. Pelaksana kegiatan dalam suatu yayasan, keberadaannya bergantung pada kebutuhan yayasan. Jika yayasan membutuhkan, maka pengurus dapat mengangkat pelaksana kegiatan.
Dalam penjelasan Pasal 8 UU Yayasan disebutkan: “Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain HAK ASASI MANUSIA, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan.”
Dari penjelasan pasal itu, apakah suatu Lembaga Bantuan Hukum (bergerak di bidang HAM) termasuk kegiatan usaha–dari badan usaha–Yayasan (?), sehingga Organ Yayasan (Pengurus) tidak bisa menjadi pengurus LBH sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat (3) UU Yayasan?
Mengacu pada Penjelasan Pasal 8 UU Yayasan yang menyebutkan bahwa kegiatan badan usaha yayasan termasuk antara lain HAK ASASI MANUSIA, maka suatu lembaga bantuan hukum juga termasuk dalam cakupan tersebut.
Mengenai penerapan Pasal 7 UU Yayasan, contoh yang mudah ditemukan adalah pada yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan juga kesehatan.
Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, mendirikan badan usaha berupa sekolah. Dalam keadaan ini, maka yayasan bertindak selaku “pemilik” dari sekolah seangkan sekolah sebagai pelaksana dari kegiatan yayasan. Pengurus Yayasan mewakili yayasan selaku “pemilik” sekolah, sedangkan Kepala Sekolah mewakili sekolah selaku pelaksana dari kegiatan yayasan. Kepala Sekolah bertanggung jawab kepada Pengurus Yayasan.
Dalam contoh lembaga pendidikan tersebut, terdapat perbedaan kedudukan dan fungsi antara Pengurus Yayasan dengan Kepala Sekolah. Jabatan kepala Sekolah tidak boleh dirangkap oleh Pengurus Yayasan, karena hal ini akan menimbulkan benturan kepentingan dimana Pengurus Yayasan bertugas “membuat kebijakan umum dan mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut” sedangkan sekolah selaku pihak pelaksana dari kebijakan yayasan.
Untuk yayasan yang bergerak dalam bidang bantuan hukum, memang tidak sama persis dengan yayasan kesehatan atau pendidikan. Akan tetapi hal yang sama tentunya berlaku juga bagi yayasan yang bergerak dalam bidang bantuan hukum dan HAM. Yayasan memiliki badan yang bersifat operasional yaitu lembaga bantuan hukum. Sebagai badan yang operasional, LBH dipimpin oleh pengurus LBH, yang dibawahnya terdapat divisi atau bidang kegiatan yang lebih spesifik. Pengurus LBH bertanggung jawab kepada Pengurus Yayasan LBH.
Mengingat bahwa Pengurus Yayasan berada pada wilayah kebijakan umum sedangkan pengurus LBH sebagai pelaksana maka jabatan pengurus yayasan dengan pengurus LBH tidak dirangkap agar tidak terjadi benturan kepentingan.
Assalamu, allaikum,wr,wb. Pak Ismail yang baik dan pintar sekali. saya mau tanya, dalam sebuah PTS sebut saja PTS A. setelah senat akademik selesai melaksanakan proses pemilihan Rektor sesuai Statuta, maka dua orang yang mendapatkan suara diajukan kepada yayasan untuk diterbitkan SK. oleh pengurus yayasan melaksanakan rapat untuk memutuskan siapa diantara dua calon Rektor yang dipilih senat akademik itu ditentukan sebagai Rektor. saat pelaksanaan rapat pengurus, ketua yayasan tidak hadir dan memang tidak pernah hadir sejak yayasan didirikan karena berada diluar kota yang jauh. sesuai AD/ART Yayasan, rapat pengurus boleh diadakan apabilah dihadiri 2/3 pengurus, begitu pula dalam pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa kalau ketua yayasan tidak hadir dalam rapat maka tidak perlu dibuktikan dengan apapun kepada pihak lainya maka yang dibawah ketua menggantikan. kemudian saat rapat tersebut diputuskan nama XYZ sebagai Rektor dengan pertimbangan pasal 21 ayat 4a disebutkan bahwa rapat pengurus boleh memutuskan atas nama yayasan jika disetujui 2/3 pengurus yayasan. pertanyaan apakah sah SK Rektor tersebut. terima kasih pak. Wss,wr,wb.
Rapat Pengurus Yayasan, diatur dalam anggaran dasar yayasan.
Apabial anggaran dasar yayasan menyebutkan bahwa kuorum rapat adalah 2/3 dari jumlah pengurus, maka rapat tersebut sah diadakan dengan hadirnya 2/3 pengurus.
Agar rapat menjadi sah, proses pemanggilan rapat juga harus sesuai dengan anggaran dasar. Apabila proses pemanggian rapat tidak sesuai anggaran dasar, maka rapat tidak sah. Sebagai contoh, dalam anggaran dasar tercantum:
“pemanggilan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) huruf b, harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diselenggarakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat”
Dengan demikian, rapat pengurus sebagaimana yang ditanyakan adalah sah, sepanjang:
1. Pemanggilan Rapat telah dilakukan sesuai anggaran dasar
2. kuorum kehadiran sesuai anggaran dasar (misal 2/3)
3. keputusan sah jika diambil oleh (misal) lebih dari 1/2 suara yang hadir dalam rapat
Assalamu, allaikum,wr,wb. Pak Ismail yang cerdas, saya ingin bertanya dan ini sedang jadi panas hari ini di daerah kami. Ceritanya begini, ada 7 orang mendirikan Yayasan A, kemudian belum keluar akta menkum HAM, ada lembaga C yang ingin didirikan oleh 7 orang tersebut, maka pinjam yayasan B dengan perjanjian diatas meterai dan surat kesepaktan bersama bahwa jika suatu saat akta menkum HAM yayasan A sudah ada maka Yayasan B harus menyerahkan kembali lembaga tersebut kepada Yayasan A. kebetulan Yayasan B salah satu pendiri juga di Yayasa A. tetapi pada perjlanannya, yayasan B tidak mau lagi menyerahkan lembaga yang didirikan itu ke Yayasan A dengan berpegang pada legal formal bahwa lembaga tersebut berada dibawah payung hukum yayasan B. Mohon jawaban apa yang perlu dilakukan Yayasan A. terima kasih
Pertanyaan dari Bapak dapat saya ulangi kembali dalam suatu formulasi sebagai berikut:
(1) 7 (tujuh) orang mendirikan yayasan A
(2) Yayasan A dalam proses pengesahan ke Menteri
(3) Selama masa pengesahan yayasan A, 7 (tujuh) orang Pendiri yayasan A mendirikan Lembaga C
(4) Lembaga C yang didirkan, sementara “ditempatkan” di Yayasan B selama Yayasan A masih dalam proses pengesahan
(5) Penempatan Lembaga C dalam yayasan B, dibuat dalam suatu perjanjian
Tanggapan kami adalah:
Ketika Lembaga C didirikan, maka perizinan melekat pada yayasan B sebagai tempat Lembaga C berada. Maka Lembaga C adalah bagian dari “kekayaan’ Yayasan B.
Di sisi lain, Yaysan B terikat perjanjian dengan Yayasan A. Ketika pengesahan Menteri berkaitan dengan pendirian yayasan A telah terbit, maka Pembina yayasan harus membuat Keputusan yang isinya meratifikasi (mengakui) semua tindakan Pengurus yayasan A yang dilakukan selama belum ada pengesahan dari Menteri, termasuk mengakui tindakan Pengurus Yayasan A membuat perjanjian dengan yayasan B.
Langkah selanjutnya adalah meminta Yaysan b untuk menyerahkan Lembaga C sesuai perjanjian. Akan tetapi, penyerahan Lembaga C ini juga bergantung pada persetujuan dari instansi yang telah memberikan izin kepada Yayasan B untuk mendirikan Lembaga C.
Apabila Instansi pemberi izin pendirian Lembaga C tidak memberikan persetujuan atas peralihan Lembaga C dari Yayasan B ke Yayasan A, maka perjanjian berakhir bukan karena kesalahan Yayasan B.
Akan tetapi jika instansi pemberi izin Lembaga C tidak keberatan adanya perlaihan dari Yayasan B ke Yayasan A, maka Yayasan B wajib memenuhi janji yang telah dibuat.
Jadi, langkah awal yang dapat dilakukan adalah, bertanya pada Yayasan B kendala yang dihadapi dan mengecek ke instansi berwenang boleh atau tidaknya Lembaga C dialihkan .
Baik pak Ismail Marzuki, Penjelasan awal dapat memberikan pencerahan kepada kami semua yang saat ini ada di lembaga C. yang kami ingin bertanya lebih lanjut adalah: apakah dibenarkan Yayasan B yang hanya disepakati sifatnya sementara, secara sepihak merubah akta pendirian Yayasan B dengan memasukan orang tertentu (Anak/keluarga) sebagai pendiri tanpa sepengetahuan Yayasan A maupun Lembaga C?. kemudian apakah sah SK Rektor Lembaga C yang ditanda tangan ketua Yayasan B secara sepihak tanpa ada rapat pengurus atau tanpa rapat pembina?. Mohon pencerahan pak Marzuki. Pertanyaan ini masih berlanjut. terima kasih
Pertanyaan Bapak Muliadi berkaitan dengan persoalan internal Yayasan B yaitu mengenai perubahan anggaran dasar Yayasan B. Pada tanggapan ini, kami memperbaiki istilah yang Bapak gunakan yaitu bukan mengubah Akta Pendirian tetapi mengubah Anggaran Dasar. Akta Pendirian cukup dibuat 1 (satu) kali dan tidak dapat diubah. Yang dapat diubah adalah Anggaran Dasar Yayasan. Akta Pendirian Yayasan dapat diubah untuk diperbaiki sepanjang belum ada pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM atas pendirian yayasan tersebut.
Berdasarkan UU Yayasan, Anggaran Dasar Yayasan, dapat diubah sepanjang semua persyaratan telah dipenuhi yaitu:
Pasal 17
Anggaran Dasar dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 18
(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina.
(2) Rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina.
(3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Jadi, Anggaran Dasar Yayasan B dapat diubah melalui Rapat Pembina. Selain melakukan perubahan Anggaran Dasar, Pembina, melalui Rapat Pembina, juga dapat mengubah susuan Pengawas dan Pengurus Yayasan. Untuk perubahan anggaran dasar tersebut, dari sisi hukum yayasan, maka Pembina Yayasan B dapat melakukan perubahan tanpa persetutujuan pihak lain.
Apabila Yayasan B dan Yayasan A telah terikat suatu perjanjian yang isinya antara lain menyebutkan adanya larangan perubahan anggaran dasar, maka apabila Pembina Yayasan B melakukan perubahan Anggaran Dasar, perubahan Anggaran Dasar Yayasan B tetap sah. Yayasan B hanya dapat digugat atas perbuatan wanprestasi karena melanggar janji dengan Yayasan A.
Untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu SK yang dikelaurkan Yayasan, maka harus mengacu pada Anggaran Dasar Yayasan. Apakah dalam Anggaran Dasar Yayasan mewajibkan adanya rapat pengurus sebelum mengeluarkan SK atau tidak? Meskipun demikian, keberadaan Rapat Pengurus untuk membuat suatu SK merupakan bagian dari kontrol atas tindakan masing-masing anggota Pengurus agar tidak bertindak sendiri-sendiri.
Maaf pa Ismail, satu lagi petanyaan sangat penting yang saya tanyakan agar sekaligus bisa dijawab dengan pertanyaan sebelumnya. JIka sebuah yayasan telah berdiri dan menanungi sebuah perguruan tinggi, namun pengurus, pengawas dan pembina hanya dibuat formalitas saja sekedar adapayung hukum PTS, dan setelah PTS berdiri/ada ijin, yayasan tidak pernah ada rapat baik rapat pengurus, pengawas maupun pembina, bahkan antara pengurus tidak saling mengenal, begitu juga pembina dan pengawas tidak saling mengenal satu sama lainya. Persalan muncul dikemudian hari, ketika proses pemilihan Rektor, pihak Yayasan hanya dihadiri 1 orang pembina, 1 orang pengawas dan sekretaris dan bendahara. pembina, pengawas dan ketua yayasan semuanya ada diluar Kota dan tiap diundang tak pernah hadir karena hanya dimasukan secara sepihak saat pendirian. saat penetapan SK Rektor terpilih, pengurus yayasan yang hadir hanya sekretaris dan bendahara karena ketua yayasan diluar kota dan belum pernah saling mengenal dengan sekretaris dan bendahara. apakah sah SK yang hanya ditanda tangan sekretaris yayasan berdasarkan rapat pengurus yang dihadiri 2/3 dan dsietujui 100% oleh pengurus yang hadir tentang SK Rektor. Terima kasih pak Marzuki
Mengenai sah atau tidaknya suatu keputusan rapat bergantung dari pemenuhan persyaratan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan dan UU Yayasan.
Dalam anggaran dasar yayasan dimuat tata cara dan kurom Rapat Pengurus. Pada umumnya jumlah kuorum adalah 2/3 dari jumlah pengurus, sedangkan keputusan sah jika disetujui oleh lebih dari ½ jumlah suara yang hadir.
Jadi, sepanjang tata cara pemanggilan, kuorum dan pengambilan keputusan dilakukan sesuai dengan anggaran dasar, maka Rapat pengurus adalah sah. Jika ada pengurus yang tidak hadir karena di luar kota, Rapat Pengurus tetap dapat diadakan sepanjang jumlah kuorum terpenuhi.
Ass,wr,wb. Mohon maaf pak Ismail,,,saya makin dapat pencerahan dari Bapak soal Hukum terkait yayasan. SATU hal penting yang saya tanyakan, apakah boleh sebuah yayasan kemudian dalam perjalananya memasukan nama pendiri baru didalam akta yayasan yang sama dan yang melakukan perubahan itu bukan pembina yayasan tetapi perorangan yang saling mengenal baik notaris. Intinya yayasan A sebelumnya telah keluar akta menkum HAM dengan 3 pendiri, namun ditengah jalan dirubah menjadi 4 pendiri oleh perorangan yang bukan pembina/pendiri hanya karena kedekatan baik dengan pembina dan notaris. terima kasih
Apabila suatu yayasan belum mendapat penegsahan dari Menteri, maka status badan hukum terhadap yayasan belum muncul. Dalam keadaan yang demikian, AKta Pendirian yayasan dapat diubah/diperbaiki oleh para pendiri. perubahan pada akta pendirian dapat berupa perubahan nama yayasan, atau memasukan pendiri baru selain yang sudah disebut sebelumnya. Akan tetapi, yang dapat mengubah akta pendirian (sebelum ada pengesahan Menteri) adalah Para Pendiri yang namanya tercantum dalam akta pendirian sebelumnya.
Jadi, jika dalam akta pendirian terdapat 3 orang pendiri, maka untuk mengubah akta pendirian, 3 orang pendiri tersebut harus menandatangani akta perubahan.
Apabila yayasan telah memperoleh pengesahan dari Menteri, maka akta pendirian tidak dapat diubah lagi. Jika akta pendirian sudah mendapat pengesahan Menteri, maka yang dapat diubah adalah anggaran dasar yayasan, bukan akta pendirian. Untuk perubahan anggaran dasar, harus dilakukan melalui Rapat Pembina. Perubahan anggaran dasar oleh selain Rapat Pembina adalah tidak sah.
Tanggapnm kami atas pertanyaan Bapak adalah sebagai berikut:
1. Mengenai sah atau tidaknya suatu SK Pengangkatan, maka tinjauannya adalah:
a. Prosedur penetapan seseorang menjadi Rektor.
(i) Bagaimana tahapan dan prosedurnya?
Mengacu pada SURAT EDARAN DIREKTORAN JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Nomor: 2705/D/T/1998 tanggal 2 September 1998,
1. Senat Perguruan Tinggi menyelenggarakan Rapat Senat untuk memberi pertimbangan kelayakan calon pimpinan PTS sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Statuta Perguruan Tinggi dan/atau Ketentuan
yang disepakati oleh Senat Perguruan Tinggi dan BP-PTS;
2. BP-PTS memilih salah seorang dari calon-calon pimpinan perguruan tinggi yang telah mendapat pertimbangan senat perguruan tinggi;
BP-PTS yaitu Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta, dalam hal ini adalah Yayasan yang menaungi kampus tersebut.
Jadi, apabila prosedur pengangkatan terpenuhi maka sampai dengan tahap ini pengangkatan adalah sah
(ii) Siapa yang berwenang mengangkat?
a) Pimpinan PTS diangkat dan diberhentikan oleh Yayasan setelah mendapat pertimbangan Senat dan dilaporkan kepada Menteri;
b) Menteri dapat membatalkan pengangkatan Pimpinan PTS apabila Pimpinan PTS yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
(iii) Bagaimana jika SK hanya ditandatatangani oelh Ketua Yayasan ?
Mengenai sah atau tidaknya suatu SK yang hanya ditandatangani oleh Ketua Yayasan, maka dasar penilaiannya adalah anggaran dasar Yayasan dan peraturan interal Yayasan (jika) ada.
Dalam anggaran dasar Yayasan, selalu tercantum siapa yang berwenang mewakili Yayasan di dalam dan di luar pengadilan. Ada aggaran dasar yang menyebutkan bahwa yang berwenang mewakili adalah hanya ketua
Yayasan, ada pula yang berwenang adalah Ketua Yayasan dan salah satu pengurus Yayasan lainnya (sekretaris atau bendahara)
Setelah mengetahui aturan tersebut, baru dapat diketahui apakah SK tersebut cacat atau tidak.
2. Mengani ketidakhadiran Ketua Yayasan dalam rapat, harus mengacu pada anggaran dasar Yayasan. Dalam anggaran dasar Yayasan apakah memungkinkan Ketua Yayasan tidak hadir rapat? Atau wajib hadir?
Jika dalam anggaran dasar menyebutkan bahwa rapat dapat dilakukan tanpa kehadiran ketua Yayasan, maka rapat tersebut sah.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Mohon Pencerahan Pak,
Saya seorang dosen salah satu PTS di Pekanbaru. 6 bulan lalu saya mendapatkan beasiswa S3 ke luar negeri. Saya memohon dan mendapatkan rekomendasi dan diusulkan oleh Fakultas untuk berangkat sebagai dosen dengan status Tugas Belajar (mendapatkan bantuan dari kampus/biaya dibebankan ke fakultas). Karena berbagai polemik yang terjadi, hingga menjelang keberangkatan saya, saya belum mendapatkan keputusan apapun dari Rektor maupun Yayasan. Pada akhirnya, 2 hari sebelum jadwal keberangkatan saya keluar negeri, saya menerima Surat Keputusan Yayasan (dikirim via WhatsApp) yang menyetujui keberangkatan saya dengan status Ijin Belajar (leave of study) lepas tanggungan (tanpa tanggungan apapun dari kampus), dan dituliskan bahwa keputusan itu berdasarkan usulan dari Rektor. Disana dituliskan bahwa saya harus menandatangani kontrak dengan pihak personalia, namun bila dalam 10 hari tidak menandatangani kontrak, maka saya dianggap menyetujui keputusan tersebut. Dan memang saya tidak sempat untuk tanda tangan kontrak karena saya sudah keburu berangkat ke luar negeri. Setelah menerima surat keputusan yayasan tentang hal itu, saya pertanyakan ke Rektor bahwa saya tidak pernah memohon ijin belajar, permohonan saya dan rekomendasi fakultas adalah tugas belajar.
Bulan lalu terjadi pergantian Pengurus Yayasan dan saya kembali menerima Keputusan Rektor (dikirim via WhatsApp) bahwa saya harus membuat surat permohonan untuk status Ijin Belajar (Leave of Study). Jika saya tidak membuat surat permohonan maka saya akan diberikan SP1, SP2 dan surat PHK.
Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Apakah dapat dianggap sah secara hukum SK Yayasan yang saya sudah terima sebelumnya melalui WhatsApp? Dapatkah pengurus yaysan yang baru menganulir SK tersebut?.
2. Apabila saya dipecat, dapatkah saya berpegang pada SK tersebut, bahwa saya berangkat atas persetujuan Rektor dan Yayasan?
3. Adakah peraturan yang mengatur hubungan tentang hak2 dan kewajiban dosen cuti belajar dengan Yayasan?
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan pandangan Bapak atas masalah saya ini.
Berkaitan dengan pertanyaan yang ibu sampaikan, tanggapan kami adalah sebagai berikut:
1. Whatsapp (WA) merupaka media elektronik yang digunakan untuk menyampaikan informasi.
UU No. 11 Tahun 2OO8 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU NO 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Mengacu pada Pasal 5 UU ITE tersebut maka suatu informasi yang terdapat atau termuat dalam WA merupakan alat bukti hukum yang sah. Secara konten, maka infromasi dalam WA memiliki kekuatan hukum termasuk mengenai keputusan
yang berkaitan dengan suatu urusan. Akan tetapi, untuk menyatakan apakah suatu SK yayasan yang dikirim melalui WA adalah sah atau tidak sah, maka kembali pada bentuk dari informasi yang dimuat dalam WA dikaitkan dengan
formalitas suatu SK.
Berkaitan dengan SK Yayasan, harus dilihat terlebih dahulu aturan internal yayasan dalam menerbitkan SK. Biasanya suatu SK diterbitkan dengan menggunakan kertas surat berkepala (KOP) Yayasan, dilengkapi dengan nomor dan
tanggal SK, dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang dalam yayasan.
Jika aturan internal yayasan mengharuskan adanya suatu formalitas tertentu dalam penerbitan SK, maka jika ada bentuk keputusan diluar aturan tersebut adalah tidak sah.
Misal: Aturan yayasan menyatakan bahwa SK yayasan harus memuat nomor surat, tanggal surat, perihal, ada tandatangan ketua yayasan serta ada kop surat. Jika “SK” yang dimuat dalam WA hanya berupa ketikan biasa dilayar HP
(seperti tulisan WA biasa /chat) maka SK Yayasan yang disampaikan dengan cara tersebut tidak sah meskipun memiliki kekuatan sebagai bukti hukum. Tetapi jika SK dibuat sesuai prosedur lalu SK discan (difoto) dan hasil
scan/foto dikirim ke pihak lain melalui WA, maka SK tersebut adalah sah.
2. suatu lembaga/yayasan tidak dapat secara sepihak untuk melakukan pemecatan. Sepanjang ibu Zora melakukan studi atas dasar persetujuan pihak berwenang/rektor, maka yayasan tidak dapat semena-mena melakukan pemecatan.
3. Hubungan kerja antara yayasan dengan dosen selaku pegawai mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta peraturan Internal perusahaan.
Satu yayasan hanya memiliki 1 orang Pembina (A), 3 orang pengurus (B,C,D) dan hanya 1 orang pengawas (E). Kemudian Yayasan akan melakukan perubahan yaitu penggantian (keluar-masuk) Pembina dan Pengawas, misal menjadi A diganti F dan E diganti G.
Pertanyaan saya :
1. mengingat yayasan hanya memiliki 1 pembina, bagaimana mekanisme perubahan tersebut, apakah dengan keputusan pembina tunggal, atau Rapat pembina yakni dengan mengajak calon pembina baru sebagai undangan rapat…?
2. kemudian apakah perubahan Pembina tersebut dapat digabung dalam 1 akta/rapat dengan perubahan Pengawas, ataukah harus dilakukan dalam 2 tahap/2 kali pengesahan, jika iya, mana yang didahulukan?
3. dalam hal terjadi penggantian pembina tersebut, siapa yang berhak mengangkat pengawas tadi, apakah pembina lama ataukah pembina yang baru?
Demikian pertanyaan saya, besar harapan saya kiranya Bapak dapat memberikan jawaban, Terimakasih.
Berikut ini tanggapan kami atas pertanyaan-pertanyaan tersebut:
1. Dalam UU Yayasan (UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004), tidak disebutkan berapa jumlah minimal Pembina. Dengan demikian, maka dalam yayasan boleh hanya ada 1 (satu) Pembina.
Jika Pembina akan mengeluarkan suatu keputusan, termasuk mengenai pergantian Pembina dan Pengawas, maka Pembina yang hanya 1 orang tidak perlu mengadakan Rapat Pembina tetapi cukup hanya membuat Akta Keputusan Pembina.
Karena tidak ada Rapat Pembina, maka kehadiran calon Pembina baru dalam pembuatan Akta Keputusan Pembina tidak diperlukan.
2. Sekaligus menanggapi pertanyaan nomor 3:
Mengingat jumlah Pembina hanya 1 orang, maka penggantian Pembina dan Pengawas dibuat dalam bentuk Akta Keputusan Pembina.
Untuk menghindari perbedaan pendapat mengenai kewenangan Pembina ketika mengangkat Pengawas dan mengganti pembina dengan pembina baru, maka Akta Keputusan Pembina dapat dibuat dalam dua dokumen terpisah yang dibuat pada
hari yang berbeda. Misal:
a. Penggantian Pengawas dibuat dalam Akta Keputusan Pembina tertanggal 24 Agustus 2020, dan efektif berlaku sejak tanggal Akta tersebut
b. Penggantian Pembina dibuat dalam Akta keputusan Pembina tertanggal 25 Agustus 2020 (setelah penggantian Pengawas), dan efektif berlaku sejak tanggal Akta tersebut.
Kemudian Pengurus menyampaikan pemberitahuan kepada menteri Hukum dan HAM melalui Notaris.
Assalamualaikum pak. Jk pembinanya sendiri yg tdk pernah hadir dlm rapat atau tdk peduli sama sekali kpd yayasan pdhl sdh diundang rapat berkali2 nmn hy sekali hdr setelah itu menghilang. Apa yg hrs dilakukan oleh pengurus yg ada demi maslahat yayasan.
Sbb diatas yayasan berdiri yayasan lain shg harta kekayaan yayasan lama pindah nama ke yayasan baru. Gmn cara ganti pembina yg seperti ini?
Apabila seorang Pembina tidak pernah hadir dalam rapat atau tidak peduli dengan kegiatan yayasan, maka Pengawas dan Pengurus sebaiknya terlebih dahulu melakukan pendekatan pribadi (kekeluargaan) kepada Pembina tersebut. Pendekatan pribadi ini dilakukan karena secara peraturan tidak ada sarana yang dapat secara langsung memberikan sanksi bagi Pembina yang tidak peduli terhadap yayasan. Selain itu, Pengawas dan Pengurus tidak berwenang untuk mengganti Pembina.
Salah satu jalan adalah dengan meminta bantuan Pihak Ketiga diluar Pengurus dan Pengawas untuk meminta pemeriksaan atas yayasan.
Dalam UU Yayasan terdapat ketentuan sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan:
a. melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar;
b. lalai dalam melaksanakan tugasnya;
c. melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau
d. melakukan perbuatan yang merugikan Negara.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Pasal 54
(1) Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2).
(2) Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan, Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan.
(3) Pembina, Pengurus, dan Pengawas serta pelaksana kegiatan atau karyawan Yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 55
(1) Pemeriksa berwenang memeriksa semua dokumen dan kekayaan Yayasan untuk kepentingan pemeriksaan.
(2) Pembina, Pengurus, Pengawas, dan pelaksana kegiatan serta karyawan Yayasan, wajib memberikan keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(3) Pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada pihak lain.
Pasal 56
(1) Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan.
(2) Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemohon atau Kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan.
Assalamualaikum pak Ismail Marzuki,
Saya izin bertanya pak, jadi Orang Tua saya baru mendirikan suatu yayasan, saya ditunjuk sebagai ketua pengurus yayasan. Dalam kegiatan usaha yayasan ini, apakah saya bisa mendapat kan gaji atau honor dikarenakan saya adalah pengurus sekaligus pelaksana tugas yayasan tersebut? Terimakasih atas perhatian nya pak.
Dalam yayasan, ada yang disebut PENDIRI yayasan, yaitu orang (baik perorangan maupun badan hukum) yang mendidikan yayasan dengan cara memisahkan sebagian harta kekayaannya sebagai kekayaan awal yayasan.
Dalam yayasan juga ada organ yayasan yaitu:
1. Pembina
2. Pengurus
3. Pengawas
UU Yayasan (UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004) mengatur mengenai penggunaan kekayaan yayasan, antara lain dalam Pasal 5. “Pasal 5
(1) Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah,
maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.
(2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:
a. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan
Pengawas; dan
b. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
(3) Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan Yayasan.”
Jadi, seorang Pengurus dapat menerima gaji dari yayasan dengan syarat:
a. Pengurus tersebut bukan Pendiri yayasan
b. Pengurus tersebut tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas
c. Pengurus tersebut melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh
Berdasarkan informasi yang Bapak Dicky sampaikan, ayah dari Bapak Dicky adalah Pendiri yayasan, sedangkan Bapak Dicky sebagai Pengurus, yang berarti Bapak Dicky selaku Pengurus terafiliasi dengan Pendiri yaitu ayah dari Bapak Dicky.
Dengan demikian, Bapak Dicky dilarang menerima gaji dari yayasan.
Assalamualaikum wr.wb
Mohon pencerahannya bapak…
Ada satu lembaga pendidikan (paud) yg ada dibawah pengelolaan yayasan A, kemudian pembina yayasan A tsb datang kepada kami dg maksud ingin menyerahkan lembaga pendidikannya (paud) kepada yayasan kami.
Jd bagaimana bagaimana proses pemindahan atau serah terima sebuah lembaga pendidikan dari satu yayasan ke yayasan yg lain bpk?
Sebelumnya sy ucapkan terimakasih…
Wassalamualaikum wr wb
Apabila suatu Lembaga Pendidikan (PAUD) akan dialihkan dari yayasa A ke Yayasan B, maka pengalihan tersebut dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
1. Ada izin atau persetujuan dari instansi pemberi izin (misal Dinas Pendidikan setempat); dan
2. Ada Berita Acara serah terima penyelenggaraan dan izin PAUD dari Yayasan A ke Yayasan B
Berita acara pada poin 2 di atas, ditandatangani oleh Pengurus Yayasan A dan Yayasan B.
Untuk mengalihkan PAUD kepada Yayasan B, pengurus Yayasan A harus mendapat persetujuan dari Pembina Yayasan A.
Assalamu’alaikum
Pak Kami adalah pendiri Yayasan (6 Orang) kami sepakat bahwa kedudukan dan jabatan kami simpan dalam laci, jadi tidak ada pengunaan dan penguasaan sewenang-wenang atas jabatan.
5 dari kami jadi pengurus dan pengawas, satu jadi pembina.di tengah perjalanan pembina berubah haluan seolah olah yayasan punya sendiri.aturan dibuat sendiri, kemudian beliau merubah susunan pengurus dan pengawas ke notaris tanpa ada rapat luar biasa atau koordinasi dengan pendiri. Apakah seperti legal?? Mohon jawabannya
Sebelumnya perlu kami sampaikan bahwa undang-undang secara tegas mengatur mengenai jabatan-jabatan dalam yayasan, berikut hak dan kewajibannya. Pengaturan tersebut ditujukan agar setiap tindakan yang dilakukan masing-masing orang yang berada dalam yayasan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena sangat disayangkan jika pada awal pendirian yayasan harus menggunakan prinsip “kedudukan dan jabatan kami simpan dalam laci”.
Berkaitan dengan kedudukan Pembina yayasan, UU Yayasan (UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004), tidak menyebutkan berapa jumlah minimal Pembina. Dengan demikian, maka dalam yayasan boleh hanya ada 1 (satu) Pembina.
Pembina yayasan berwenang untuk mengangkat Pengurus dan Pengawas yayasan.
Apabila anggota Pembina yayasan terdiri dari dua orang atau lebih, maka untuk melakukan perubahan susunan Pengawas atau Pengurus harus melalui Rapat Pembina.
Akan tetapi, jika Pembina hanya 1 (satu) orang, maka Pembina tersebut cukup menggunakan Akta Keputusan Pembina untuk mengganti Pengawas atau Pengurus.
Dengan demikian, jika hanya ada 1 (satu) Pembina, maka penggantian Pengawas atau Pengurus tidak perlu melalui Rapat Pembina.
Salam,Saya ada pertanyaan,:
1. Apakah Ketua Yayasan bisa di sebut CEO?
2. Dan dari 1 yayasan lebih dengan pembina atau ketua yg sama, bisa disebut ceo group?
3. Apakah pembina yayasan bisa disebut juga owner?
Dalam hukum Indonesia tidak dikenal istilah Chief Executive Officer. Di Indonesia dikenal sebutan Direktur atau Direktur Utama untuk jabatan di perseroan terbatas.
Pengertian dari Chief Executive Officer berdasarkan kamus Black’s Law Dictionary, seventh Edition, adalah:
“A corporation’s Highest ranking administrator who manages the firm day by day and reports to the board of directors”
Jadi menurut Black’s Law Dictionary CEO adalah administratur tertinggi yang mengelola urusan perusahaan sehari-hari dan melaporkan pekerjaannya kepada Direksi
Dengan demikian, kedudukan CEO adalah dibawah Direksi menurut hukum Indonesia.
Dalam Kepmenakertrans Nomor 40 Tahun 2012 Lampiran Daftar Jabatan Tertentu yang Dilarang dan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing disebutkan bahwa jabatan yang dilarang diduduki oleh tenaga kerja asing antara lain adalah Chief Executive Officer. Dalam lampiran tersebut Chief Executive Officer diterjemahkan sebagai Kepala Eksekutif Kantor.
Jadi:
1. Ketua Yayasan bukan CEO
2. Yayasan tidak bisa dimiliki siapapun sehingga tidak ada istilah Owner
Aturan mengenai larangan rangkap jabatan, secara tidak langsung tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah
Pasal 20 Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018:
Pasal 20
Kepala Sekolah tidak dapat merangkap sebagai pelaksana tugas jabatan lain lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut.
Dalam Pasal 20 tersebut disebutkan bahwa Kepala Sekolah tidak dapat merangkap jabatan lain lebih dari 6 bulan berturut-turut. Jabatan lain dapat dartikan pula sebagai pengurus Yayasan.
Selain itu dalam Pasal 7 UU Yayasan juga ada ketentuan larangan rangkap jabatan:
“Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).”
Sekolah merupakan badan usaha dari Yayasan, dan seorang kepala sekolah adalah pengurus dari sekolah/badan usaha tersebut.
Assalamualaikum,
pak Ismail Marzuki said ana mohon pencerahan
yang pertama
bolehkah yayasan yang bergerak dibidang pendidikan mendirikan lembaga pendidikan dengan nama yang berbeda dengan nama yayasan.
contoh : yayasan abdi negara mendirikan smp dengan nama smp tunas harapan
kedua
bolehkah yayasan yang didirikan di kabupaten a mendirikan lembaga pendidikan di kabupaten b.
1. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan agar nama sekolah sama dengan nama yayasan. Yang penting adalah, nama tersebut tidak sedang digunakan oleh sekolah atau yayasan lain.
2. Sejauh yang saya ketahui, tidak ada larangan bagi yayasan kota A mendirikan sekolah di kota B. Akan tetapi mengingat pada saat ini setiap daerah memiliki ketentuan sendiri, maka sebaiknya bisa cek langsung ke Dinas Pendidikan setempat.
Assalamu’alaikum Pak Isamail Marzuki..
Saya memili yayasan SI sudah akta notaris, menaungi lembaga pendidikan TK HD juga sudah beraktan notaris..
Yang saya tanyakan :
1. Tahun ini saya mendirikan Lembaga SD apakah susunan pengurus harus dengan akta notaris.
2. Istri saya menjadi sekretaris yayasan SI merangkap Kepala TK HD, untuk mengganti pengurus yayasan apakah harus ke notaris lagi?
Harus dibedakan antara struktur Yayasan dengan struktur Lembaga Sekolah (TK, SD)
Yayasan merupakan badan hukum, yang dijalankan oleh organ yayasan berupa Pembina, Pengurus dan Pengawas. Sekolah adalah lembaga yang berada dalam Yayasan. Pimpinan sekolah biasanya disebut Kepala Sekolah
1. Susunan Pengurus SD tidak harus dimuat dalam akta notaris, sedangkan susunan pengurus Yayasan yang menaungi SD harus dibuat dalam akta notaris.
2. Perubahan pengurus yayasan:
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar
Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia NOMOR 13 TAHUN 2019
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun
2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data
Yayasan, maka Penggantian Pengurus Yayasan harus menggunakan Akta Notaris.
Untuk mendirikan suatu sekolah/institusi pendidikan yang berorientasi komersial, dalam hal pendiri dan pengurus mendapatkan keuntungan atau gaji institusi tersebut, badan hukum apa sajakah yang tepat untuk mendirikannya? Karena jika berbentuk yayasan maka hal tersebut tentulah melanggar hukum.
Tanggapan
bpk/Ibu Yuna
Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Pendidikan Dan Kebudayaan Pelaku Usaha yang akan melakukan usaha di sektor pendidikan dan kebudayaan terdiri dari:
1. Pelaku Usaha perseorangan; dan
2. Pelaku Usaha nonperseorangan.
Pelaku Usaha Perseorangan hanya dapat melakukan usaha:
1. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal; dan
2. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dengan modal asing
Pelaku Usaha berupa yayasan dan badan usaha bersifat nirlaba menjalankan usaha:
1. satuan Pendidikan Formal yang diselenggarakan oleh masyarakat;
2. penambahan dan perubahan program keahlian pada SMK;
3. Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK);
4. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal; dan
5. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dengan modal asing
Pelaku usaha berupa Perseroan Terbatas, hanya dapat melakukan usaha:
1. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal; dan
2. penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dengan modal asing
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013 Tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal, satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
a. Lembaga Kursus dan Pelatihan;
b. Kelompok Belajar;
c. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
d. Majelis Taklim
e. Rumah pintar, balai belajar bersama, Lembaga bimbingan belajar.
Pelaku usaha yang dapat menjalan kegiatan komersial adalah pelaku usaha perseorangan dan Perseroan Terbatas. Bidaang usaha yang dapat dilakukan Perseorangan dan Perseroan Terbatas adalah penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dan penyelenggaraan Pendidikan Nonformal dengan modal asing.
Demikian, semoga bermanfaat
Ismail Marzuki
Assalamu’alaikum, bagaimana mekanisme pengunduran diri seorang pembina yayasan yang tunggal (artinya kondisi hanya ada satu orang pembina, tidak ada anggota pembina)? Jika mengundurkan diri, kepada siapa surat pengunduran diri ditujukan?
Tanggapan
Bapak Rahmat
Wa’alaikumussalam
Pada awal pendirian yayasan, Pembina diangkat oleh Pendiri yayasan. Setelah yayasan terbentuk dan berbadan hukum maka setiap perubahan susunan anggota pembina dilakukan berdasarkan Rapat Pembina.
Apabila Pembina hanya 1 (satu) orang, dan pembina tersebut bermaksud mengundurkan diri, maka pengunduran diri dapat diajukan dalam rapat gabungan yang dihadiri oleh Pengurus dan Pengawas yayasan (Pasal 28 ayat UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004)
Korum rapat gabungan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah pengurus dan pengawas. Keputusan rapat gabungan ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Dalam hal keputusan rapat berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah yang hadir.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamu’alaikum Wr.wb.
Mohon ijin bertanya. Di sekolah kami kepala sekolahnya sudah menjabat selama 14 tahun. Pengurus yayasan ingin melakukan regenerasi yayasan termasuk pergantian kepala sekolah. Rapat yayasan pertama semua anggota hadir dan disepakati tambal sulam untuk pengurus yang sudah meninggal dunia. Rapat kedua direncanakan membicarakan pergantian kepala sekolah tetapi beberapa anggota tidak hadir termasuk kepala sekolah yang akan diganti. Perlu diketahui kepala sekolah juga menjabat sekretaris di yayasan. Rapat ketiga dan keempat juga hanya dihadiri beberapa anggota saja dan kepala sekolah yang akan diganti tetap tidak pernah hadir.
Akta notaris disimpan oleh sekretaris dan diminta oleh ketua yayasan dan pembina tetapi tidak diserahkan dengan alasan macam2. Hingga akhirnya ketua yayasan meninggal dunia. Lalu pembina mengambil keputusan untuk memberhentikan kepala sekolah tersebut dalam rapat terakhir yang dihadiri oleh 3 orang pengurus dari 7 orang pengurus yang masih hidup. Dalam rapat terakhir wakil ketua yayasan tidak dapat hadir. Pertanyaan saya, apakah SK pemberhentian kepala sekolah yang di tanda tangani oleh pembina itu cacat hukum karena hanya dihadiri 3 orang saja? Karena selama ini anggota yang tidak hadir itu adalah orang-orangnya kepala sekolah atau istilahnya pro kepala sekolah. Padahal selama ini kami sudah mengundang mereka untuk hadir di dalam rapat tetapi mereka tetap tidak hadir. Mohon pencerahannya. Terimakasih.
Tanggapan
Bapak Abdul Azies, S.Pd.I
Wa’alaikumussalam
Mengenai masa jabatan Kepala Sekolah swasta, dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah disebutkan bahwa:
Pasal 9
Jangka waktu penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat
dituangkan dalam perjanjian kerja.
Oleh karena itu, silakan Bapak periksa kembali, apakah ada perjanjian kerja yang pernah dibuat ketika mengangkat seseorang sebagai Kepala Sekolah?
Mengenai Surat Keputusan Yayasan yang hanya ditandatangani oleh 3 orang, pada dasarnya harus diperiksa kembali isi anggaran dasar yayasan. Pada umumnya, dalam anggaran dasar disebutkan bahwa 2 orang pengurus sudah dapat bertindak mewakili yayasan. Misalnya, Ketua bersama-sama dengan salah seorang anggota Pengurus lainnya berwenang bertindak untuk dan atas nama pengurus serta mewakili Yayasan.
Apabila Ketua berhalangan tetap (wafat) bisa digantikan pengurus yang lain.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum Bapak Ismail Marzuki, perkenalkan saya wulan.
Maaf bapak saya ketua yayasan di yayasan CS, yg bergerak dibidang sosial.
Bulan depan saya mendapatkan kepercayaan unt menjadi wakil yayasan di yayasan TP yg mana pembina dan pendirinya berbeda dari yayasan yg 1.
Pertanyaan saya, apakah ada pelanggaran hukum disitu pak?
Tadinya saya mau dijadikan ketua , tetapi saya bilang jangan.
Mohon petunjuk ya Bapak Ismail yang baik.
Wassalam
Wa’alaikumussalam
Tanggapan untuk Ibu Wulan
Yang kami tangkap dari tulisan ibu adalah:
Ada dua yayasan yaitu Yayasan CS dan Yayasan TP
Di Yayasan CS, ibu Wulan sebagai Ketua Yayasan. Ketua Yayasan merupakan Pengurus Yayasan.
Ibu Wulan ditawari jabatan sebagai Wakil di Yayasan TP. Kami berasumsi bahwa yang bu Wulan maksudkan adalah Wakil Ketua Yayasan. Dalam suatu yayasan yang mempunyai jabatan wakil ketua, maka wakil ketua tersebut merupakan pengurus yayasan.
Dalam UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004, terdapat larangan rangkap jabatan bagi Organ Yayasan.
Larangan rangkap jabatan tersebut adalah:
1. Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas (Pasal 29 UU Yayasan)
2. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas (Pasal 31 ayat [3] UU Yayasan)
3. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus (Pasal 40 ayat [4] UU Yayasan)
Larangan Rangkap Jabatan dalam nomor 1,2, dan 3 diatas adalah berlaku untuk jabatan dalam satu yayasan. Sebagai contoh Pembina di Yayasan ABC tidak boleh merangkap sebagai pengurus atau pengawas di Yayasan ABC juga. Pengurus di Yaysan ABC tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengawas di Yayasan ABC. Pengawas di Yayasan ABC tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengurus di Yayasan ABC. Jadi, larangan tersebut belaku hanya untuk rangkap jabatan di Yayasan ABC. Larangan tidak berlaku jika Pengurus Yayasan ABC menjadi Pembina atau Pengurus di Yayasan DEF
Selain dari laranagn yang tercantum dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 40 UU Yayasan, terdapat larangan rangkap jabatan dalam suatu yayasan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (3). larangan tersebut memuat ketentuan bahwa Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha yang didirikan oleh yayasan dan badan usaha tempat yayasan melakukan penyertaan modal.
Dengan demikian, berdasarkan UU Yayasan, tidak ada larangan jika Ketua Yayasan CS menjabat sebagai Ketua Yayasan TP. Akan tetapi, bu Wulan perlu memeriksa isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Yayasan CS. Yang perlu diperiksa adalah apakah dalam AD/ART Yayasan CS memuat larangan tersebut atau tidak?
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Asslammualikum pak salam sehat untuk kita semua
Mohon izin bertanya pak
Bagaimana mekanisme nya perubahan akta notaris apabila seluruh pembina meninggal dunia dan ketua pengurus juga telah meninggal dunia
1. Siapakah yang akan bertindak atau membuka rapat gabungan tersebut ? (Mengingat Seluruh pembina telah meninggal dunia dan dlm yayasan tersebt hanya memiliki 1 orang ketua pengurus yang telah meninggal dunia juga)
2.Apakah boleh dalam satu rapat gabungan tersebut di agendakan perubahan anggaran dasar yaitu penunjukan pembina dan penunjukan ketua pengurus ?
Mohon pencerahaanya pak terima kasih
Tanggapan
Bapak Alhafiz
Wa’alaikumussalam
1. Mengacu pada ketentuan Pasal 28 ayat (4) UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004, Dalam hal Yayasan karena sebab apapun tidak lagi mempunyai Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina.
UU Tentang Yayasan tidak secara tegas mengatur mengenai mekanisme rapat gabungan. Meskipun UU Tentang Yayasan tidak mengatur mekanisme rapat gabungan, mekanisme rapat gabungan ini dimuat dalam anggaran dasar Yayasan. Dalam anggaran dasar biasanya tercantum proses pelaksanaan rapat gabungan. Rapatgabungan ini dhadiri oelh pengurus dan pengawas Yayasan. Rapat gabungan dipimpin oleh Ketua Pengurus
2. Sebagaimana dijelaskan dalam butir 1 di atas, rapat gabungan diadakan hanya untuk mengangkat Pembina baru.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamu’alaikum wr wb
Salam kenal Pak Ismail
Semoga selalu dalm keadaan sehat, aamiin
Saya Wahyu dari Masjid Al Barkah Bantargebang Kota Bekasi
Yang ingin saya tanyakan sbb :
1. Apakah diperbolehkan Masjid mendirikan Yayasan namun Anggaran dasarnya
dgn menggunakan
2. Bagaimana seharusnya keberadaan yayasan apabila tidak pernah ada kegiatan,
tidak melaporkan pajak dan juga tidak ada kontribusinya terhadap Masjid?
3. Bagaimana posisi keorganisasian masjid, apakah di atas Yayasan atau berada di
bawah Yayasan?
4. Apabila masa jabatan kepengurusan DKM masjid, kemanakah pengajuan
Pengurus DKM yg baru?
5. Peberbitan SK pengurus DKM yg baru, apakah dari Yayasan ataukah dari Kelurahan setempat?
Demikian pertanyaan dari saya, mohon pencerahannya
Terima kasih atas perhatian dan banruannya
Terima kasih
Wassalamu’alaikum wr wb
dana Kas Operasional Masjid
Tanggapan
Wa’alaykumussalam
Bapak Wahyu Budi Widyatmoko
Salam kenal juga, semoga Bapak Wahyu dalam keadaan sehat
Saya akan memberikan tanggapan satu persatu seuai dengan pertanyaan.
1. Apakah diperbolehkan Masjid mendirikan Yayasan namun Anggaran dasarnya
dengan menggunakan dana kas operasional masjid.
Jawab:
Berdasarkan ketentuan UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebaagaimana diubah dengan UU Noor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (selanjutnya disebut UU Yayasan”), yayasan didirikan oleh1 (satu) orang atau lebih. Yang dimaksud dengan “orang” sebagai pendiri yayasan adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Jika yang Bapak Wahyu maksudkan Masjid yang mendirikan yayasan, maka masjid bukanlah badan hukum sehingga masjid tidak dapat mendirikan yayasan. Akan tetapi jika masjid berada di bawah yayasan (misal Yayasan Masjid Al-Barkah) maka Yayasan Al-Barkah dapat mendirikan yayasan baru dengan menggunakan dana Yayasan Al-Barkah untuk mendirikan yayasan baru.
Jadi, untuk memastikan siapa pendiri yayasan yang Bapak Wahyu tanyakan, terlebih dahulu agar Bapak Wahyu mengecek akta pendirian yayasan tersebut untuk mengetahui nama pendirinya.
2. Bagaimana seharusnya keberadaan yayasan apabila tidak pernah ada kegiatan,tidak melaporkan pajak dan juga tidak ada kontribusinya terhadap Masjid?
Jawab:
Melaporkan Pajak merupakan kewajiban yang harus dilakukan yayasan. Jika tidak melaporkan pajak akan terkena sanksi hukum berupa denda dan pidana. Jika yayasan tidak ada kegiatan, Pembina yayasan dapat membubarkan yayasan dan meminta pencabutan NPWP.
3. Bagaimana posisi keorganisasian masjid, apakah di atas Yayasan atau berada di bawah Yayasan?
Jawab:
Untuk mengetahui posisi keorganisasian, Silakan Bapak memeriksa anggaran dasar yayasan serta struktur organisasi yang telah dibuat masjid dan yayasan
4. Apabila masa jabatan kepengurusan DKM masjid, kemanakah pengajuan Pengurus DKM yg baru?
5. Peberbitan SK pengurus DKM yg baru, apakah dari Yayasan ataukah dari Kelurahan setempat?
Jawab 4 dan 5:
Jawaban atas pertanyaan 4 dan 5 harus melihat anggaran dasar Yayasan dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga masjid.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum pa, mohon izin bertanya, apakah boleh seorang sekretaris yayasan menjadi kepala sekolah
Tanggapan
Bapak Muslihin
Wa’alaikumussalam
Aturan mengenai larangan rangkap jabatan, secara tidak langsung tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah
Pasal 20 Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018:
Pasal 20
Kepala Sekolah tidak dapat merangkap sebagai pelaksana tugas jabatan lain lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut.
Dalam Pasal 20 tersebut disebutkan bahwa Kepala Sekolah tidak dapat merangkap jabatan lain lebih dari 6 bulan berturut-turut. Jabatan lain dapat dartikan pula sebagai pengurus Yayasan.
Selain itu dalam Pasal 7 UU Yayasan juga ada ketentuan larangan rangkap jabatan:
“Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).”
Sekolah merupakan badan usaha dari Yayasan, dan seorang kepala sekolah adalah pengurus dari sekolah/badan usaha tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Pak mau tanya, bisakah suatu yayasan yang sudah ada sebelum adanya UU Yayasan dibubarkan tanpa proses likuidasi. mengingat kekayaan yayasan berasal dari harta wakaf. dan yayasan tersebut sudah tidak lagi beroperasi ketika tidak mendaftarkannya ke pengadilan dan anggaran dasarnya tidak menyesuaikan UU Yayasan terhitung sejak 2002.
Bapak Tanjung
Yayasan yang tidak menyesuaikan dengan undang-undang yayasan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Pasal 71 ayat (4) UU Nomor 16 Tahun 2001 juncto UU Nomor 28 Tahun 2004:
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata ‘Yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.”
Yayasan yang dibubarkan ditindaklanjuti dengan likuidasi.
Pasal 64 UU Nomor 16 Tahun 2001 juncto UU Nomor 28 Tahun 2004:
(1) Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator.
Mengenai kekayaan yayasan yang dibubarkan, ketentuannya ada salami Pasal 68.
Pasal 68 UU Nomor 16 Tahun 2001 juncto UU Nomor 28 Tahun 2004
(1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar.
(2) Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam Undang-undang mengenai badan hukum tersebut.
(3) Dalam hal kekayaan sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain atau kepada badan hukum lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan Yayasan yang bubar.
Demikian, smog bermanfaat
Wassalam
ISMAIL MARZUKI
Assalamualaikum Bapak Ismail yg terhormat, kami ingin menanyakan bbrp hal :
1. Bagaimana bila pengalihan yayasan dikarenakan pembina yg lama tidak aktif lebih dari 5 tahun bisa dilakukan? Dengan pertimbangan demi berjalannya lembaga pendidikan pendidikan yg dinaunginya
2. Perizinan terhadap dinas terkait sdh didapatkan apakah masih bisa dipermasalahkan?
3. Terkait asset berupa gedung sekolah & lahannya juga belum atas nama yayasan sebelumnya atau belum dibalik nama & sdh diurus ke yayasan yg baru, apakah jg TDK masalah?
Mohon arahannya pak, terimakasih banyak.
Bapak Agus S.
Wa’alaikumussalam
Apabila yayasan akan mengalihkan aset berupa izin penyelenggaraan pendidikan dan kekayaan lainnya, maka hal yang harus ditempuh adalah:
a. Lakukan Rapat Pembina yayasan lama untuk memberikan persetujuan pengalihan izin dan kekayaan.
b. harus ada persetujuan dari instansi yang menerbitkan izin pendidikan
c. Mengenai gedung yang belum atas nama yayasan lama, maka harus dipastikan terlebih dahulu dalam pembukuan yayasan lama, apakah sudah dimasukan dalam kekayaan yayasan lama.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Kepada Yth.
Bpk. Ismail Marzuki
Bapak saya mau menanyakan apakah pendiri boleh sewaktu – waktu mengaudit yayasan tanpa ada alasan, dan mengaudit setiap tahun selain akuntan publik. Kemudian apakah yayasan ada kewajiban untuk selalu melaporkan kinerja kepada pendiri secara rutin.
atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Tanggapan
Ibu Naely Hudayani
Sebelum menjawab pertanyaan Ibu, perlu kami sampaikan bahwa di dalam yayasan hanya ada 3 (tiga) organ yayasan, yaitu: Pembina, Pengawas, dan Pengurus. Setelah yayasan sah sebagai badan hukum maka tidak ada lagi yang disebut Pendiri.
Ketentuan dalam UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2004 yang berkaitan dengan Laporan adalah sebagai berikut:
Pasal 48
(1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha Yayasan.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan
berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.
Pasal 49
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun
laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurangkurangnya:
a. laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai;
b. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan
catatan laporan keuangan.
(2) Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi
tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan.
Pasal 50
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas sesuai dengan ketentuan Anggaran
Dasar.
(2) Dalam hal terdapat anggota Pengurus atau Pengawas tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh rapat Pembina.
Pasal 52:
(1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan.
(2) Ikhtisar laporan keuangan yang merupakan bagian dari ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang:
a. memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau
lebih, dalam I (satu) tahun buku; atau
b. mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.
(3) Laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib diaudit oleh Akuntan Publik.
(4) Hasil audit terhadap laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada Pembina Yayasan yang
bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait.
(5) Laporan keuangan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalammu’alaikum wr.wb.
mohon izin bertanya pak, dalam sebuah yayasan apakah diperbolehkan jika suami istri sama-sama menjadi pengurus? dalam hal pemberian gaji apakah dua-duanya bisa mendapatkannya atau bagaimana pak? terima kasih.
Ibu Isna
Wa’laikumussalam
Tidak ada larangan bagi Suami dan isteri menjadi pengurus yayasan.
Berkaitan dengan gaji, maka seorang Pengurus boleh menerima gaji dengan syarat:
1. Bukan pendiri yayasan
2. Tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas
3. Melaksanakan Pengurusan yayasan secara penuh.
Ketentuan tersebut dapat dlilihat pada Pasal 5 UU No. 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU No 28 Tahun 2004
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Malam pak.
1. Bolehkah sebuah lembaga pendidikan (perguruan tinggi) berganti yayasan yg menaunginya?
2. Jika boleh, bagaimanakah tatalaksananya?
3. Tks
Tanggapan
Bapak Ezra
Berkaitan dengan pertanyaan bapak, dapat saya tanggapi sebagai berikut:
1. Perguruan Tinggi adalah lembaga pendidikan yang berada di bawah yayasan pendidikan. Untuk menjalankan
perguruan tinggi, yayasan harus memperoleh izin-izin dari instansi yang berwenang, terutama kementerian
Pendidikan.
Mengacu pada Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi
Negeri, Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta, yaitu dalam Pasal 17 huruf d,
Perguruan Tinggi Swasta dapat dialihkan penyelenggaraannya kepada badan penyelenggara baru (yayasan baru).
Pasal 17
Perubahan PTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dapat terdiri atas:
a. perubahan nama PTS;
b. perubahan lokasi PTS;
c. perubahan bentuk PTS;
d. pengalihan pengelolaan PTS dari Badan Penyelenggara lama ke Badan Penyelenggara baru;
e. penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru; dan/atau
f. penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain.
2. Pelaksanaan peralihan dapat dilakukan dalam dua tahapan, yaitu:
A. Tahapan Yayasan: masing-masing yayasan melakukan Rapat Pembina yang intinya:
– Yayasan lama: persetujuan Pembina untuk mengalihkan perguruan tinggi kepada yayasan lain
(yayasan baru)
– Yayasan baru: adalah persetujuan Pembina untuk menerima pengalihan perguruan tinggia dari
yayasan lain.
B. Tahapan di Kementerian Pendidikan
Berdasarkan Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020, proses yang dilakukan adalah:
Pasal 11
(1). Pendirian PTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a harus memenuhi syarat minimum
akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
Tinggi.
(2). Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. kurikulum disusun berdasarkan kompetensi lulusan sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan Tinggi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Dosen untuk 1 (satu) Program Studi, paling sedikit berjumlah:
1. 5 (lima) orang pada program diploma atau program sarjana untuk universitas,
institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi;
2. 2 (dua) orang pada akademi komunitas, dengan ketentuan:
1. memenuhi usia dan kualifikasi akademik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
2. dapat bekerja penuh waktu berdasarkan EWMP;
3. belum memiliki Nomor Induk Dosen Nasional atau Nomor Induk Dosen Khusus;
4. bukan guru yang telah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan;
5. bukan pegawai tetap pada instansi lain; dan
6. bukan Aparatur Sipil Negara;
c. 3 (tiga) instruktur untuk 1 (satu) Program Studi pada akademi komunitas dengan
kualifikasi yang ditentukan dalam pedoman pendirian;
d. tenaga kependidikan paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang untuk melayani Program Studi
pada program diploma atau program sarjana, dan 1 (satu) orang untuk melayani
perpustakaan, dengan ketentuan:
1. paling rendah berijazah diploma tiga;
2. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;
3. bersedia bekerja penuh waktu selama 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam per
minggu;
e. organisasi dan tata kerja PTS disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
f. lahan untuk kampus PTS yang akan didirikan memiliki luas paling sedikit:
1. 10.000 (sepuluh ribu) meter persegi untuk universitas;
2. 8.000 (delapan ribu) meter persegi untuk institut; atau
3. 5.000 (lima ribu) meter persegi untuk sekolah tinggi, politeknik, akademi, atau
akademi komunitas, dengan status Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai atas
nama Badan Penyelenggara, sebagaimana dibuktikan dengan Sertipikat Hak Milik, Hak
Guna Bangunan, atau Hak Pakai dalam 1 (satu) wilayah kecamatan;
g. telah tersedia sarana dan prasarana terdiri atas:
1. ruang kuliah paling sedikit 1 (satu) meter persegi per Mahasiswa;
2. ruang Dosen tetap paling sedikit 4 (empat) meter persegi per orang;
3. ruang administrasi dan kantor paling sedikit 4 (empat) meter persegi per orang;
4. ruang perpustakaan paling sedikit 200 (dua ratus) meter persegi termasuk ruang
baca yang harus dikembangkan sesuai dengan pertambahan jumlah Mahasiswa;
5. ruang laboratorium, komputer, dan sarana praktikum dan/atau penelitian sesuai dengan
kebutuhan setiap Program Studi;
6. buku paling sedikit 200 (dua ratus) judul per Program Studi sesuai dengan bidang
keilmuan pada Program Studi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
(3). Dalam hal luas lahan untuk kampus PTS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f tidak dapat
dipenuhi, Menteri dapat menentukan berdasarkan luas bangunan.
(4). Pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dimuat dalam dokumen yang relevan
untuk Pendirian PTS, yang terdiri atas:
a. studi kelayakan;
b. usul pembukaan setiap Program Studi;
c. rekomendasi LLDIKTI di wilayah PTS yang akan didirikan;
d. berita acara dan daftar hadir rapat persetujuan Pendirian PTS dari
organ Badan Penyelenggara;
e. fotokopi yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang:
1. Akta Notaris pendirian Badan Penyelenggara dan perubahannya;
2. keputusan pengesahan Badan Penyelenggara sebagai badan hukum dari pejabat yang berwenang;
3. surat pencatatan pemberitahuan berbagai perubahan Akta Notaris pendirian Badan
Penyelenggara yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
4. sertipikat lahan yang akan digunakan untuk PTS yang akan didirikan;
f. laporan keuangan Badan Penyelenggara:
1. tanpa audit oleh akuntan publik apabila Badan Penyelenggara tersebut telah beroperasi
kurang dari 3 (tiga) tahun; atau
2. dengan audit oleh akuntan publik apabila Badan Penyelenggara tersebut telah beroperasi
lebih dari 3 (tiga) tahun;
g. surat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan dana investasi dan dana operasional dari PTS
yang akan didirikan, yang ditandatangani oleh semua anggota organ Badan Penyelenggara.
(5). Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus membuat surat pernyataan kesediaan
menjadi Dosen tetap PTS yang akan didirikan.
(6). Rekomendasi LLDIKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c berisi:
a. rekam jejak Badan Penyelenggara yang berdomisili di wilayah LLDIKTI tempat PTS akan
didirikan, atau apabila domisili Badan Penyelenggara berbeda dengan domisili PTS yang akan
didirikan, rekomendasi diminta dari LLDIKTI di wilayah Badan Penyelenggara berdomisili;
b. tingkat kejenuhan berbagai Program Studi yang akan dibuka dalam Pendirian PTS tersebut di
wilayah LLDIKTI; dan
c. tingkat keberlanjutan PTS yang akan didirikan beserta semua Program Studi yang akan
dibuka.
(7). Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur Pendirian PTS ditetapkan oleh
direktur jenderal terkait sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 18
(1). Perubahan PTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus memenuhi syarat Pendirian PTS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2). Pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimuat dalam dokumen perubahan PTS,
yang terdiri atas:
a. studi kelayakan perubahan PTS;
b. usul pembukaan setiap Program Studi PTS yang baru; dan
c. rekomendasi LLDIKTI di wilayah PTS yang akan berubah.
(3). Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada direktur jenderal terkait sesuai
dengan kewenangannya dengan melampirkan statuta, rencana strategis, dan Sistem Penjaminan Mutu
Internal PTS yang akan berubah.
(4). Status dan peringkat terakreditasi Program Studi dari PTS yang diubah tetap berlaku sampai
dengan berakhir masa berlakunya.
(5). Rekomendasi LLDIKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berisi: a. rekam jejak PTS yang
akan berubah di wilayah LLDIKTI; dan b. tingkat kejenuhan Program Studi pada PTS yang akan
berubah di wilayah LLDIKTI.
(6). Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur perubahan PTS ditetapkan oleh
direktur jenderal terkait sesuai kewenangannya.
Demikian, semoga bermaanfaat.
Salam
Ismail Marzuki
Bismillah aslmkm wrwb. Maaf mohon arahannya dari BP apakah hal itu juga berlaku dlm hal pengalihan pengelolaan sekolah swasta ke yayasan lain?
Tanggapan
Bapak Ahmad Sabik
Sepanjang yang kami ketahui, terdapat perbedaan dalam proses perubahan badan penyenggara pendidikan tinggi dengan sekolah menengah.
Akan tetapi, terdapat kesamaan proses di tingkat yayasan yaitu tetap harus dibuat keputusan Rapat Pembina untuk mengalihkan penyelenggaraan sekolah ke yayasan lain.
Selain itu, untuk perubahan badan penyelenggara, terdapat kewajiban pemenuhan perizinan yang harus dipenuhi oleh yayasan yang akan menerima pengalihan sekolah.
Demikian, semoga bermanfaat.
Salam
Ismail Marzuki
Mohon maaf BP mohon arahannyA, Jika sekolah swasta dlm pengelolaan nya dilahkan ke yayasan baru, apakah sekolah tsb harus melakukan permohonan ijin operasional lagi ke Pemda setempat?
Tanggapan
Bapak Ahmad Sabik
Menjawab pertanyaan Bapak, sebagai bahan perbandingan saya menggunakan peraturan yang terdapat di Jawa Barat. Untuk perubahan badan penyelenggara, harus melampirkan izin operasional yang telah ada sebelumnya.
Silakan Bapak buka Link ini: https://dpmptsp.jabarprov.go.id/sicantik/main/jenis_perizinan
Semoga bermanfaat
Salam
Ismail Marzuki
Tanggapan
Ibu Enny
Wa’alaikumussalam
Mengenai pendaftaran Berita Negera, dapat diurus melalui Notaris.
Demikian
Salam
Ismail Marzuki
Tanggapan
Ibu Enny
Wa’alaikumussalam
Tanggapan kami adalah sebagai berikut:
1. Terkait dg nama TK/ Paud Kartika Jaya ada di setiap daerah krn milik TNI secara nasional. Bisakah menggunakan
angka dlm nama yayasan tersebut, misalnya Yayasan Kartika Jaya koordinator XI yonif 123, Krn angka tersebut
adalah yg membedakan dgn yayasan Kartika Jaya yg lain.
Pada dasarnya, cukup ada 1 (satu) yayasan saja dengan nama (misal) Yayasan Kartika Jaya. Yayasan Kartika Jaya
berkedudukan di Jakarta, dan dapat membuka cabang di seluruh daerah Indonesia. Untuk setiap cabang, dipimpin
oleh kepala cabang yayasan, misal Yayasan Kartika Jaya cabang XI Jakarta dipimpin oleh kepala cabang yayasan.
Untuk nama TK/PAUD ditentukan sendiri oleh pengurus yayasan Kartika Jaya, misal TK/PAUD Kartika Jaya XI
Yonif 123 Jakarta dan TK/PAUD Kartika Jaya XI Yonif 222 Jakarta yang secara administratif berada di bawah
cabang Jakarta, kemudian TK/PAUD Yonif 333 Bandung yang secara administratif berada di bawah cabang Bandung.
Seluruh TK/PAUD tersebut berada di bawah satu yayasan yaitu Yayasan Kartika Jaya yang berpusat di Jakarta
2. Apakah si A yg berstatus sbg TNI aktif boleh menjadi pembina dlm yayasan tersebut?
Mengacu pada UU Yayasan, setiap orang boleh menjabat sebagai Pembina, pengurus dan pengawas yayasan tanpa
membedakan status pekerjaan dan jabatan orang tersebut Swasta, PNS, TNI/Polri). Jika ada pembatasan, maka
pembatasan tersebut bergantung pada institusinya masing-masing.
Sepanjang yang kami ketahui, mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI, dalam Pasal 39 tercantum
larangan:
Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. kegiatan politik praktis;
3. kegiatan bisnis; dan
4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Berdasarkan pasal 39 tersebut, yayasan bukan termasuk kegiatan yang dilarang bagi prajurit.
3. Apakah istri si A boleh sebagai ketua pengurus dlm yayasan tersebut?
Jika A (suami) sebagai Pembina, maka isteri A dapat menjadi Pengurus, akan tetapi isteri A tidak boleh menerima
gaji dari yayasan.
Pasal 5 UU Yayasan
(1) Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-
undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji,
upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan
Pengawas.
(2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar
Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:
a. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan Pengawas; dan
b. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
(3) Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Pembina
sesuai dengan kemampuan kekayaan Yayasan.”
4. Apakah bisa istri si A sebagai ketua pengurus tdk menyerahkan NPWPnya
Mengacu pada peraturan yayasan, tidak dipersyaratkan adanya NPWP untuk mejadi pengurus yayasan.
Demikian semoga bermanfaat.
Ismail Marzuki
Tanggapan
Bapak Ardhika Yusuf
Menanggapi pertanyaan Bapak, berkaitan dengan perizinan sekolah bergantung pada jenis penddikan yang akan didirikan.
Mengacu pada PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN sebagaimana diubah dengan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN, bahwa perizinannya adalah sebagai berikut:
1. Izin pendirian untuk TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi standar pelayanan minimal sampai dengan Standar Nasional Pendidikan, diberikan oleh bupati/walikota.
2. Izin pendirian untuk RA, MI, MTs, MA, MAK, dan pendidikan keagamaan dikeluarkan oleh Menteri Agama.
Untuk memperoleh perizinan, penyelenggara harus mengajukan melalui Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Eelektronik (Online Single Submission).
Dari sudut hukum yayasan, tidak ada larangan jika yayasan akan mendirikan dua jenis sekolah/pendidikan berbeda. Akan tetapi berkaitan dengan perizinan, sebaiknya bisa ditanyakan langsung ke instansi terkait.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum pak. Saya mau bertanya, di akta notaris dan SK Kemenkumham, Si A, B, dan C disebutkan sebagai Wakil Ketua Pengurus Yayasan XX. Nah di kemudian hari, Yayasan XX bermaksud untuk membuka 3 Cabang Yayasan di Kota 1,2, dan 3. Karna keterbatasan sumber daya di kota yg akan jadi cabang, yayasan bermaksud, menjadi kan Si A,B dan C masing masing sebagai ketua pengurus cabang di kota 1,2 dan 3 dengan mengangkat ketiganya menggunakan SK Pengurus Yayasan.
Pertanyaannya,
1. Apakah boleh Si A, B dan C yg saat ini menjadi Wakil Ketua pengurus Yayasan Pusat menjadi Ketua Pengurua di tingkat cabang?
2. Apakah boleh, misal Yayasan XX mendapat dana hibah program kesehata dari Yayasan AA yg didonori oleh Luar negeri?
3. Apakah boleh pengurus Yayasan XX langsung mengelola dana hibah program kesehatan ini, tanpa mengangkat pelaksana kegiatan?
Terimakasih sebelumnya
Tanggapan
TMAZMIAZIZ
Wa’alaikumussalam
Tanggapan saya adalah sebagai berikut:
1. Wakil ketua pengurus yayasan adalah jabatan yang diangkat oleh Pembina yayasan, sedangkan Kepala Cabang yayasan diangkat oleh pengurus yayasan. Jadi, Kepala cabang yayasan berada di bawah Ketua pengurus/Wakil Ketua Pengurus Yayasan sehingga jangan dirangkap jabatannya.
2. Yayasan dapat menerima bantuan dari pihak manapun sepanjang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan
3. Pelaksana kegiatan dalam suatu yayasan, keberadaannya bergantung pada kebutuhan yayasan. Jika yayasan membutuhkan, maka pengurus dapat mengangkat pelaksana kegiatan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum Wr. Wb.
Izin bertanya Pak..
Dalam penjelasan Pasal 8 UU Yayasan disebutkan: “Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain HAK ASASI MANUSIA, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan.”
Dari penjelasan pasal itu, apakah suatu Lembaga Bantuan Hukum (bergerak di bidang HAM) termasuk kegiatan usaha–dari badan usaha–Yayasan (?), sehingga Organ Yayasan (Pengurus) tidak bisa menjadi pengurus LBH sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat (3) UU Yayasan?
Tanggpan
Bapak Eldy Noerdin
Wa’alaikumussalam
Mengacu pada Penjelasan Pasal 8 UU Yayasan yang menyebutkan bahwa kegiatan badan usaha yayasan termasuk antara lain HAK ASASI MANUSIA, maka suatu lembaga bantuan hukum juga termasuk dalam cakupan tersebut.
Mengenai penerapan Pasal 7 UU Yayasan, contoh yang mudah ditemukan adalah pada yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan juga kesehatan.
Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, mendirikan badan usaha berupa sekolah. Dalam keadaan ini, maka yayasan bertindak selaku “pemilik” dari sekolah seangkan sekolah sebagai pelaksana dari kegiatan yayasan. Pengurus Yayasan mewakili yayasan selaku “pemilik” sekolah, sedangkan Kepala Sekolah mewakili sekolah selaku pelaksana dari kegiatan yayasan. Kepala Sekolah bertanggung jawab kepada Pengurus Yayasan.
Dalam contoh lembaga pendidikan tersebut, terdapat perbedaan kedudukan dan fungsi antara Pengurus Yayasan dengan Kepala Sekolah. Jabatan kepala Sekolah tidak boleh dirangkap oleh Pengurus Yayasan, karena hal ini akan menimbulkan benturan kepentingan dimana Pengurus Yayasan bertugas “membuat kebijakan umum dan mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut” sedangkan sekolah selaku pihak pelaksana dari kebijakan yayasan.
Untuk yayasan yang bergerak dalam bidang bantuan hukum, memang tidak sama persis dengan yayasan kesehatan atau pendidikan. Akan tetapi hal yang sama tentunya berlaku juga bagi yayasan yang bergerak dalam bidang bantuan hukum dan HAM. Yayasan memiliki badan yang bersifat operasional yaitu lembaga bantuan hukum. Sebagai badan yang operasional, LBH dipimpin oleh pengurus LBH, yang dibawahnya terdapat divisi atau bidang kegiatan yang lebih spesifik. Pengurus LBH bertanggung jawab kepada Pengurus Yayasan LBH.
Mengingat bahwa Pengurus Yayasan berada pada wilayah kebijakan umum sedangkan pengurus LBH sebagai pelaksana maka jabatan pengurus yayasan dengan pengurus LBH tidak dirangkap agar tidak terjadi benturan kepentingan.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamu, allaikum,wr,wb. Pak Ismail yang baik dan pintar sekali. saya mau tanya, dalam sebuah PTS sebut saja PTS A. setelah senat akademik selesai melaksanakan proses pemilihan Rektor sesuai Statuta, maka dua orang yang mendapatkan suara diajukan kepada yayasan untuk diterbitkan SK. oleh pengurus yayasan melaksanakan rapat untuk memutuskan siapa diantara dua calon Rektor yang dipilih senat akademik itu ditentukan sebagai Rektor. saat pelaksanaan rapat pengurus, ketua yayasan tidak hadir dan memang tidak pernah hadir sejak yayasan didirikan karena berada diluar kota yang jauh. sesuai AD/ART Yayasan, rapat pengurus boleh diadakan apabilah dihadiri 2/3 pengurus, begitu pula dalam pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa kalau ketua yayasan tidak hadir dalam rapat maka tidak perlu dibuktikan dengan apapun kepada pihak lainya maka yang dibawah ketua menggantikan. kemudian saat rapat tersebut diputuskan nama XYZ sebagai Rektor dengan pertimbangan pasal 21 ayat 4a disebutkan bahwa rapat pengurus boleh memutuskan atas nama yayasan jika disetujui 2/3 pengurus yayasan. pertanyaan apakah sah SK Rektor tersebut. terima kasih pak. Wss,wr,wb.
Tanggapan
Bapak/Ibu Risman Baya
Wa’alaikumussalam
Rapat Pengurus Yayasan, diatur dalam anggaran dasar yayasan.
Apabial anggaran dasar yayasan menyebutkan bahwa kuorum rapat adalah 2/3 dari jumlah pengurus, maka rapat tersebut sah diadakan dengan hadirnya 2/3 pengurus.
Agar rapat menjadi sah, proses pemanggilan rapat juga harus sesuai dengan anggaran dasar. Apabila proses pemanggian rapat tidak sesuai anggaran dasar, maka rapat tidak sah. Sebagai contoh, dalam anggaran dasar tercantum:
“pemanggilan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) huruf b, harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diselenggarakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat”
Dengan demikian, rapat pengurus sebagaimana yang ditanyakan adalah sah, sepanjang:
1. Pemanggilan Rapat telah dilakukan sesuai anggaran dasar
2. kuorum kehadiran sesuai anggaran dasar (misal 2/3)
3. keputusan sah jika diambil oleh (misal) lebih dari 1/2 suara yang hadir dalam rapat
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamu, allaikum,wr,wb. Pak Ismail yang cerdas, saya ingin bertanya dan ini sedang jadi panas hari ini di daerah kami. Ceritanya begini, ada 7 orang mendirikan Yayasan A, kemudian belum keluar akta menkum HAM, ada lembaga C yang ingin didirikan oleh 7 orang tersebut, maka pinjam yayasan B dengan perjanjian diatas meterai dan surat kesepaktan bersama bahwa jika suatu saat akta menkum HAM yayasan A sudah ada maka Yayasan B harus menyerahkan kembali lembaga tersebut kepada Yayasan A. kebetulan Yayasan B salah satu pendiri juga di Yayasa A. tetapi pada perjlanannya, yayasan B tidak mau lagi menyerahkan lembaga yang didirikan itu ke Yayasan A dengan berpegang pada legal formal bahwa lembaga tersebut berada dibawah payung hukum yayasan B. Mohon jawaban apa yang perlu dilakukan Yayasan A. terima kasih
Tanggapan
Bapak Muliadi
Wa’alaikumussalam
Pertanyaan dari Bapak dapat saya ulangi kembali dalam suatu formulasi sebagai berikut:
(1) 7 (tujuh) orang mendirikan yayasan A
(2) Yayasan A dalam proses pengesahan ke Menteri
(3) Selama masa pengesahan yayasan A, 7 (tujuh) orang Pendiri yayasan A mendirikan Lembaga C
(4) Lembaga C yang didirkan, sementara “ditempatkan” di Yayasan B selama Yayasan A masih dalam proses pengesahan
(5) Penempatan Lembaga C dalam yayasan B, dibuat dalam suatu perjanjian
Tanggapan kami adalah:
Ketika Lembaga C didirikan, maka perizinan melekat pada yayasan B sebagai tempat Lembaga C berada. Maka Lembaga C adalah bagian dari “kekayaan’ Yayasan B.
Di sisi lain, Yaysan B terikat perjanjian dengan Yayasan A. Ketika pengesahan Menteri berkaitan dengan pendirian yayasan A telah terbit, maka Pembina yayasan harus membuat Keputusan yang isinya meratifikasi (mengakui) semua tindakan Pengurus yayasan A yang dilakukan selama belum ada pengesahan dari Menteri, termasuk mengakui tindakan Pengurus Yayasan A membuat perjanjian dengan yayasan B.
Langkah selanjutnya adalah meminta Yaysan b untuk menyerahkan Lembaga C sesuai perjanjian. Akan tetapi, penyerahan Lembaga C ini juga bergantung pada persetujuan dari instansi yang telah memberikan izin kepada Yayasan B untuk mendirikan Lembaga C.
Apabila Instansi pemberi izin pendirian Lembaga C tidak memberikan persetujuan atas peralihan Lembaga C dari Yayasan B ke Yayasan A, maka perjanjian berakhir bukan karena kesalahan Yayasan B.
Akan tetapi jika instansi pemberi izin Lembaga C tidak keberatan adanya perlaihan dari Yayasan B ke Yayasan A, maka Yayasan B wajib memenuhi janji yang telah dibuat.
Jadi, langkah awal yang dapat dilakukan adalah, bertanya pada Yayasan B kendala yang dihadapi dan mengecek ke instansi berwenang boleh atau tidaknya Lembaga C dialihkan .
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Baik pak Ismail Marzuki, Penjelasan awal dapat memberikan pencerahan kepada kami semua yang saat ini ada di lembaga C. yang kami ingin bertanya lebih lanjut adalah: apakah dibenarkan Yayasan B yang hanya disepakati sifatnya sementara, secara sepihak merubah akta pendirian Yayasan B dengan memasukan orang tertentu (Anak/keluarga) sebagai pendiri tanpa sepengetahuan Yayasan A maupun Lembaga C?. kemudian apakah sah SK Rektor Lembaga C yang ditanda tangan ketua Yayasan B secara sepihak tanpa ada rapat pengurus atau tanpa rapat pembina?. Mohon pencerahan pak Marzuki. Pertanyaan ini masih berlanjut. terima kasih
Tanggapan
Bapak Muliadi
Pertanyaan Bapak Muliadi berkaitan dengan persoalan internal Yayasan B yaitu mengenai perubahan anggaran dasar Yayasan B. Pada tanggapan ini, kami memperbaiki istilah yang Bapak gunakan yaitu bukan mengubah Akta Pendirian tetapi mengubah Anggaran Dasar. Akta Pendirian cukup dibuat 1 (satu) kali dan tidak dapat diubah. Yang dapat diubah adalah Anggaran Dasar Yayasan. Akta Pendirian Yayasan dapat diubah untuk diperbaiki sepanjang belum ada pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM atas pendirian yayasan tersebut.
Berdasarkan UU Yayasan, Anggaran Dasar Yayasan, dapat diubah sepanjang semua persyaratan telah dipenuhi yaitu:
Pasal 17
Anggaran Dasar dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 18
(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina.
(2) Rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina.
(3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Jadi, Anggaran Dasar Yayasan B dapat diubah melalui Rapat Pembina. Selain melakukan perubahan Anggaran Dasar, Pembina, melalui Rapat Pembina, juga dapat mengubah susuan Pengawas dan Pengurus Yayasan. Untuk perubahan anggaran dasar tersebut, dari sisi hukum yayasan, maka Pembina Yayasan B dapat melakukan perubahan tanpa persetutujuan pihak lain.
Apabila Yayasan B dan Yayasan A telah terikat suatu perjanjian yang isinya antara lain menyebutkan adanya larangan perubahan anggaran dasar, maka apabila Pembina Yayasan B melakukan perubahan Anggaran Dasar, perubahan Anggaran Dasar Yayasan B tetap sah. Yayasan B hanya dapat digugat atas perbuatan wanprestasi karena melanggar janji dengan Yayasan A.
Untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu SK yang dikelaurkan Yayasan, maka harus mengacu pada Anggaran Dasar Yayasan. Apakah dalam Anggaran Dasar Yayasan mewajibkan adanya rapat pengurus sebelum mengeluarkan SK atau tidak? Meskipun demikian, keberadaan Rapat Pengurus untuk membuat suatu SK merupakan bagian dari kontrol atas tindakan masing-masing anggota Pengurus agar tidak bertindak sendiri-sendiri.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Maaf pa Ismail, satu lagi petanyaan sangat penting yang saya tanyakan agar sekaligus bisa dijawab dengan pertanyaan sebelumnya. JIka sebuah yayasan telah berdiri dan menanungi sebuah perguruan tinggi, namun pengurus, pengawas dan pembina hanya dibuat formalitas saja sekedar adapayung hukum PTS, dan setelah PTS berdiri/ada ijin, yayasan tidak pernah ada rapat baik rapat pengurus, pengawas maupun pembina, bahkan antara pengurus tidak saling mengenal, begitu juga pembina dan pengawas tidak saling mengenal satu sama lainya. Persalan muncul dikemudian hari, ketika proses pemilihan Rektor, pihak Yayasan hanya dihadiri 1 orang pembina, 1 orang pengawas dan sekretaris dan bendahara. pembina, pengawas dan ketua yayasan semuanya ada diluar Kota dan tiap diundang tak pernah hadir karena hanya dimasukan secara sepihak saat pendirian. saat penetapan SK Rektor terpilih, pengurus yayasan yang hadir hanya sekretaris dan bendahara karena ketua yayasan diluar kota dan belum pernah saling mengenal dengan sekretaris dan bendahara. apakah sah SK yang hanya ditanda tangan sekretaris yayasan berdasarkan rapat pengurus yang dihadiri 2/3 dan dsietujui 100% oleh pengurus yang hadir tentang SK Rektor. Terima kasih pak Marzuki
Tanggapan
Bapak Muliadi
Mengenai sah atau tidaknya suatu keputusan rapat bergantung dari pemenuhan persyaratan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan dan UU Yayasan.
Dalam anggaran dasar yayasan dimuat tata cara dan kurom Rapat Pengurus. Pada umumnya jumlah kuorum adalah 2/3 dari jumlah pengurus, sedangkan keputusan sah jika disetujui oleh lebih dari ½ jumlah suara yang hadir.
Jadi, sepanjang tata cara pemanggilan, kuorum dan pengambilan keputusan dilakukan sesuai dengan anggaran dasar, maka Rapat pengurus adalah sah. Jika ada pengurus yang tidak hadir karena di luar kota, Rapat Pengurus tetap dapat diadakan sepanjang jumlah kuorum terpenuhi.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Ass,wr,wb. Mohon maaf pak Ismail,,,saya makin dapat pencerahan dari Bapak soal Hukum terkait yayasan. SATU hal penting yang saya tanyakan, apakah boleh sebuah yayasan kemudian dalam perjalananya memasukan nama pendiri baru didalam akta yayasan yang sama dan yang melakukan perubahan itu bukan pembina yayasan tetapi perorangan yang saling mengenal baik notaris. Intinya yayasan A sebelumnya telah keluar akta menkum HAM dengan 3 pendiri, namun ditengah jalan dirubah menjadi 4 pendiri oleh perorangan yang bukan pembina/pendiri hanya karena kedekatan baik dengan pembina dan notaris. terima kasih
Tanggapan
Bapak MULIADI
Apabila suatu yayasan belum mendapat penegsahan dari Menteri, maka status badan hukum terhadap yayasan belum muncul. Dalam keadaan yang demikian, AKta Pendirian yayasan dapat diubah/diperbaiki oleh para pendiri. perubahan pada akta pendirian dapat berupa perubahan nama yayasan, atau memasukan pendiri baru selain yang sudah disebut sebelumnya. Akan tetapi, yang dapat mengubah akta pendirian (sebelum ada pengesahan Menteri) adalah Para Pendiri yang namanya tercantum dalam akta pendirian sebelumnya.
Jadi, jika dalam akta pendirian terdapat 3 orang pendiri, maka untuk mengubah akta pendirian, 3 orang pendiri tersebut harus menandatangani akta perubahan.
Apabila yayasan telah memperoleh pengesahan dari Menteri, maka akta pendirian tidak dapat diubah lagi. Jika akta pendirian sudah mendapat pengesahan Menteri, maka yang dapat diubah adalah anggaran dasar yayasan, bukan akta pendirian. Untuk perubahan anggaran dasar, harus dilakukan melalui Rapat Pembina. Perubahan anggaran dasar oleh selain Rapat Pembina adalah tidak sah.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Tanggapan
Bapak Muliadi
Wa’alaikumussalam
Tanggapnm kami atas pertanyaan Bapak adalah sebagai berikut:
1. Mengenai sah atau tidaknya suatu SK Pengangkatan, maka tinjauannya adalah:
a. Prosedur penetapan seseorang menjadi Rektor.
(i) Bagaimana tahapan dan prosedurnya?
Mengacu pada SURAT EDARAN DIREKTORAN JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Nomor: 2705/D/T/1998 tanggal 2 September 1998,
1. Senat Perguruan Tinggi menyelenggarakan Rapat Senat untuk memberi pertimbangan kelayakan calon pimpinan PTS sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Statuta Perguruan Tinggi dan/atau Ketentuan
yang disepakati oleh Senat Perguruan Tinggi dan BP-PTS;
2. BP-PTS memilih salah seorang dari calon-calon pimpinan perguruan tinggi yang telah mendapat pertimbangan senat perguruan tinggi;
BP-PTS yaitu Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta, dalam hal ini adalah Yayasan yang menaungi kampus tersebut.
Jadi, apabila prosedur pengangkatan terpenuhi maka sampai dengan tahap ini pengangkatan adalah sah
(ii) Siapa yang berwenang mengangkat?
a) Pimpinan PTS diangkat dan diberhentikan oleh Yayasan setelah mendapat pertimbangan Senat dan dilaporkan kepada Menteri;
b) Menteri dapat membatalkan pengangkatan Pimpinan PTS apabila Pimpinan PTS yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
(iii) Bagaimana jika SK hanya ditandatatangani oelh Ketua Yayasan ?
Mengenai sah atau tidaknya suatu SK yang hanya ditandatangani oleh Ketua Yayasan, maka dasar penilaiannya adalah anggaran dasar Yayasan dan peraturan interal Yayasan (jika) ada.
Dalam anggaran dasar Yayasan, selalu tercantum siapa yang berwenang mewakili Yayasan di dalam dan di luar pengadilan. Ada aggaran dasar yang menyebutkan bahwa yang berwenang mewakili adalah hanya ketua
Yayasan, ada pula yang berwenang adalah Ketua Yayasan dan salah satu pengurus Yayasan lainnya (sekretaris atau bendahara)
Setelah mengetahui aturan tersebut, baru dapat diketahui apakah SK tersebut cacat atau tidak.
2. Mengani ketidakhadiran Ketua Yayasan dalam rapat, harus mengacu pada anggaran dasar Yayasan. Dalam anggaran dasar Yayasan apakah memungkinkan Ketua Yayasan tidak hadir rapat? Atau wajib hadir?
Jika dalam anggaran dasar menyebutkan bahwa rapat dapat dilakukan tanpa kehadiran ketua Yayasan, maka rapat tersebut sah.
Demikian, semoga bermanfaat.
Salam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Mohon Pencerahan Pak,
Saya seorang dosen salah satu PTS di Pekanbaru. 6 bulan lalu saya mendapatkan beasiswa S3 ke luar negeri. Saya memohon dan mendapatkan rekomendasi dan diusulkan oleh Fakultas untuk berangkat sebagai dosen dengan status Tugas Belajar (mendapatkan bantuan dari kampus/biaya dibebankan ke fakultas). Karena berbagai polemik yang terjadi, hingga menjelang keberangkatan saya, saya belum mendapatkan keputusan apapun dari Rektor maupun Yayasan. Pada akhirnya, 2 hari sebelum jadwal keberangkatan saya keluar negeri, saya menerima Surat Keputusan Yayasan (dikirim via WhatsApp) yang menyetujui keberangkatan saya dengan status Ijin Belajar (leave of study) lepas tanggungan (tanpa tanggungan apapun dari kampus), dan dituliskan bahwa keputusan itu berdasarkan usulan dari Rektor. Disana dituliskan bahwa saya harus menandatangani kontrak dengan pihak personalia, namun bila dalam 10 hari tidak menandatangani kontrak, maka saya dianggap menyetujui keputusan tersebut. Dan memang saya tidak sempat untuk tanda tangan kontrak karena saya sudah keburu berangkat ke luar negeri. Setelah menerima surat keputusan yayasan tentang hal itu, saya pertanyakan ke Rektor bahwa saya tidak pernah memohon ijin belajar, permohonan saya dan rekomendasi fakultas adalah tugas belajar.
Bulan lalu terjadi pergantian Pengurus Yayasan dan saya kembali menerima Keputusan Rektor (dikirim via WhatsApp) bahwa saya harus membuat surat permohonan untuk status Ijin Belajar (Leave of Study). Jika saya tidak membuat surat permohonan maka saya akan diberikan SP1, SP2 dan surat PHK.
Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Apakah dapat dianggap sah secara hukum SK Yayasan yang saya sudah terima sebelumnya melalui WhatsApp? Dapatkah pengurus yaysan yang baru menganulir SK tersebut?.
2. Apabila saya dipecat, dapatkah saya berpegang pada SK tersebut, bahwa saya berangkat atas persetujuan Rektor dan Yayasan?
3. Adakah peraturan yang mengatur hubungan tentang hak2 dan kewajiban dosen cuti belajar dengan Yayasan?
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan pandangan Bapak atas masalah saya ini.
Tanggapan
Ibu Zora Daniaty
Wa’alaikumussalam
Berkaitan dengan pertanyaan yang ibu sampaikan, tanggapan kami adalah sebagai berikut:
1. Whatsapp (WA) merupaka media elektronik yang digunakan untuk menyampaikan informasi.
UU No. 11 Tahun 2OO8 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU NO 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Mengacu pada Pasal 5 UU ITE tersebut maka suatu informasi yang terdapat atau termuat dalam WA merupakan alat bukti hukum yang sah. Secara konten, maka infromasi dalam WA memiliki kekuatan hukum termasuk mengenai keputusan
yang berkaitan dengan suatu urusan. Akan tetapi, untuk menyatakan apakah suatu SK yayasan yang dikirim melalui WA adalah sah atau tidak sah, maka kembali pada bentuk dari informasi yang dimuat dalam WA dikaitkan dengan
formalitas suatu SK.
Berkaitan dengan SK Yayasan, harus dilihat terlebih dahulu aturan internal yayasan dalam menerbitkan SK. Biasanya suatu SK diterbitkan dengan menggunakan kertas surat berkepala (KOP) Yayasan, dilengkapi dengan nomor dan
tanggal SK, dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang dalam yayasan.
Jika aturan internal yayasan mengharuskan adanya suatu formalitas tertentu dalam penerbitan SK, maka jika ada bentuk keputusan diluar aturan tersebut adalah tidak sah.
Misal: Aturan yayasan menyatakan bahwa SK yayasan harus memuat nomor surat, tanggal surat, perihal, ada tandatangan ketua yayasan serta ada kop surat. Jika “SK” yang dimuat dalam WA hanya berupa ketikan biasa dilayar HP
(seperti tulisan WA biasa /chat) maka SK Yayasan yang disampaikan dengan cara tersebut tidak sah meskipun memiliki kekuatan sebagai bukti hukum. Tetapi jika SK dibuat sesuai prosedur lalu SK discan (difoto) dan hasil
scan/foto dikirim ke pihak lain melalui WA, maka SK tersebut adalah sah.
2. suatu lembaga/yayasan tidak dapat secara sepihak untuk melakukan pemecatan. Sepanjang ibu Zora melakukan studi atas dasar persetujuan pihak berwenang/rektor, maka yayasan tidak dapat semena-mena melakukan pemecatan.
3. Hubungan kerja antara yayasan dengan dosen selaku pegawai mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta peraturan Internal perusahaan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Kepada Yth.
Bpk. Ismail Marzuki
Ijin bertanya pak.
Satu yayasan hanya memiliki 1 orang Pembina (A), 3 orang pengurus (B,C,D) dan hanya 1 orang pengawas (E). Kemudian Yayasan akan melakukan perubahan yaitu penggantian (keluar-masuk) Pembina dan Pengawas, misal menjadi A diganti F dan E diganti G.
Pertanyaan saya :
1. mengingat yayasan hanya memiliki 1 pembina, bagaimana mekanisme perubahan tersebut, apakah dengan keputusan pembina tunggal, atau Rapat pembina yakni dengan mengajak calon pembina baru sebagai undangan rapat…?
2. kemudian apakah perubahan Pembina tersebut dapat digabung dalam 1 akta/rapat dengan perubahan Pengawas, ataukah harus dilakukan dalam 2 tahap/2 kali pengesahan, jika iya, mana yang didahulukan?
3. dalam hal terjadi penggantian pembina tersebut, siapa yang berhak mengangkat pengawas tadi, apakah pembina lama ataukah pembina yang baru?
Demikian pertanyaan saya, besar harapan saya kiranya Bapak dapat memberikan jawaban, Terimakasih.
Salam
Daniar.
Tanggapan
Bapak/Ibu Daniar
Berikut ini tanggapan kami atas pertanyaan-pertanyaan tersebut:
1. Dalam UU Yayasan (UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004), tidak disebutkan berapa jumlah minimal Pembina. Dengan demikian, maka dalam yayasan boleh hanya ada 1 (satu) Pembina.
Jika Pembina akan mengeluarkan suatu keputusan, termasuk mengenai pergantian Pembina dan Pengawas, maka Pembina yang hanya 1 orang tidak perlu mengadakan Rapat Pembina tetapi cukup hanya membuat Akta Keputusan Pembina.
Karena tidak ada Rapat Pembina, maka kehadiran calon Pembina baru dalam pembuatan Akta Keputusan Pembina tidak diperlukan.
2. Sekaligus menanggapi pertanyaan nomor 3:
Mengingat jumlah Pembina hanya 1 orang, maka penggantian Pembina dan Pengawas dibuat dalam bentuk Akta Keputusan Pembina.
Untuk menghindari perbedaan pendapat mengenai kewenangan Pembina ketika mengangkat Pengawas dan mengganti pembina dengan pembina baru, maka Akta Keputusan Pembina dapat dibuat dalam dua dokumen terpisah yang dibuat pada
hari yang berbeda. Misal:
a. Penggantian Pengawas dibuat dalam Akta Keputusan Pembina tertanggal 24 Agustus 2020, dan efektif berlaku sejak tanggal Akta tersebut
b. Penggantian Pembina dibuat dalam Akta keputusan Pembina tertanggal 25 Agustus 2020 (setelah penggantian Pengawas), dan efektif berlaku sejak tanggal Akta tersebut.
Kemudian Pengurus menyampaikan pemberitahuan kepada menteri Hukum dan HAM melalui Notaris.
Demikian, semoga bermanfaat.
Salam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum pak. Jk pembinanya sendiri yg tdk pernah hadir dlm rapat atau tdk peduli sama sekali kpd yayasan pdhl sdh diundang rapat berkali2 nmn hy sekali hdr setelah itu menghilang. Apa yg hrs dilakukan oleh pengurus yg ada demi maslahat yayasan.
Sbb diatas yayasan berdiri yayasan lain shg harta kekayaan yayasan lama pindah nama ke yayasan baru. Gmn cara ganti pembina yg seperti ini?
Tanggapan
Bapak/Ibu Mika
Wa’alaikumussalam
Apabila seorang Pembina tidak pernah hadir dalam rapat atau tidak peduli dengan kegiatan yayasan, maka Pengawas dan Pengurus sebaiknya terlebih dahulu melakukan pendekatan pribadi (kekeluargaan) kepada Pembina tersebut. Pendekatan pribadi ini dilakukan karena secara peraturan tidak ada sarana yang dapat secara langsung memberikan sanksi bagi Pembina yang tidak peduli terhadap yayasan. Selain itu, Pengawas dan Pengurus tidak berwenang untuk mengganti Pembina.
Salah satu jalan adalah dengan meminta bantuan Pihak Ketiga diluar Pengurus dan Pengawas untuk meminta pemeriksaan atas yayasan.
Dalam UU Yayasan terdapat ketentuan sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan:
a. melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar;
b. lalai dalam melaksanakan tugasnya;
c. melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau
d. melakukan perbuatan yang merugikan Negara.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Pasal 54
(1) Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2).
(2) Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan, Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan.
(3) Pembina, Pengurus, dan Pengawas serta pelaksana kegiatan atau karyawan Yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 55
(1) Pemeriksa berwenang memeriksa semua dokumen dan kekayaan Yayasan untuk kepentingan pemeriksaan.
(2) Pembina, Pengurus, Pengawas, dan pelaksana kegiatan serta karyawan Yayasan, wajib memberikan keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(3) Pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada pihak lain.
Pasal 56
(1) Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan.
(2) Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemohon atau Kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum pak Ismail Marzuki,
Saya izin bertanya pak, jadi Orang Tua saya baru mendirikan suatu yayasan, saya ditunjuk sebagai ketua pengurus yayasan. Dalam kegiatan usaha yayasan ini, apakah saya bisa mendapat kan gaji atau honor dikarenakan saya adalah pengurus sekaligus pelaksana tugas yayasan tersebut? Terimakasih atas perhatian nya pak.
Tanggapan
Bapak Dicky Arisandi
Waalaikumussalam
Dalam yayasan, ada yang disebut PENDIRI yayasan, yaitu orang (baik perorangan maupun badan hukum) yang mendidikan yayasan dengan cara memisahkan sebagian harta kekayaannya sebagai kekayaan awal yayasan.
Dalam yayasan juga ada organ yayasan yaitu:
1. Pembina
2. Pengurus
3. Pengawas
UU Yayasan (UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004) mengatur mengenai penggunaan kekayaan yayasan, antara lain dalam Pasal 5.
“Pasal 5
(1) Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah,
maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.
(2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:
a. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan
Pengawas; dan
b. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
(3) Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan Yayasan.”
Jadi, seorang Pengurus dapat menerima gaji dari yayasan dengan syarat:
a. Pengurus tersebut bukan Pendiri yayasan
b. Pengurus tersebut tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas
c. Pengurus tersebut melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh
Berdasarkan informasi yang Bapak Dicky sampaikan, ayah dari Bapak Dicky adalah Pendiri yayasan, sedangkan Bapak Dicky sebagai Pengurus, yang berarti Bapak Dicky selaku Pengurus terafiliasi dengan Pendiri yaitu ayah dari Bapak Dicky.
Dengan demikian, Bapak Dicky dilarang menerima gaji dari yayasan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum wr.wb
Mohon pencerahannya bapak…
Ada satu lembaga pendidikan (paud) yg ada dibawah pengelolaan yayasan A, kemudian pembina yayasan A tsb datang kepada kami dg maksud ingin menyerahkan lembaga pendidikannya (paud) kepada yayasan kami.
Jd bagaimana bagaimana proses pemindahan atau serah terima sebuah lembaga pendidikan dari satu yayasan ke yayasan yg lain bpk?
Sebelumnya sy ucapkan terimakasih…
Wassalamualaikum wr wb
Tanggapan
Bapak Haris
Wa’alaikumussalam
Apabila suatu Lembaga Pendidikan (PAUD) akan dialihkan dari yayasa A ke Yayasan B, maka pengalihan tersebut dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
1. Ada izin atau persetujuan dari instansi pemberi izin (misal Dinas Pendidikan setempat); dan
2. Ada Berita Acara serah terima penyelenggaraan dan izin PAUD dari Yayasan A ke Yayasan B
Berita acara pada poin 2 di atas, ditandatangani oleh Pengurus Yayasan A dan Yayasan B.
Untuk mengalihkan PAUD kepada Yayasan B, pengurus Yayasan A harus mendapat persetujuan dari Pembina Yayasan A.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamu’alaikum
Pak Kami adalah pendiri Yayasan (6 Orang) kami sepakat bahwa kedudukan dan jabatan kami simpan dalam laci, jadi tidak ada pengunaan dan penguasaan sewenang-wenang atas jabatan.
5 dari kami jadi pengurus dan pengawas, satu jadi pembina.di tengah perjalanan pembina berubah haluan seolah olah yayasan punya sendiri.aturan dibuat sendiri, kemudian beliau merubah susunan pengurus dan pengawas ke notaris tanpa ada rapat luar biasa atau koordinasi dengan pendiri. Apakah seperti legal?? Mohon jawabannya
Bapak Jarkasih
Wa’alaikumussalam
Sebelumnya perlu kami sampaikan bahwa undang-undang secara tegas mengatur mengenai jabatan-jabatan dalam yayasan, berikut hak dan kewajibannya. Pengaturan tersebut ditujukan agar setiap tindakan yang dilakukan masing-masing orang yang berada dalam yayasan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena sangat disayangkan jika pada awal pendirian yayasan harus menggunakan prinsip “kedudukan dan jabatan kami simpan dalam laci”.
Berkaitan dengan kedudukan Pembina yayasan, UU Yayasan (UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004), tidak menyebutkan berapa jumlah minimal Pembina. Dengan demikian, maka dalam yayasan boleh hanya ada 1 (satu) Pembina.
Pembina yayasan berwenang untuk mengangkat Pengurus dan Pengawas yayasan.
Apabila anggota Pembina yayasan terdiri dari dua orang atau lebih, maka untuk melakukan perubahan susunan Pengawas atau Pengurus harus melalui Rapat Pembina.
Akan tetapi, jika Pembina hanya 1 (satu) orang, maka Pembina tersebut cukup menggunakan Akta Keputusan Pembina untuk mengganti Pengawas atau Pengurus.
Dengan demikian, jika hanya ada 1 (satu) Pembina, maka penggantian Pengawas atau Pengurus tidak perlu melalui Rapat Pembina.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Salam,Saya ada pertanyaan,:
1. Apakah Ketua Yayasan bisa di sebut CEO?
2. Dan dari 1 yayasan lebih dengan pembina atau ketua yg sama, bisa disebut ceo group?
3. Apakah pembina yayasan bisa disebut juga owner?
Terimakasih
Tanggapan
Bapak Rahman
Dalam hukum Indonesia tidak dikenal istilah Chief Executive Officer. Di Indonesia dikenal sebutan Direktur atau Direktur Utama untuk jabatan di perseroan terbatas.
Pengertian dari Chief Executive Officer berdasarkan kamus Black’s Law Dictionary, seventh Edition, adalah:
“A corporation’s Highest ranking administrator who manages the firm day by day and reports to the board of directors”
Jadi menurut Black’s Law Dictionary CEO adalah administratur tertinggi yang mengelola urusan perusahaan sehari-hari dan melaporkan pekerjaannya kepada Direksi
Dengan demikian, kedudukan CEO adalah dibawah Direksi menurut hukum Indonesia.
Dalam Kepmenakertrans Nomor 40 Tahun 2012 Lampiran Daftar Jabatan Tertentu yang Dilarang dan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing disebutkan bahwa jabatan yang dilarang diduduki oleh tenaga kerja asing antara lain adalah Chief Executive Officer. Dalam lampiran tersebut Chief Executive Officer diterjemahkan sebagai Kepala Eksekutif Kantor.
Jadi:
1. Ketua Yayasan bukan CEO
2. Yayasan tidak bisa dimiliki siapapun sehingga tidak ada istilah Owner
Demikian, semoga bermanfaat
Salam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Pak, apakah seorang pengurus yayasan bisa menjadi pengelola? dimana dia mendapatkan gaji sebagai pengelola..
Misal sekolah A berada dibawah yayasan Z. Adapun kepala sekolah A juga sebagai ketua yayasan Z.
Apakah bisa seperti itu pak?
Atas jawaban bapak saya ucapkan terimakasih.
Tanggapan
Ummu M
Wa’alaikumussalam
Aturan mengenai larangan rangkap jabatan, secara tidak langsung tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah
Pasal 20 Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018:
Pasal 20
Kepala Sekolah tidak dapat merangkap sebagai pelaksana tugas jabatan lain lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut.
Dalam Pasal 20 tersebut disebutkan bahwa Kepala Sekolah tidak dapat merangkap jabatan lain lebih dari 6 bulan berturut-turut. Jabatan lain dapat dartikan pula sebagai pengurus Yayasan.
Selain itu dalam Pasal 7 UU Yayasan juga ada ketentuan larangan rangkap jabatan:
“Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).”
Sekolah merupakan badan usaha dari Yayasan, dan seorang kepala sekolah adalah pengurus dari sekolah/badan usaha tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamualaikum,
pak Ismail Marzuki said ana mohon pencerahan
yang pertama
bolehkah yayasan yang bergerak dibidang pendidikan mendirikan lembaga pendidikan dengan nama yang berbeda dengan nama yayasan.
contoh : yayasan abdi negara mendirikan smp dengan nama smp tunas harapan
kedua
bolehkah yayasan yang didirikan di kabupaten a mendirikan lembaga pendidikan di kabupaten b.
pencerahan dari bapak sangat saya nantikan.
terimakasih
wassalamualaikum Wr.Wb
Tanggapan
Bapak Indra Romadoni
Wa’alaikumussalam
1. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan agar nama sekolah sama dengan nama yayasan. Yang penting adalah, nama tersebut tidak sedang digunakan oleh sekolah atau yayasan lain.
2. Sejauh yang saya ketahui, tidak ada larangan bagi yayasan kota A mendirikan sekolah di kota B. Akan tetapi mengingat pada saat ini setiap daerah memiliki ketentuan sendiri, maka sebaiknya bisa cek langsung ke Dinas Pendidikan setempat.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalam
Ismail Marzuki
Assalamu’alaikum Pak Isamail Marzuki..
Saya memili yayasan SI sudah akta notaris, menaungi lembaga pendidikan TK HD juga sudah beraktan notaris..
Yang saya tanyakan :
1. Tahun ini saya mendirikan Lembaga SD apakah susunan pengurus harus dengan akta notaris.
2. Istri saya menjadi sekretaris yayasan SI merangkap Kepala TK HD, untuk mengganti pengurus yayasan apakah harus ke notaris lagi?
Terima kasih, jazakallahu khaira
Tanggapan
Bapak Joko Narimo
Wa’alaikumussalam
Harus dibedakan antara struktur Yayasan dengan struktur Lembaga Sekolah (TK, SD)
Yayasan merupakan badan hukum, yang dijalankan oleh organ yayasan berupa Pembina, Pengurus dan Pengawas. Sekolah adalah lembaga yang berada dalam Yayasan. Pimpinan sekolah biasanya disebut Kepala Sekolah
1. Susunan Pengurus SD tidak harus dimuat dalam akta notaris, sedangkan susunan pengurus Yayasan yang menaungi SD harus dibuat dalam akta notaris.
2. Perubahan pengurus yayasan:
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar
Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia NOMOR 13 TAHUN 2019
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun
2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data
Yayasan, maka Penggantian Pengurus Yayasan harus menggunakan Akta Notaris.
Demikian, semoga bermanfaat
Wassalam
Ismail Marzuki